Mohon tunggu...
Sri Purwatik
Sri Purwatik Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S1 Teknik Geodesi Undip Angkatan 2010...\r\nMulai belajar untuk memantaskan diri dihadapanNya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Resensi Buku "Berjalan di Atas Cahaya" (Kisah 99 Cahaya di Langit Eropa)

28 April 2013   13:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:29 3779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RESENSI NOVEL “Berjalan di Atas Cahaya”

Judul Novel                 : Berjalan diatas Cahaya (Kisah 99 Cahaya dilangit Eropa)

Pengarang                   : Hanum Salsabiela Rais, dkk

Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tahun Terbit                : 2013

Jumlah Halaman          : 210 Halaman

[caption id="attachment_240537" align="aligncenter" width="300" caption="BDAC"][/caption]

Investasi berharga dalam sebuah kehidupan tak hanya bernilai investasi materi. Investasi social adalah salah satu nilai penghubung antar setiap insan yang memiliki keyakinan. Dimana keyakinan seseorang yang menganggap tak ada istilah “orang gak penting”, karena setiap orang adalah orang penting dan memiliki peranan masing-masing dalam kehidupan.

Setiap mereka adalah jalan keluar. Satu demi satu dari mereka adalah jembatan-jembatan untuk mengarungi perjalanan. Mereka adalah malaikat-malaikat Tuhan yang Dia kirim untuk kita. tak peduli darimana mereka berasal. Yang kita kenal jauh sebelum kita sadar bahwa kita mengenalnya. Networking yang baik dan terus terjaga adalah salah satu tabungan investasi social dalam mengarungi perjalanan hingga berjumpa dengan batas waktu kita masing-masing.

Tangis haru saya meledak ketika saya membaca setiap rangkaian kata yang tersusun menyiratkan banyak pelajaran dan makna. Ditengah perbedaan dimensi kehidupan didunia ini, hanya satu yang mampu mnguatkan hati. KEYAKINAN. Setiap muslim harus mampu menggenggam erat iman mereka ditengah-tengah sekulerisme Eropa. Inilah nasib kaum minoritas di Eropa yang tercermin dalam buku ini. Ketika satu titik kepercayaan dipertaruhkan dengan tuntutan keduniawian, maka hanya TEKAD mempertahankan IMAN-lah yang menjadi kekuatan.

“Dalam ajaran Islam, kita belajar ilmu Tauhid dan Birulwalidain. Bagaimana bila ketika kepercayaan beragama kita berbeda dengan orangtua ? Ketika Tuhan datang dengan hidayah Islam kepada orang-orang terpilih ? Pada saat yang sama Tuhan mewajibkan kita untuk menghormati dan menghargai orangtua kita meski berbeda pegangan hidup ?”. Buku ini memberikan satu solusi jawaban indah yang pernah saya baca. Pelajaran hidup dari seorang Markus, mualaf di desa Neerach yang menikah dengan muslimah asal Singapura.  Dia terlahir dari seorang ibu penginjil yang terhormat. Dia sendiri didaulat menjadi seorang uztad diantara orang-orang Islam. Cita-cita terbesar dia saat ini adalah pergi haji, namun dia masih akan terus mencium kaki ibunya setiap saat dia menyambangi ibunya. Terkadang bagi kita yang telah terlahir dalam Islam, dalam keluarga lingkungan Islam yang utuh kita mungkin tak sadar bahwa itulah anugrah besar yang Allah berikan kepada kita, sebagai jalan untuk meraih cahaya syurgaNya.

Keajaiban dari Allah itu sudah banyaklah yang terjadi. Allah Maha Melihat setiap usaha makhlukNya dalam berikhtiar. Semua keinginan dan harapan itu harus diusahakan dulu, lalu biarkan Dia yang mencarikan jalan keluar terindah untuk kita lalui dalam meraih pencapaian itu. Penulis menceritakan, hidup di Negara Barat tidak semudah hidup ditengah mayoritas keislaman. Keyakinan para agen Muslim di Benua Biru sangatlah kuat. Dengan berbekal “Dengan alasan Allah sebagai Rabb-ku”, para agen Muslim ini tak gentar melangkah dan selalu istiqomah merajut keimanan mereka. Sungguh malu rasanya, bagi kita yang berada ditengah kaum mayoritas ini kalah berikhtiar dalam urusan ke-istiqomahan dalam menggenggam erat islam.

Ketika semua menjadi mungkin. Allah takkan begitu saja melepaskan kita dalam dimensi baru kehidupan. Dialah Maha Petunjuk jalan terindah dalam hidup. Kepercayaan dan iman, bahwa Allah lebih dekat daripada urat nadi kita sendiri. Dia lebih tahu dariapa yang kita ketahui. Tangisan kerinduan saya semakin tercucur deras, ketika membaca epilog buku ini. Hati ini semakin merasakan kerinduan teramat besar kepada Masjidil Haram, sungguh Rumah Allah yang selalu dinantikan untuk bisa mengunjunginya dengan penuh ketulusan doa. Bukan uanglah yang menjadi modal utama untuk kesana, tapi keyakinan yang kuatlah yang menjadikan modal terbesar kita. Keyakinan, bahwa Allah akan mengundang kita ke RumahNya…. Undang kami Ya Robby… Kami yang ingin terus berjalan diatas cahaya, untuk memetik cahaya yang lebih terang dan indah…. CAHAYA SYURGA-MU

[caption id="attachment_240536" align="aligncenter" width="300" caption="BDAC"]

13671311321714597375
13671311321714597375
[/caption] ( Sri Purwatik )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun