"Kenapa tidak dibaca, Pak Ammar?"
Ammar tersenyum simpul. Namun tak membalas pertanyaan murid terdekatnya itu. Dari belakang Asyifa, seorang murid laki-laki tampak memperhatikan keduanya dengan heran. Dia Aziz, murid humoris dan juga konyol yang menjadi pusat lelucon di kelas itu. Ia menyentuh pundak Asyifa, isyarat akan surat yang barusan Ammar simpan di dalam laci. Namun, gadis remaja bertahi lalat di bawah mata sebelah kiri itu tak merespon pertanyaannya.
"Asy, surat dari siapa sih?"
"Kamu kepo terus ah, itu kan bukan urusan kita."
"Tapi kayaknya kamu tahu siapa pengirimnya, Asy."
"Memang aku tahu, emang kenapa?"
"Kasih tau dong!"
"Nggak!"
"Pelit kamu Asy!!" Bocah berambut cepak itu mengusungkan bibirnya.
"Ada apa Aziz? Kenapa kamu berisik sekali?" Ammar menegur.
Semua murid terfokus pada Aziz. Sedangkan bocah itu tak menjawab pertanyaan Ammar. Ia malah melayangkan tatapan sinis kepada Asyifa. Asyifa tersenyum kecil sambil menutup mulut dengan telapak tangannya. Keadaan kelas menjadi tegang. Ammar berusaha mencerna apa yang disembunyikan oleh kedua muridnya itu. Dengan lembut ia mendekat ke meja Aziz. Wajahnya yang teduh langsung tersenyum manis sebelum melontarkan pertanyaan yang sama kepadanya.