Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

NU Sulsel, Jangan Melupakan (G) Warung Kopi, Jangan Tinggalkan Akar Rumput!

16 Agustus 2019   08:18 Diperbarui: 16 Agustus 2019   08:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


James L. Peacock saya kenal melalui salah satu tulisannya "Rites of Modernization; Symbolic & Social Aspects of Indonesian Proletarian Drama." Buku ini diterjemahkan ke Indonesia oleh Desantara dengan judul "Ritus Modernisasi: Aspek Sosial & Simbolik Teater Rakyat Indonesia". 

L Peacock memang lebih dikenal selama ini sebagai Indonesianis yang banyak meneliti soal kebudayaan masyarakat. Tetapi ada satu tulisan L Peacock di luar kebiasaannya, yang tidak banyak dibaca oleh orang , yaitu tulisan tentang organisasi Islam di Sulawesi Selatan (Sulsel). Tulisan ini berangkat dari penelitiannya pada era 70-an di Sulsel. 

Saya tidak membaca tulisan Peacock ini, tapi saya mendengarkan ulasannya dari Ahmad Baso, seorang intelektual muda NU asal Sulsel, yang kini berkiprah di Jakarta menjadi penulis buku yang produktif.

Peacock dalam tulisannya tersebut, demikian Baso, menggambarkan keberadaan dua organisasi Islam paling terkemuka di Sulsel, seputar tahun 70-an, yaitu NU dan Muhammadiyah. 

Ketika datang ke kantor Muhammadiyah, Peacock menemukan adanya beberapa staf yang berkantor, ruang yang cukup tertata dan administrasi yang rapi. 

Sebaliknya ketika datang ke kantor NU, tak ada satupun pengurus yang dijumpainya, jangan lagi bicara soal administrasi yang rapi. Satu-satunya orang yang ada di kantor NU saat itu, hanyalah penjaga gedung tersebut. 

Orang ini lalu berkata pada L Peacock; " Kalau ingin tahu banyak soal NU, datanglah ke kedai kopi ("Warkop"), di situ banyak pengurus NU yang berbaur dan berdiskusi dengan masyarakat. 

Ketika Peacock pada akhirnya menemui "NU" di warung kopi, ia pun menyaksikan bagaimana fasihnya  pengurus NU tersebut membicarakan soal-soal kehidupan rakyat bawah, yang sebagian besar adalah jamaah NU.

L. Peacock sejatinya ingin menunjukkan 'kumuhnya' pengelolaan organisasi NU  dibandingkan Muhammadiyah. Muhammadiyah digambarkan sebagai organisasi modern yang sudah tertata dengan baik. 

Sementara NU, kantornya saja tidak ada yang menghuninya dan administrasi tidak jelas.  Tetapi tanpa disadari, Peacock mengungkapkan satu hal; NU ada di 'Warung Kopi', NU ada di tengah jamaahnya, paham segala tetek bengek dan keluh kesah masyarakat bawah.

L.Peacock sesungguhnya memang sedang menggambarkan kenyataan di NU.  Organisasi yang berdiri 1926 ini,  sejak dari dulu dan di mana-mana, selalu tidak beres atau cenderung tidak hirau dengan segala macam pengorganisasian yang bersifat administratif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun