Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pancasila Ijtihad Ulama

1 Juni 2018   15:35 Diperbarui: 1 Juni 2018   16:55 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk sementara waktu, masih ada juga kelompok Islam yang mempertentangkan ajaran Islam dan Pancasila.  Bahkan kata mereka, Pancasila itu adalah thogut. Istilah itu sejajar dengan kata berhala. Seakan dengan demikian, rakyat Indonesia yang setuju dengan Pancasila sebagai dasar negara, telah melakukan pemberhalaan terhadap satu idiologi diluar tuntunan Al-Qur'an.

Sepertinya mereka perlu sedikit saja, berusaha melakukan penelusuran atas pandangan para ulama kita dulu saat Pancasila dan Negara Indonesia ini akan dibentuk. Mungkin dengan itu, mereka tidak akan terjerembap dalam pandangan parokial atas hubungan Islam dan Pancasila.

Bukankah Pancasila adalah semacam Mitsaqan Ghaliza?  Perjanjian suci nan kokoh antara seluruh elemen bangsa. Istilah ini tidak secara serampangan disematkan. Disebut demikian  karena segenap elemen bangsa terlibat dalam membentuk dasar negara kita, tak terkecuali ulama dan umat Islam.

KH. Imam Mursyid Takeran, ulama di Magetan telah merumuskan Pancasila bersama para pengasuh pesantern Sabilul Muttaqin menjelang sidang BPUPKI 1 Juni 1945. Hasil rumusannya kemudian disampaikan oleh KH Wahid Hasyim pada Soekarno. Rumusan itulah salah satu yang menjadi inspirasi Soekarno dalam perenungannya untuk menentukan Dasar Negara Indonesia.

Jauh sebelum itu, masih di seputar tahun 1940-an seorang ulama dari Sumatera Barat, Nagari Tabek Kadang, KH Abbas, juga telah memberi masukan tentang Pancasila (Baso, 2016).

Namun salah satu ulama yang paling memberi impresi pada Soekarno dalam merumuskan Pancasila tak lain adalah KH. Wahab Hasbullah. Ungkapannya yang berkesan ; "Nasionalisme yang ditambah Bismillah itulah Islam. Orang Islam yang melaksanakan agamanya secara benar akan menjadi Nasionalis...."

Dengan dasar itulah,  Pancasila,  oleh Soekarno, tanpa ragu memasukkan unsur Ketuhanan Yang Maha Esa. Unsur itu ibarat Bismillah (bisa dibaca Atas Nama Tuhan), yang mewarnai sila sila lain yang mengandung butir-butir nasionalisme.

Maka bisa dimengeri mengapa NU pada muktamar di Situbondo 1983/1984 bisa menerima dengan lapang dada Pancasila sebagai satu-satunya azas dalam berbangsa dan bernegara. Soalnya tak lain, karena ulama-ulama sebelumnya telah meletakkan, jika boleh saya katakan: "spirit Al-Qur'an" dalam Pancasila tersebut.  Dalam  salah satu keputusan pada Muktamar Situbondo, sila Ketuhanan Yang Maha Esa disebut tak lain adalah konsep Tauhid.(Soal hubungan Pancasila dan NU ini digambarkan cukup apik oleh seorang pendeta Kristen, Einar Martahan Sitompul dalam bukunya NU dan Pancasila).

Apakah dengan demikian NU sama sekali tidak pernah memperjuangkan Negara Indonesia berdasarkan Syariat Islam ? Bukankah pada 1958-1959 NU terlibat dalam Konstituante memperjuangkan Syariat sebagai UU negara? Saya tambahkan, tidak hanya itu, bahkan ulama-ulama tradisionalis yg kelak mendirikan NU, pernah terlibat dalam Central Komite Khilafat yang bertujuan mendirkan negara Islam.

Tetapi patut kita ketahui bersama, mengenai keterlibatan NU memperjuangkan syariat Islam di konstituante pada titimangsa 58-59 telah dimansukh pada tahun 1959. Pada tahun yang disebut terakhir,  NU menerima dekrit presiden Soekarno untuk kembali pada UUD 45. Serta memberi gelar Waliyul Amri dhoruri bi syaukah pada Soekarno. Puncaknya adalah pada tahun 1983 itu, dimana Nu secara bulat menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara.

Sementara itu, dalam Central Commite Khilafat, pada kongres ke IV di Yogyakarta pada 1925, ulama tradisional resmi menarik diri. Alasannya commite ini tidak mengakomodasi perjuangan ulama tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun