Setelah lama tak terdengar, Persaudaraan Alumni (PA) 212 akan kembali menggelar aksi pada Jumat (6/7) mendatang.
Aksi yang bertajuk 'Ummat Bersatu Tegakkan Keadilan' itu akan menuntut  dibatalkannya kebijakan polisi sebagai Pj. kepala daerah dan  penyelesaian kasus hukum sejumlah tokoh.
Adapun tuntutan massa aksi adalah penolakan Plt Gubernur Jabar,  pengusutan kasus e-KTP, penolakan SP3 kasus Sukmawati, pengusutan kasus  Victor Laiskodat, penangkapan Ade Armando, dan penangkapan Cornelis.  Selain itu, massa menuntut pembebasan Alfian Tanjung.
Aksi itu akan digelar di kantor Kementerian Dalam Negeri dan Bareskrim,  Jakarta Pusat. Sebelum aksi digelar, massa akan melaksanakan salat Jumat  di Masjid Istiqlal.
Dari seruan aksi tersebut kita sudah tahu bahwa tak ada niat tulus PA  212 dalam aksi massa itu. Semuanya hanya berdasarkan kepentingan politik  yang sedang mereka mainkan.
Hal itu terbukti dari sejumlah tuntutannya yang tidak masuk akal dan seolah mengada-ada.
Aksi demonstrasi yang digelar itu pun diduga kuat hanya dilatarbelakangi  oleh kepentingan untuk menjaga eksistensi PA 212 di hadapan masyarakat.  Mengingat organ tersebut sudah mulai kehilangan pamor dan dilupakan  masyarakat.
PA 212 sendiri selama ini dikenal sebagai kelompok yang kerap membuat  kegaduhan di masyarakat. Mereka sering menyebarkan isu dan informasi  yang sesat karena telah dipelintir. Akibatnya banyak orang yang salah  persepsi atas suatu hal.
Dari adanya aksi massa yang digelar PA 212 itu situasi menjadi tidak  kondusif karena menganggu aktivitas warga lain. Di sisi lain juga  menguras energi aparat keamanan untuk mengamankan aksi yang tidak jelas  juntrungannya dan manfaatnya itu.
PA 212 sendiri sebenarnya bisa dibilang sebagai penakut dan terkesan  'cupu'. Karena mereka beraninya hanya keroyokan dan mengundang massa  luas dengan provokasi untuk menyuarakan suatu isu.
Dilihat dari tuntutannya mereka terlihat sangat ingin menang sendiri.  Seolah negara ini hanya milik mereka sendiri. Pandangan mereka buta sama  sekali terkait dengan perbedaan pandangan dan cara bijak menyikapinya.