Mohon tunggu...
Ihza Razan Pratisara
Ihza Razan Pratisara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya kini adalah seorang mahasiswa, dan saya memiliki ketertarikan terhadap bidang seni, sinematografi, sosial, bisnis, dan psikologis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Merokok: Sudah Tahu Berbahaya, Lalu Mengapa Masih Dicoba?

22 Juni 2022   14:22 Diperbarui: 22 Juni 2022   14:39 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Negara pengecap asap

Sudah bukan rahasia lagi bahwa negara kita Indonesia ini merupakan negara dengan tingkat perokok paling tinggi di Asia. Hingga pada akhir tahun 2021, pada kurun waktu 10 tahun saja jumlah perokok di Indonesia telah mengalami peningkatan sebanyak 8,8 juta orang sejak 2011 dengan total 69,1 juta perokok dari yang semula berada pada angka 60,3 juta perokok. 

Tidak hanya itu, menurut statista.com Indonesia menyumbang 8% dari jumlah perokok yang ada dunia dan menduduki peringkat 3 jumlah perokok yang ada di dunia. Dengan data yang ada tersebut, tidak heran mengapa kita mudah sekali menemukan perokok di sekitar kita baik itu laki-laki. 

Perempuan, dewasa, remaja, bahkan anak-anak. Tren merokok yang ada di Indonesia seakan-akan seperti wabah yang mudah menyebar hingga dianggap lumrah. Lalu, apa yang membuat mereka tetap merokok meskipun tahu akan dampaknya dan telah dilakukan berbagai macam sosialisasi tentang rokok?

Alasan merokok

Umumnya alasan perokok untuk mulai atau tetap mengonsumsi rokok adalah untuk menghilangkan stres ataupun mengurangi beban fikiran. Sebagian perokok memulai mengonsumsi rokok ketika sedang terlibat masalah, berada di lingkungan yang buruk, ataupun sedang berada dalam tekanan yang hebat. Rokok yang mengandung zat nikotin ini dijadikan sebagai salah satu sarana rekreasi atau menenangkan diri. Lalu apakah benar rokok dan kandungannya bisa menghilangkan stres?

Berbagai studi telah dilakukan untuk membuktikan apakah merokok dapat mengurangi stress. Contohnya adalah studi yang dilakukan di Kyushu University, Jepang dengan memanfaatkan gelombang otak untuk membuktikan kondisi perokok saat mengonsumsi rokok. 

Meskipun terjadi penurunan rangsangan pada otak ketika dihadapi kondisi atau ingatan yang memicu stres, studi lain membuktikan bahwa hal tersebut hanya berlangsung sementara. 

Terlebih lagi, studi lain juga membuktikan bahwa rasa hilangnya stres sementara itu disebabkan karena kepuasan otak atas keinginan nikotin yang disebabkan kecancuan sudah terpenuhi. Setelah rasa itu terpenuhi, seorang perokok mungkin dapat kembali merasakan stres. Jadi, ungkapan merokok dapat menghilangkan stres tidak sepenuhnya benar.

Selain untuk menghilangkan stres, merokok juga digunakan sebagai sarana untuk bersosialisasi. Lingkungan di Indonesia yang lekat dengan perokok dan aksesnya yang mudah membuat pola sosialiasi yang lekat dengan aktivitas merokok pula. 

Tidak hanya itu, tidak jarang bahwa merokok juga dipandang sebagai tolak ukur keberanian seseorang ataupun sebagai cara membuat kesan bahwa seseorang itu keren. Lingkungan seperti sangat berpengaruh khususnya bagi kalangan remaja sehingga mereka mulai mengonsumsi rokok. 

Umur remaja sangat rentan karena dapat dibilang masih labil dan mudah dipengaruhi. Masa remaja juga merupakan masa mencari jati diri sehingga validasi yang didapat dari orang lain akan terasa berharga bagi seorang remaja. Tekanan dari lingkungan pertemanan yang terpapar rokok adalah contoh mudah bagaimana seorang remaja sangat rentan terpengaruh oleh lingkungannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun