Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membimbing Cebong dan Kampret

23 Februari 2019   15:16 Diperbarui: 23 Februari 2019   15:33 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cebong vs Kampret (foto ; https://piktag.com)

Cebong dan Kampret adalah mahluk super ajaib nan spesial yang hidup di tanah nusantara ini. Bijimana tidak spesial, mereka kini menjadi nama dua buah kaum paling dominan di Negeri Jamrud Khatulistiwa. Hermannya, meski bermetamorfosis berbarengan dan memiliki banyak kesamaan, seperti sama-sama tukang nyinyir, inginnya menang sendiri, merasa paling benar dan suka menyalahkan orang lain, mereka ini bak minyak dan air, tak bisa disatukan.

Ngomong-ngomong dari berjuta spesies mahluk hidup di negeri ini, mengapa dua mahluk itu yang menduduki jabatan penting, yaitu, disematkan menjadi nama dua buah kaum di republik milenal ini ya? Jadi penisirin..

Baiklah, mari kita kulik keduanya.

Ok gaes, kita mulai dari Cebong yaa...

Menurut Wikipedia, Cebong alias Kecebong atau Berudu (b. Inggris ; tadpole) adalah tahap pra-dewasa (larva) dalam daur hidup amphibia. Jadi, setelah telur-telur kodok dan katak menetas, akan berubah menjadi berudu atau kecebong, yang bertubuh mirip ikan gendut, bernapas dengan insang dan selama beberapa lama hidup di air. Perlahan-lahan akan tumbuh kaki belakang, yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya kaki depan, menghilangnya ekor dan bergantinya insang dengan paru-paru. Setelah masanya, berudu ini akan bisa melompat ke darat, setelah itu Ia akan berganti nama menjadi kodok atau katak kecil.

Kecebong yang hidup dalam tahap akuatik (hidup di perairan) kemudian berubah menjadi katak / kodok yang hidup di daratan inilah yang membuat dia diberi nama, amfibia, artinya, mahluk hidup yang bisa hidup di tempat berbeda-beda (dua alam). Sebegai informasi tambahan, kebanyakan Kecebong adalah herbivora, memakan alga dan bagian-bagian tumbuhan, namun, ada beberapa spesies merupakan omnivora alias (pemakan segala).

Jadi bisa dibilang, Cebong itu Katak kanak-kanak atau malah bayi, ntar kalau sudah gede dia bisa menjadi macam-macam namanya. Bisa menjadi Kodok Sawah (Fejervarya limnocharis) atau berubah ujud menjadi Kodok Bangkong Bertanduk (Megophrys Montana) yang gahar bak preman, Katak Pohon Bergaris (Polypedates Leucomystax) yang bercorak indah atau Bufo Melanostictus alias Si Bangkong Kolong atau menjadi katak yang indah namun beracun seperti keluarga denrobatidae yang biasa untuk melumuri anak panah Suku Indian.

Kalau di tlatah Banyumas dan sekitarnya, Cebong dikenal sebagai nama sebuah bis legendaris, Cebong Jaya.

Sekarang beranjak ke Kampret yaah

Kampret, kembali merujuk ke wikipedia adalah anak Kelelawar, satu-satunya mamalia yang dapat terbang. Hewan yang berasal dari ordo Chiroptera ini memiliki kedua kaki depan yang berkembang menjadi sayap. Hewan ini juga memiliki kelebihan, mereka bisa terbang dalam gulita dengan memungsikan suara (echo) untuk bergerak dan mencari makan.

Kampret atau kelelawar memiliki penglihatan yang kurang baik dan agak alergi sama sinar matahari, oleh karena itu, mereka keluar di malam hari dengan menggunakan sistem navigasi biosonar. Kampret mengenali lingkungannya dari pantulan suara, sejenis gelombang ultrasonik yang ia keluarkan dan dikembalikan oleh benda di sekitarnya. Secara umum, hewan ini adalah pemakan serangga dan buah-buahan. Pada alam liar, kelelawar berjasa menyebarkan tumbuhan karena buah yang dia makan, bijinya dijatuhkan ke tanah dan tumbuh menyebar sesuai dengan daya jelajah terbangnya.

Sebab keluarnya malam, hewan ini banyak dijadikan nama kelompok misterius. Ada "Lowo Ijo" dan "Lowo Ireng" dalam dunia persilatan. Ada juga Pria Kelelawar (Batman) penjaga Gotham City di dunia fiksi.

Ehm, ngemeng-ngemeng, Purbalingga, kota saya juga dikenal dengan Kota Kelelawar lho. Lihat saja jika malam matahari telah kembali ke peraduannya, Lawa-lawa merah berpendar di sudut-sudut kota. Salah satu batik khas Purbalingga, coraknya Lawa dan kabupaten di kaki Gunung Slamet itu juga punya obyek wisata ikonik, Goa Lawa Purbalingga alias Golaga yang sekarang warna-warni.

Nah, kalau yang dewasa alias kelelawarnya kesanya baik-baik saja meski misterius. Entah kenapa kalau anaknya kok dikesankan nakal ya, sampai orang jaman dulu kalau mengumpat kok : kampret! Gituh..

Hmm, dari ulak-ulik diatas saya bisa ambil benang merah dan alasan kenapa cebong dan kampret disematkan menjadi nama dua buah kaum yang susah akur dan suka bertingkah absurd itu, yaitu, karena mereka berdua masih anak-anak, Cebong anaknya Katak dan Kampret anaknya Kelelawar.

Jadi, mohon di maklum yaa, jika mereka masih labil, suka berantem, namanya juga anak-anak. Mereka itu masih bau kencur, ingusan, akalnya belum penuh, baligh saja belum. Cebong atau Kampret itu, kalau cowo belum sunat, pipisnya belum lurus dan kalau cewe belum datang bulan.

So, buat yang merasa sudah gede, sudah dewasa, kita ngalah saja lah yaa. Mari kita sama-sama bimbing anak-anak itu dengan welas asih agar mereka bisa melewati masa remaja dengan baik kemudian menjadi sosok dewasa yang bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun