Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dakshina untuk Guru Drona

24 Mei 2014   01:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:11 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14008434182087493257

[caption id="attachment_325263" align="aligncenter" width="300" caption="Guru Drona, Guru Pandawa dan Kurawa (www.tellychakkar.com)"][/caption]

Sore itu, di Balairung Kerajaan Hastinapura akan terjadi peristiwa penting yang menentukan masa depan kerajaan wangsa kuru itu. Saat itu, mereka layaknya tengah menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang agenda utamanya adalah untuk menentukan Pangeran Mahkota. Dalam event tersebut, ada dua kubu pangeran, yang sama-sama merasa berhak menduduki tahta Hastinapura.

Satu kubu disebut Kurawa, isinya anak-anak Raja Destrarata dengan Duryudhana sebagai jagoanya. Satu pihak adalah Pandawa dengan Yudhistira yang digadang-gadang menjadi pangeran Mahkota. Kedua kubu, laiknya pertarungan capres-cawapres dalam pilpres yang tengah berlangsung saat ini, sama-sama memiliki pendukung. Dua-duanya pun beradu strategi untuk menjadikan jagoannya sebagai juara dan meraih mahkota.

Kurawa layaknya sebuah 'koalisi gendut' yang terdiri dari 100 anak-anak Raja Hastina yang bertahta saat itu, Destrarata. Mereka dipimpin oleh Duryodhana anak tertua dan bertindak sebagai ahli strateginya, Sangkuni, paman mereka. Sangkuni adalah ahli siasat yang licik, jahat dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Koalisi ini disokong oleh Karna, ksatria galau yang sudah dibelit hutang budi dan Aswatama anak Guru Drona, pendeta yang haus kekuasaan.

Koalisi satunya adalah Pandawa yang berisi lima anak-anak Pandu Dewanata. Jika dilihat dari jumlahnya saja sudah tak sebanding. Ditambah lagi, Yudhistira adalah pangeran yang sifatnya selalu mengalah dan tidak terlalu ambisius. Bima yang terkuat dikenal berangasan dan mengedepankan amarah. Andalan mereka adalah Arjuna dengan kemampuan diplomasi dan olah tandingnya yang mumpuni. (Saat itu Khrisna belum bergabung dalam koalisi mereka)

Sementara, Raja Destrarata sebagai penentu kebijakan tentu saja menginginkan anak sulungnya Duryudhana yang menang. Raja buta itu sangat sayang kepada Duryodana sehingga hatinya tampaknya sudah seperti matanya, sama-sama buta. Bhisma eyang mereka dan Widura sang mahapatih, keduanya sebenarnya pendukung Pandawa. Namun, mereka seperti terbelenggu dan tidak bisa berbuat banyak. Mereka sikap resminya netral, hanya bisa mendukung secara halus. Seperti partai apa yah di pilpres 2014 ini? hehe

Seperti peristiwa di sore itu. Dalam rapimnas itu, Bhisma dan Widura sebenarnya sudah tahu kemana arah kebijakan Destrarata. Mereka tahu Duryodhana yang lalim akan segera dinobatkan menjadi Pangeran Mahkota. Maka, mereka berdua pun mencoba untuk mengulur-ulur waktu penobatan Duryodhana. Masih ada waktu untuk mencoba membuka mata hati Raja Destrarata agar bisa berbuat arif sehingga yang benar-benar layaklah yang menjadi Pangeran Mahkota.

Oleh karena itu, sebelum Rapimnas Kerajaan Hastina membuat keputusan, Bhishma membuka cerita masa kecil Dretarastra, Pandu dan widura. Bhisma yang kedudukan resminya adalah penasihat senior kerajaan berkisah, suatu hari mereka bertiga memainkan permainan aneh. Pandu dan Widura melompat dari pohon yg sangat tinggi sementara Drestarastra menyambutnya di bawah pohon.

Bhishma berkata, "Aku katakan pada mereka: 'Kalian bisa saja mati.' lalu Pandu menjawab, 'Abang tertua ada di bawah. Aku percaya dia tidak akan membiarkanku jatuh.'

Bhishma berkata lagi, 'Abangmu hanya bisa mendengar tetapi tidak bisa melihatmu ada di mana.' lalu Pandu menjawab lagi, 'Abangku tidak butuh penglihatan untuk melihatku.'

Dretarastra dan semua yang hadir terharu mendengar cerita ini. Hanya Sengkuni, Duryudana, dan Dursasana yang tidak terlihat sedih mendengarnya. Mereka bertiga berpandangan. "Hmmh, maksudnya apa kakek satu ini. Berbahaya neh, bisa-bisa gue gak jadi segera diangkat Putra Mahkota. Semprul!!," umpat Duryhodana cuma dalam hati. Sengkuni mengkerinyitkan dahinya. Mata liciknya menutup, cuma satu pertanda Ia tengah berpikir keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun