Mohon tunggu...
Iin Indriyani
Iin Indriyani Mohon Tunggu... Novelis - Penikmat Keheningan

Penulis dan Buruh Migran Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ikatan Hati

8 April 2020   20:40 Diperbarui: 8 April 2020   20:44 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajah-wajah yang kemarin tersenyum hari ini melelehkan airmata. Tawa yang kemarin masih pecah hari ini tak lagi ada. Wajah-wajah itu sembab. Sebagian mengusap kacamata dengan tisu yang telah basah. Sebagian lagi sibuk menyiapkan keperluan untuk upacara penting yang tak terduga. 

Rumah besar dengan halaman luas tampak mati dengan terpasangnya tenda warna-warni. Tenda perwakilan banyak hati yang sedang merayakan kehilangan. Makna sebuah kepedihan hati yang sangat mendalam. Hadirku yang selalu mereka sambut hari itu terabaikan. 

Semuanya sibuk. Sibuk dengan gencatan hati yang memedih. Bagaimana mungkin dinginnya hati dapat mereda oleh penghangat yang telah tiada? Bagaimana mungkin dapat memanggil mentari untuk datang ketika senja telah tiba?

Desember 2016,

Angin berembus kencang. Gemulai daun dari pepohonan temani suasana hatiku sore itu. Di perkebunan yang berada di depan rumah majikanku. Udara begitu menusuk, dingin menggigit. Dua mantel membungkus tubuh dengan rapat. 

Tetapi angin tetap menyusup ke dalam kulit. Musim dingin berada pada puncaknya. Pun hirau akan rintihan hati yang tersembunyi dari balik wajahku. Tak ada kesempatan untuk protes kepada siapa pun, termasuk kepada alam. 

Keluh kesah hanya jadi bayangan yang mengendap hingga malam tiba. Aku menghela napas panjang, sedikit berat kurasa di kerongkongan. Aku menoleh ke arah Nenek Lin yang duduk di depanku. 

Kulit-kulit jagung yang baru saja dipanen, beliau kupas satu persatu. Wajahnya yang keriput tak menampakkan rasa senang atau pun sedih, diam menunduk. Hanya sesekali bergumam, ada sedikit kepuasan akan panen tahun ini.

Ini tahun pertama kuinjakkan kaki di rumah Nenek Lin. Rumah yang berdiri di tengah pedesaan asri di pelosok Kabupaten Changhua nan jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. 

Rumah itu berbentuk persegi panjang dengan sembilan ruangan. Satu ruang tamu dan sembahyangan, lima kamar tidur bersebelahan, dapur dan kamar mandi yang berada di bagian belakang. Di samping rumah sebelah kiri ada gudang besar yang dulu digunakan sebagai produksi sayuran. 

Sebelah kanan terdapat kandang cukup luas untuk beternak unggas-unggasan. Gudang dan kandang itu tak lagi beroperasi. Fungsi keduanya hanya jadi pajangan mata. Di bagian depan rumah ada taman dengan rumput sintetis yang menghijau. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun