Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Orang Bugis Naik Haji; Tradisi Mallise Tase (Mengisi Tas)

25 Agustus 2019   18:55 Diperbarui: 7 September 2019   20:46 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan turun siang itu dimulai dengan kedatangan segelintir bala tentaranya. Ia turun dengan barisan yang jarang-jarang. Tetapi tak lama kemudian sang hujan datang dengan armada penuh. 

Tak ada celah di antara barisan armada dengan kekuatan penuh ini. Serbuannya total dan menyeluruh. Siapa pun yang berada di kolong langit saat itu, tanpa pelindung, dipastikan akan terguyur oleh armada hujan yang menyerbu dengan kekuatan penuh tersebut. 

Kendati demikian, beberapa orang terlihat masih berjalan penuh semangat di bawah curahan hujan yang menderas. Sebagian menggunakan jas hujan, yang lain datang dengan berpayung. Satu dua datang dengan mengendarai mobil. Orang-orang tersebut menuju rumah panggung. Sejak dari tadi, sebelum hujan datang menyerbu, rumah tersebut telah disesaki para tamu. Rumah itu adalah rumah salah seorang calon jemaah haji dari Segeri-Pankajene Kepulauan (Pangkep).

Tahun ini Lade, demikian nama pemilik rumah itu, mendapat panggilan Allah berkunjung ke Baitullah. Kegembiraan mengelumuni keluarga ini. Hari itu, selepas salat Jumat, di rumah Lade diadakan upacara assalama (selamatan) sebelum berangkat menuju tanah suci. Di antara rangkaian upacara selamatan di rumah tersebut yang cukup menyita perhatian dari para tamu adalah ritual mallise tase.

Mallise tase tidak lain adalah mengisi tas atau koper jemaah haji dengan pakaian (termasuk pakaian ihram) dan berbagai bekal lainnya.  Mengisi tas atau koper untuk dibawa dalam perjalanan haji tidak sama mengisi tas atau koper dalam perjalanan ke tempat lainnya. 

Dalam perjalanan haji, di masyarakat Segeri dan Bugis pada umumnya, mengisi tas dilakukan dengan ritual tertentu. Tidak sembarang orang yang bisa mengisi tas atau koper tersebut. Hanya orang-orang tertentu yang memahami doa-doanya yang bisa melakukannya.    

Pada Jumat siang itu, proses ritual mallise tase dilakukan oleh Lade dengan memanggil seorang haji sepuh yang mengerti tata cara ritual mallise tase ini. Namanya Hajjah Subaedah. Perempuan yang kira-kira berumur 70 tahun lebih ini, mengaku mendapatkan doa-doa dalam ritual mallise tase dari kakeknya Haji Sunusi yang merupakan salah satu ulama pulau Salemo. Hajjah Subaedah tidak hanya tahu doa-doanya, tapi mengerti pula persyaratan yang harus disiapkan saat akan melakukan ritual mallise tase.

Untuk kepentingan ritual malise tase siang itu, di rumah Lide telah disiapkan beberapa perlengkapan ritual. Di antaranya tentu saja tas dan koper yang akan diisi beberapa pakaian dan barang-barang. Di samping koper diletakkan dupa yang terus menerus mengepulkan asap berbau harum. Ruangan yang disesaki para tamu tersebut, terasa harum dengan bau dupa yang meruak di udara. Di tengah curahan hujan dan udara dingin, aroma dupa yang menguar di seantero rumah, terasa mendatangkan aura mistis.

Selain dupa, terlihat pisang sesisir, nasi ketan tiga warna (putih, hitam dan kuning) dan tujuh rupa penganan.  Ketujuh rupa kue-kue tersebut antara lain; ;cucuru bayao,  sawalla, onde-onde, beppa oto', katirri sala, pejja-pejja . Selain itu masih dilengkapi dengan telur, lauk pauk lainnya dan tiga mangkuk air. Di sebelah mangkuk air, terlihat beberapa tangkai tumbuhan yang lazim disebut tumbuhan 'dingin-dingin'. Saya tidak tahu persis jenis tumbuhan apa itu, hanya sering disebut tumbuhan "dingin-dingin."  

Sering kali kudapan yang disajikan tidak mencukupi tujuh rupa, tetapi hanya lima atau tiga. Tidak menjadi soal, yang penting ganjil. Tetapi menurut Hajjah Subaedah, lebih elok jika dicukupkan menjadi tujuh macam, soalnya tujuh itu memiliki makna, yakni tujuh hari penciptaan alam semesta, tujuh hari dalam seminggu dan tujuh wali yang dikenal di Sulawesi Selatan.

Sesajenan yang ada dalam ritual mallise tase ini, tidak persis sama dengan yang dibayangkan Roberton Smith (1987) dalam konsepnya tentang 'upacara bersaji'. Smith dalam memahami ritual masyarakat dengan berbagai sesajian, menyebutkan adanya persembahan berupa makanan dalam ritual tersebut kepada para makhluk halus atau roh-roh yang bergentayangan. Bahkan sering kali dalam upacara bersaji itu ada darah yang ditumpahkan sebagai bagian dari persembahan tersebut.  Sesajian tersebut karena sengaja dipersembahkan untuk roh dan makhluk halus, tidak boleh dimakan oleh manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun