Mohon tunggu...
Ihsan Ayyasy
Ihsan Ayyasy Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Ecologist

Aktif Mendalami Politik Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Melihat Orientalisme Minoritas dan Solusinya di Indonesia

3 April 2016   20:53 Diperbarui: 3 April 2016   21:08 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Eksklusifisme pendatang yang terjadi ini kemudian memerkuat stereotype dan orientasi yang terjadi terhadap pendatang. Dominansi mayoritas pribumi ditambah dengan eksklusifisme yang dilakukan pendatang menjadikan orientalisme terhadap pendatang ini lengkap sudah. Dengan eksklusifisme yang dilakukan etnis tionghoa terhadap indonesia maka golongan pendataang ini akan selalu berbeda, dan sudah tentu konsep kewarganegraan, nasionalisme indonesia, bela negara tidak akan masuk apalagi sesuai dengan pendatang. Lalu bagaimanakah kita menanggapi hal ini? Bagaimana mengembalikan kondisi identitas sebagai Indonesia seutuhnya?

            Diskriminasi terhadap minoritas etnis tionghoa sudah terjadi sejak era orde lama. Seperti pada  PP No.10 /1959 yang isinya menetapkan bahwa semua usaha dagang kecil milik orang asing di tingkat desa tidak diberi izin lagi setelah 31 desember 1959. Kebijakan ini ditujukan pada masyarakat tionghoa dan kemudian mengakibatkan lebih dari 100.000 tionghoa meninggalkan indonesia (Nyoman Nikki: 2012). Kebijakan ini menunjukkan orientalisme yang dilakukan pribumi terhadap pendatang terlebih hal ini dilakukan oleh pemerintah. Namun kebijakan diskriminatif ini tidak separah atau belum separah yang dilakukan orde baru.

 Pada era orde baru tercatat lebih dari delapan pertaturan perundang-undangan yang diskriminatif dan rasialis. Dalam kebijakan tersebut terdapat aturan seperti. Mengeluarkan kebijakan penandaan khusus pada Kartu Tanda Penduduk. Tidak bolehnya warga etnis Tionghoa menjadi pegawai negeri serta tentara, dan pelarangan warga etnis Tionghoa untuk memiliki tanah di pedesaan. Selain itu orde baru juga mengelurakan Aturan penggantian nama yang harus memakai nama indonesia. 

Melarang segala bentuk penerbitan dengan bahasa serta aksara Cina. Membatasi kegiatan-kegiatan keagamaan hanya dalam keluarga. Tidak mengizinkan pagelaran dalam perayaan hari raya tradisional Tionghoa di muka umum. Melarang sekolah-sekolah Tionghoa dan menganjurkan anak-anak Tionghoa untuk masuk ke sekolah umum negeri atau swasta (Nyoman Nikki: 2012). 

            Solusi terhadap orientalisme dan diskriminasi ini dilakukan pada era reformasi seperti pada era presiden Abdurahman Wahid dan Susilo bambang Yudhoyono. Dengan kebijakan seperti pengakuan etnis, pengakuan hari raya, perubahan penyebutan istilah golongan dalam media maupun penulisan resmi serta berbagai kebijakan lainnya yang menghilangkan diskriminasi dan mengurangi gap orientalisme.

            Namun secara umum untuk menanggapi permasalahan pendatang ini kita bisa meminjam konsep multicultural citizenship dari Will Kymlicka. Will dalam kuliah umumnya  menyatakan bahwa dunia setelah abad ke-20 ini adalah masa migrasi atau the age of migration. Akhir abad ke-20 dan di abad ke-21 ini adalah masa dimana negara-negara didunia kedatangan imigran. Imigran atau pendatang ini sedikit banyak akan membawa permasalahan pada negara yang didatangi.

 Maka dari itu negara yang memiliki pendatang harus menetapkan beberapa kebijakan tertentu. Secara natural menurut will kelompok pendatang dalam suatu negara akan selalu ditempatkan ditempat terbawah dalam penerimaan hak sebagai warga negara, hal yang sama terjadi di indonesia pada era orde lama dan orde baru. Hal demikian terjadi karena di indonesia masih berada pada tahap peralihan penerimaan pendatang dimana negara masih menganggap pendatang sebagai beban bagi pemerintah maupun kepentingan tidak sejalan. Menurut Will untuk mengatasi permasalahan pendatang disuatu negara dapat dilakukan dengan dua cara.

            Pertama dengan integrasi sipil yang koersif, pendatang dipaksa untuk menjadi bagian dari masyarakat negara tersebut. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan paksaan juga bagi pribumi untuk menerima pendatang sebagai bagia dari mereka. Namun metode pertama ini menurut will juga dipertanyakan efektifitasnya, karena sifatnya yang paksaan.

            Kedua adalah dengan memberikan kebebasan terhadap pendatang untuk mengekspresikan dirinya sebagai bagian dari negara yang didatangi. Cara ini sebenarnya adalah memaksa namun dengan cara yang bebas. Imigran dituntut untuk menunjukkan partisipasinya, loyalitasnya terhadap negara yang didatangi dengan cara memberikan kontribusi umum bagi negara tersebut. Sama halnya dengan golongan etnis lain yang memberikan kontribusi baik sosial maupun ekonomi terhadap kepentingan umum dan bukan hanya kepentingan golongannya.

            Jika merujuk terhadap permasalahan etnis tionghoa di indonesia maka yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini adalah opsi kedua tersebut. Dengan membuka peluang bagi golongan pendatang untuk berkontribusi dan menunjukkan dirinya sebagai bagian dari negara maka hal tersebut akan memperkecil jurang orientalisme antar pribumi dan pendatang. Tentu hal ini bukan sesuatu yang mudah, mungkin memang terkesan mudah dengan membiarkan untuk membuktikan menjadi bagian dari indonesia. Tetapi atas bukti apa dan teknis yang bagaimana dapat menunjukkan bahwa kelompok pendatang menjadikan dirinya sebagai warga negara dan bagian dari indonesia. Pada akhirnya untuk menghilangkan orientalisme terhadap pendatang bukanlah hal yang mudah dan butuh perhatian yang serius untuk menciptakan ke-bhineka-an yang benar-benar tunggal ika.

         

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun