Mohon tunggu...
IIS MARIFATULJANAH
IIS MARIFATULJANAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

MAHASISAWA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Mengatasi Sesat Pikir dalam Berlogika pada Perdebatan di Media Sosial

23 April 2021   14:06 Diperbarui: 23 April 2021   14:22 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dari data We Are Social di tahun 2020 ada sebanyak 175,4 juta orang Indonesia yang menggunakan internet, 160 juta di antaranya adalah pengguna media sosial. Dengan pertambahan sebanyak 25 juta orang dari tahun 2019, Indonesia menjadi negara ke tiga di dunia dengan pertumbuhan pengguna internet tertinggi, bahkan Indonesia termasuk ke dalam sepuluh negara yang masyarakatnya kecanduan dengan internet. Ada satu hal yang selalu hadir di media sosial yang membuat media sosial semakin hidup, yaitu perdebatan.

Kenapa manusia berdebat dengan manusia yang lainnya? Manusia mempunyai tendensi untuk menjadi superior dari satu sama lain bahkan dari hewan seperti alpha male dari kingdom animalia yang selalu ada di puncak hierarki karena semakin tinggi hierarkinya, semakin banyak kepuasan yang bisa diterima. Dulu, manusia untuk mencapai hierarki tertinggi dilakukan dengan perang. Sekarang, dengan adanya modernisasi kita lebih memilih untuk berdiplomasi. Semakin hari, untuk menyapaikan sebuah kesetujuan dan ketidaksetujuan semakin mudah. Hadirlah yang namanya perdebatan.

Kita, manusia berdebat bukan karena makanan atau memperebutkan teritori seperti binatang, melainkan berkonflik mendebatkan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh diri masing-masing, atau harga diri, informasi, dan fakta scientific. Ini semua karena semua orang tumbuh dan berkembang di dalam suatu lingkungan yang memegang nilai tertentu. Pandangan seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, contohnya fakta bahwa orang yang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi memiliki pemikiran yang lebih bebas terhadap perubahan norma dan nilai di masyarakat, sedangkan orang yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi biasanya tertutup dengan nilai dan norma baru tersebut. Bukan hanya moral, melainkan ideologi politik pun bisa dipengaruhi oleh lingkungan kita. Jadi, bisa dibilang untuk setuju atau tidak setuju dengan pendapat orang lain adalah sifat natural manusia. Bisa karena nilai yang berbeda, akses terhadap fakta dan penelitian yang berbeda, keinginan untuk mengkritik suatu pihak, ingin menjadi superior, melindungi harga diri, menyampaikan amarah, bahkan bisa karena keterbatasan bahasa dan usaha untuk mengubah pendapat orang lain. Tentunya media sosial berpengaruh besar dalam mempermudah terjadinya perdebatan di masyarakat.

Namun, perdebatan di media sosial seringnya berakhir pada sebuah debat kusir tak berujung. Itu semua selain dikarenakan masing-masing dalam diri kita telah memiliki nilai yang dipegang teguh, juga karena kita berada pada sesat pikir atau logical fallacy. Sesat pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan disebabkan karena pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Sesat pikir terjadi karena kekeliruan menalar atau berargumen dan keyakinan yang salah. Hal tersebut terjadi ketika ide pemikiran kita sudah sesuai denga kaidah logika yang masuk akal, tetapi cara menyampaikannya atau alasan-alasan yang kita buat agak slipping dari kaidah logika. Seringnya, ada dua macam argumen yang salah dan sering dipraktekkan dalam bernalar, yaitu kekeliruan relevansi dan ambiguitas penalaran. 

Pada dasarnya, sumber-sumber pemikiran yang tidak logis datangnya adalah dari skeptisisme, sinisme dan naïve optimisme, narrow mindedness atau close minded, emosi, dan prasangka. Dalam berargumen, wajib bagi kita untuk menghindari argumen yang mengarah ke ranah pribadi, menanggapi suatu argumen pihak lain di luar konteks, tidak memiliki data yang memadai sehingga mengarahkan kita pada sebuah generalisasi, dan menggunakan pola pikir yang melingkar.

Untuk menghindari sesat pikir, khususnya kita sebagai mahasiswa sangat penting untuk mempelajari filsafat. Dalam filsafat, kita berpikir secara komprehensif, artinya filsafat memandang objek kajiannya dari sudut pandang totalitas (keseluruhan). Filsafat mencoba mengenali suatu hakikat atau isi dari segala sesuatu. Kemudian berpikir secara radikal, artinya filsafat selalu menggunakan daya kritisnya untuk dapat mengkaji suatu objek secara mendalam atau sampai ke akar-akarnya, tidak berhenti begitu saja dan tidak menerima secara dangkal. Lalu berpikir rasional, artinya seperangkat sistem kerangka berpikir yang mengacu pada argumen tertentu yang mengandung pemikiran logis, sistematis, dan kritis. Kemudian konseptual, koheren, atau konsisten, artinya berpikir berdasarkan pengalaman  dan fakta, berpegan pada kaidah-kaidah logika, dan tidak mengandung kontradiksi. Lalu berpikir secara sistematis, artinya berpikir yang saling berkaitan satu sama lain, runtut, sehingga membentuk satu pemikiran yang utuh. Kemudian yang terakhir adalah berpikir secara bebas, artinya bebas dari prasangka sosial dan kepentingan pribadi atau politik.

Pada intinya, dalam filsafat kita diajarkan untuk membentuk argumen secara sistematis dan kritis, mendalam, komprehensif, koheren, disusun secara konseptual, dan mengkomunikasikan pendapat secara efektif. Dengan berfilsafat, dapat membantu kita dalam berlogika, membantu kita dalam berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Filsafat mengajarkan kita untuk bersikap objektif, berani, dan radikal melalui berpikir benar, serta lepas dari prasangka dan emosi. Tentunya, dengan memaknai konsep filsafat, kita dapat menghindari sesat pikir atau logical fallacy dalam menyampaikan argumen khususnya dalam perdebatan di media sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun