Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengorbanan yang Menakjubkan

22 Agustus 2018   18:59 Diperbarui: 22 Agustus 2018   19:05 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampailah ibrahim pada keyakinannya bahwa mimpinya mengurbankan anaknya adalah isyarat dari Allah. Ibrahim pun menghampiri sang  anak. Buah hati kinasih.  Anak yang begitu disayanginya. Berbilang tahun ia berharap, di setiap sujudnya ia bermunajad dan di kesunyian malam ia acap kali bersedu sedu memohon pada Allah agar dikarunia anak yang saleh. 

Kini ketika harapan terpenuhi, doa diijabah. Anak yg dinanti dg segenap pengharapan telah tumbuh menjadi anak kecil yg tampan, penurut dan saleh. Perintah Allah pun jatuh.

Sekali lagi Ibrahim menatap anaknya. Ditekannya rasa yang tiba tiba membuncah dalam batinnya. Allah di atas segalanya. Tak secuil rasa yg bisa mengusik keikhlasan dibiarkan mengapung di sanubarinya. Dengan lembut Ibrahim pun menyampaikan perintah Allah.

"Wahai anakku sungguh aku melihatmu dalam mimpi,  aku diperintahkan Allah mengurbankanmu, lantas bagaimana kiranya menurut hematmu?".

Sang Anak balas memandang ayahnya. Mata indahnya berkemerlap gembira. Tak ada sedih membayang di wajahnya, padahal maut hanya selangkah lagi di depannya.  Dengan ketenangan yg menawan,  sang anak berucap:

"Lakukanlah wahai ayahandaku, perintah Tuhan yang jatuh padamu. Insyaalah engkau akan menjumpaiku bagian dari orang yang sabar. Golongan orang-orang yang tegak dalam ketaatan". Dialog yg memesona ini direkam oleh kitab-kitab samawi. Alqur'an melukiskannya dengan bahasa yg memukau dalam surah As-Shaaffat ayat 102 :

kurban-tanda-cinta1-5b7d4f7512ae946a350dd1b6.jpg
kurban-tanda-cinta1-5b7d4f7512ae946a350dd1b6.jpg
Detik demi detik, menit dan jam pun berganti. Siang memudar dirampas sore, waktu sore pun ditelan senja dan senja bertekuk lutut di pintu malam.

Demikianlah titimangsa berjalan sesuai kodratnya. Tak terasa sampailah waktunya peristiwa mencengangkan ini. Seorang anak tercinta akan dikorbankan.  Disembelih hidup-hidup di atas altar ketaatan.

Langit terkuak. Allah mempersilahkan para malaikat menyaksikan ketaatan seorang manusia pada Tuhannya. Bukan hanya malaikat,   alam pun turut serta menyaksikan.

Ketika itulah sang anak berpesan pada ayahnya. "Wahai ayahanda, asahlah pedangmu setajam-tajamnya agar engkau bisa segera menyembelihku dg cepat, supaya tak ada raut kesakitan di wajahku. Aku khawatir jika ada selarik kesakitan di parasku , ikhlasmu akan ternoda. Palingkanlah mukamu dari wajahku, agar tak terbit belas kasihmu. Tanggalkanlah bajuku, agar nanti bekas darahnya tak membuat ibu dan engkau bersedih yg menjadi lantaran  terbit penyesalan kelak di kemudian hari".

Kalimat itu meluncur tenang dari mulut sang anak. Ibrahim pun memastikan bahwa semua perkataan anaknya, itulah yg akan dilakukannya. Pedang diasah setajam-tajamnya. Andai pedang itu diayunkan ke sebongkah batu, niscaya akan terpotong, karena tajamnya. Pedang kuat nan tajam itu pun diletakkan di leher Ismail. Sepenuh tenaga pedang itu di tekan ibarahim ke leher sang anak. Tapi setajam apapun pedangnya, sekuat bagaimana pun ibrahim mengayau leher sang anak, namun tak segores luka pun yg timbul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun