Mohon tunggu...
Iik Nurulpaik
Iik Nurulpaik Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Akademisi, Pemerhati Pembangunan Bangsa

Edukasi jalan literasi peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanah Papua, Freeport dan Kerusakan Lingkungan

7 Desember 2022   20:42 Diperbarui: 8 Desember 2022   10:20 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fenomena yang terjadi di pertambangan Freeport, Papua, menjadi mengemuka setelah terkuak fenomena kerusakan alam, keterpurukan masyarakat setempat dibawah kendali kekuatan kapitalis asing. Selama ini barangkali terlalu banyak yang di tutupi sehingga tak banyak yang bisa diketahui oleh publik.

Kini setelah peristiwa kerusuhan terjadi dan berbuntut jadi masalah sosial politik, membuat mata banyak pihak terbelalak. Betapa tidak, kerusakan alam akibat penambangan raksasa yang amat eksploitatif, rakus dan serakah, telah dipertontonkan oleh sekelompok manusia.

Ribuan hektar alam papua yang selama ini menjadi tumpuan penghidupan penduduk dan beragam ekosistem lainnya secara meyakinkan dihadapkan pada kondisi yang semakin rusak. Sungai-sungai teracuni oleh limbah pertambangan yang hebat.

Ironisnya kekayaan emas yang ditambang diangkut dengan serakah ke negeri orang, Amerika Serikat, yang telah nyata-nyata perusak dan pencuri yang berkedok kerjasama, padahal yang sebenarnya kerakusan dan kepongahan kapitalis.

Dulu, tanah Papua pernah dipuji oleh para ilmuwam dunia, diantaranya ahli botani dari Jerman, Profesor Grzimenk (1970), dia menyatakan kekhawatirannya terhadap kerusakan alam di berbagai belahan dunia akibat ekploitasi yang tak terkendali.

Dalam menggambarkan kerusakan alam akibat nafsu eksploitasi manusia, pada waktu itu ia menulis: sekarang tinggal daerah tropika Papua, wilayah Papua Newgini, lembah Amazone dan daerah sekitar kutub, gurun-gurun dan puncak-puncak pegunungan tinggi saja yang belum rusak. Diluar itu rasa-rasanya tak ada tempat lagi di bumi kita bagi hewan. Kini kiranya tanah Papuapun sudah sedang mengalami pengrusakan lingkungan alam yang hebat dan mengkhawatirkan.

Pada tahun 1848, ahli botani, Junghun, pernah pula memuji keagungan alam Jawa, ia mengekspresikan kekagumannya .......dibawah kerimbunan pohon-pohon beringin liar bermainlah dengan gesit dan riangnya jenis-jenis kera, burung dan tupai.

Mereka giat mencari makan untuk kemudian dimakan oleh berbagai jenis kucing hutan dan harimau. Cukup banyaknya rumput bagi berbagai jenis rusa dan melimpahnya alang-alang yang akar-akarnya dapat dimakan oleh babi hutan, semuanya itu ikut meyemarakan alam. Belum lagi kehadiran burung-burung merak yang selain makan buah-buahan juga giat memanfaatkan cacing-cacing yang berkeruwlan di bangkai-bangkai hewan yang diterkam oleh harimau.

Di jaman Junghun hampi 160 tahun lalu manusia masih dapat mengagumi alam yang agung dan murah dengan memakai ungkapan-ungkapan yang berjiwa pantestis. Tetapi sekarang dalam situasi makin ciutnya ruang hidup bagi makhluk, iklim semakin panas, makanan di alam semakin sulit diperoleh karena alamnya sudah rusak.

Demi kelestarian dirinya manusia memusnahkan alam beserta isinya yang merupakan partnernya secara ekologis. Masihkah manusia tahu dan sadar akan pentingnya menjaga keseimbangan alam untuk kelangsungan hidupnya. Barangkali manusia sudah melupakannya, karena hawa napsunya.

Freeport hanyalah sedikit contoh kerakusan dan keangkuhan manusia dimuka bumi. Apakah manusia sudah lupa bahwa alam ini diciptakan Tuhan bukan semata-mata untuk dirinya. Apa manusia lupa bahwa diluar dirinya ada  makhluk Tuhan lainnya yang sama-sama memiliki hak untuk hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun