Mohon tunggu...
Ihsan Natakusumah
Ihsan Natakusumah Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Laku urip
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berbuat Baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinamika Kebijakan Jokowi dan Tingkat Elektabilitasnya yang Relatif Stabil

10 Oktober 2018   12:29 Diperbarui: 10 Oktober 2018   12:47 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mendekati masa pemilihan, tren tingkat keterpilihan (elektabilitas)  Presiden Joko Widodo semakin tak terkejar. Elektabilitas Jokowi relatif  stabil dengan jarak yang terpaut jauh dengan pesaingnya, Prabowo  Subianto.

Namun, harus diwaspadai batu sandungan yang bisa membuatnya kalah, yakni  'blunder' kebijakan. Sebab itu bisa mengalihkan dukungan dari swing  voters.

Blunder kebijakan diyakini oleh sejumlah pengamat bisa membawa  malapetaka bagi petahana. Blunder di sini diartikan bila pemerintah  melakukan kesalahan yang sangat fatal.

Menurut Direktur Eksekutif Populi Centre, Usep S Ahyar, terdapat  blunder-blunder kebijakan yang pernah dilakukan oleh Presiden Jokowi  selama memimpin, di antaranya adalah pembubaran HTI, pelarangan gerakan  #2019GantiPresiden di sejumlah daerah, kasus Rizieq Shihab, dan  lambatnya penanganan kasus Novel Baswedan. Dalam pandangannya, Presiden  Jokowi dapat rapor buruk dalam penegakan hukum.

Tak sependapat dengan Usep, peneliti dari SMRC Sirojudin Abbas memiliki  pandangan lain. Menurutnya, hal-hal di atas tidak bisa dikatakan blunder  yang dapat menggerus elektabilitas (kedipilihan) Jokowi. Sebab, hal-hal  di atas merupakan bagian dari kebijakan yang masih bisa dijelaskan  dasarnya.

Blunder bisa punya efek negatif jika lebih substantif dan berasosiasi  langsung dengan yang bersangkutan. Seperti misalnya, jika Jokowi atau  Ma'ruf Amin mengeluarkan pernyataan yang menyinggung kelompok tertentu  dan tidak disertai data empirik. Atau, mereka terbukti melakukan sesuatu  yang melanggar norma dan susila.

Beberapa kebijakan di atas juga perlu dipertimbangkan lagi jika ingin  disebut blunder. Misalnya, soal pembubaran HTI, hal itu pada dasarnya  diambil untuk menciptakan stabilitas nasional.

Kebijakan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan menciptakan  stabilitas. Lagipula, pembubaran HTI juga atas pertimbangan banyak  kalangan, termasuk ormas Islam besar seperti Muhammadiyah dan NU.

Terlepas dari pandangan soal blunder kebijakan di atas, faktanya  Presiden Jokowi memiliki konsistensi unggul di semua hasil survei yang  digelar oleh 4 lembaga. Bahkan Presiden Jokowi diprediksi bakal menang  telak.

Survei SMRC menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin 60,4 persen,  sedangkan Prabowo-Sandi hanya 29,8 persen. LSI Denny JA merilis hasil  survei, dimana Presiden Jokowi memiliki elektabilitas 52,2 persen.

Kemudian, hasil penelitian terbaru lembaga survei Indikator menunjukkan  tingkat elektabilitas Jokowi-Ma'ruf mencapai 57,7 persen, sedangkan  Prabowo-Sandi 32,3 persen. Dan, Alvara Research Center mengunggulkan  elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dengan 53,63 persen dibanding Prabowo  Subianto-Sandiaga Uno 35,2 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun