Mohon tunggu...
Ihsan Jaya
Ihsan Jaya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Indonesia lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tentang Politik di Indonesia

10 Maret 2019   03:32 Diperbarui: 10 Maret 2019   03:35 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan lebih dari 17.000 pulau di dalamnya, dan dengan 2 samudera yang mengelilinginya. Serta berbagai suku dan bahasa yang ada dari sabang sampai merauke. Indonesia yang sistem pemerintahannya republik presidential, telah merdeka  sejak 1945. Telah melewati 3 orde masa pemerintahan, telah dipimpin oleh 7 presiden. Walaupun telah lama merdeka, tapi kenyataanya sungguh berbeda. Harapan masyarakat Indonesia yang bisa hidup makmur di tanah air sendiri belum tercapai sepenuhnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan tingkat ekonomi warga indo nesia yang mayoritas masih menengah ke bawah, sulitnya lapangan kerja, meroketnya harganya bahan-bahan pokok, dan sebagainya.

Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi aparatur pemerintah. Sejak hangat-hangatnya pesta demokrasi mulai akhir penghujung tahun 2018. Para caleg mulai gencar-gencarnya berkampanye di desa-desa, dengan bermodal kata-kata manis dan janji-janji palsu mereka. Bahkan demi melancarkan aksi kampanye, mereka rela mengeluarkan banyak biaya. 

Jika menang dalam pemilu 2019 mereka akan berpesta pora, namun jika kalah, tinggal kesedihan dan ratapan air mata menangisi hutang-hutang di bank sebagai biaya kampanye yang tiada hasilnya. Bahkan saking tidak kuatnya membayar hutang, banyak para mantan calon legislatif sampai menjual harta bendanya hingga tak bersisa, bahkan ada yang sampai bunuh diri. Ini menandakan sistem politik di Indonesia yang tidak berkprimanusiaan, sehinga dapat merugikan orang lain bahkan menghilangkan nyawa mereka.

Indonesia pada saat ini sedang berlangsung sebuah sistem politik yang di sebut dengan mass-based politics (politik berbasis massa). Dan di Indonesia sendiri untuk mengumpulkan massa bukanlah suatu hal yang mudah. Massa akan berkumpul dengan adanya imbalan materi. Hal ini menyebabkan para calon legislatif yang berkampanye harus memberikan royalitas mereka kepada massanya. Dan itupun tidak pasti mereka yang memberi royalitasnya menang, ada dari sebagian massa yang mengambil untung saja pada masa-masa pesta demokrasi. Selain itu jika sang calon legislatif menang,maka akan ada politik balas dendam, merekan akan berusaha bagaimanapun caranya untuk balik modal uang saat kampanye. Mereka akan menggelapkan uang rakyat, mengambil hak rakyat, korupsi, serta ,sedikit dari janji-janji mereka yang di tepati. Hal ini menyebabkan peran mereka sebagai penyambung lidah rakyat menjadi hal fiktif belaka.

 Pada masa awal orde reformasi (massa pemerintahan BJ. Habibie dan Gus Dur) sebenarnya Indonesia sudah menerapkan suatu sistem politik yang sangat bagus. Knowledge-based politics (politik berbasis ilmu) dalam artian bahwasannya, barang siapa yang paling berilmu diantara calon legislatif maka dia berhak mendapat posisi di pemerintahan. 

Hal ini dapat mengurangi kecurangan-kecurangan saat pesta demokrasi, tidak ada kampanye yang menghambur-hamburkan uang, tidak ada spanduk-spanduk, baliho, pamflet yang berterbaran di pinggir jalan, dan tentuya lebih ekonomis serta dapat mengurangi pencemaran limbah pasca pemilu. Dan juga sistem politik ini efektif dalam mengurangi kemungkinan korupsi, sebab biaya kampanye yang murah, tidak akan menimbulkan politik balas dendam setelah sang calon legislatif terpilih. 

Hal ini pernah terjadi saat masa pemerintahan BJ. Habibie. Pada saat itu beliau adalah orang yang paling cerdas di Indonesia, saat Soeharto dilengserkan dari jabatannya maka beliau selaku wakil presiden saat itu yang maju menduduki kursi kepresidenan republik Indonesia. Namun sangat disayangkan, saat orang yang paling cerdas mempimpin malah justru dianggap sebagai produk anakan pemerintahan masa sebelumnya. 

Kemudian berlanjut pada masa pemerintahan presiden KH. Abdurrahman Wahid (sapaan akrabnya Gus Dur). Pada masa ini pula terjadi sistem knowledge-based politics. Dimana dalam pengakuannya Gus Dur saat di tanyai mengenai biaya kampanye beliau menjawab "saya tidak pernah kampanye, saya hanya sering mengisi pengajian dimana-mana". Hal ini membuktikan bahwa tanpa kampanye pun seorang calon legislatif bisa terpilih untuk menduduki jabatannya.

Gus Dur sebagai penggiat ilmu, sebagai guru bangsa, sebagai bapak pluralisme yang menyatukan ummat dari berbagai agama untuk menyatukan Indonesia, layak terpilih sebagai presiden republik Indonesia. Namun dalam menjalani pemerintahannya tidaklah berjalan mulus. Banyak dari berbagai pihak yang tidak suka dengan beliau. Banyak di hina sebagai presiden yang buta tidak menyurutkan semangat beliau untuk mengawal Indonesia lebih maju kedepannya. 

Hinnga pada akhirnya beliau harus lengser, di karenakan kasus yang sebenarnya hanya tipu muslihat Amien Rais yang menjatuhkannya. Bahkan pada masa akan lengsernya beliau tetap santai saja tidak khawatir dan gelisah. Pada saat beliau keluar dari istana Negara hanya memakai celana boxer saja dan para wartawan mengerumuni dan bertanya "mengapa anda hanya memakai boxer saja gus ?"  "saya memakai boxer supaya tidak di kenali kalau saya adalah presiden Indonesia" jawab gusdur. Dan dalam perkataanya beliau juga menyebutkan "Amien Rais hanya akan menjadi sampah politik" hal ini terbukti dengan adanya Amien Rais yang tidak pernah menjadi tokoh utama dalam setiap pemilu.

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun