Mohon tunggu...
Iin Indriyani
Iin Indriyani Mohon Tunggu... Novelis - Penikmat Keheningan

Penulis dan Buruh Migran Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ikatan Hati

8 April 2020   20:40 Diperbarui: 8 April 2020   20:44 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu berjalan cukup cepat. Tak terasa satu tahun aku bekerja pada Nenek Lin. Dalam setahun ini, belum banyak teman yang aku temukan. Dalam setahun ini pun, baru satu kali aku liburan. Itu pun pada hari besarku sebagai umat muslim yang jatuh bulan Juli kemarin. Nenek Lin tidak mengizinkan aku untuk liburan. 

Beliau tidak suka aku banyak teman. Awalnya aku tidak mempedulikan, hanya patuh pada beliau yang membayar tenagaku setiap bulan. Waktu luang kuhabiskan untuk menulis cerpen dan novel. 

Cerpen demi cerpen aku kirim ke radio, sebagian aku posting di jejaring sosial hingga ku bukukan menjadi sebuah novel. Aku promosikan dan aku jual. Tetapi, sebagai manusia biasa, rasa jenuh pun mulai tiba. Aku merasa lelah dengan keseharianku saat itu. Belum lagi masalah demi masalah mulai datang, emosi Nenek Lin mulai keluar di tahun ini. 

Pertengahan Desember ini, aku dituduh mencuri dua helai baju milik Nenek Lin.  Beliau marah sekali kepadaku. Padahal, kemana baju-baju itu, aku pun tak tahu. Selesai mencuci, menjemur hingga kering selalu aku letakkan di lemari.

 Dalam satu minggu, beliau tak menegurku sama sekali. Yang dilakukan hanya meluapkan amarah setiap hari. Bahkan, beliau mengancamku untuk mengembalikanku pada Agensi dan memotong gajiku sebagai ganti rugi. 

Kesabaran yang setahun ini aku pegang akhirnya runtuh juga. Entah kenapa hatiku merasa sakit sekali dituduh sebagai pencuri oleh orang yang aku sayangi. Padahal 1 NTD saja selalu aku kembalikan jika ada sisa kembalian setelah belanja. Peluh keringat selama aku dipekerjakan di kebun bisa hilang dengan cepat, akan tetapi kesabaran untukku bertahan kurasa tak lagi ada. Ketulusanku selama ini telah kalah oleh suasana. Aku nyaris melambaikan tangan seperti mereka.

Pertengahan Januari, anak dan menantu Nenek Lin berkumpul. Perseteruan antara aku dan beliau belum mereda. Nenek Lin sangat membenciku perihal dua buah baju yang hilang atau karena alasan lain, entahlah, aku pun tak tahu. 

Yang pasti, aku merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap beliau. Aku merasa hanya orang asing yang mengais rezeki di rumah ini. Sedang beliau yang membayarku setiap bulan, tak menginginkan aku lagi. Lantas, aku bisa apa?

Anak menantu beliau berusaha mendinginkan suasana. Mereka mengingatkan kembali pada ketiga pekerja sebelum aku yang pergi dari rumah ini. Alasannya? Tentu saja beliau takkan pernah lupa, tidak mudah mencari perawat lansia yang mau bekerja sebagai tukang kebun. 

Tidak mudah mencari perawat lansia yang mudah beradaptasi dengan karakter beliau yang begitu keras. Ya, Nenek Lin sangat keras. Beliau selalu melakukan apa pun yang beliau inginkan. Tidak suka diatur oleh siapa pun termasuk anak menantunya. Dan perdebatan pagi ini selesai dengan sebuah perjanjian,

"Beri waktu untuk kami sampai selesai Chinesse New Year, kami mohon. Jika kamu masih bisa bertahan, kami akan sangat berterima kasih. Tetapi jika kamu kukuh ingin pindah,..? Tolonglah, pikirkan kembali dengan matang. Atau kamu ingin minta libur setiap bulan? Atau dua kali dalam sebulan? Bicaralah, kami akan membantu membicarakan ini pada beliau." Wanita cantik yang kupanggil Loupan Niyang membujukku dengan lembut sekali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun