Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Usman Janatin, Pahlawan Dwikora Asal Purbalingga

8 Februari 2014   21:18 Diperbarui: 4 April 2017   16:14 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_310986" align="aligncenter" width="300" caption="Usman Janatin City Park (Foto Pribadi)"][/caption]

Di Kabupaten Purbalingga, Usman Janatin diabadikan menjadi nama sebuah taman kota. Usman menjadi pahlawan kebanggaan kota saya itu.

Protes Singapura atas penamaan Kapal Perang TNI Angkatan Laut Republik Indonesia dengan nama dua pahlawan dwikora Usman-Harun menggelitik saya. Pasalnya, Usman Janatin salah satu Pahlawan Dwikora itu berasal dari Purbalingga, kota saya. Usman meski tak setenar Jenderal Soedirman yang juga berasal dari Purbalingga, juga salah satu pahlawan kebanggaan kota dikaki Gunung Slamet itu. Prajurit marinir itu diabadikan menjadi nama taman kota di Purbalingga, Usman Janatin City Park. Apakah Singapura bermaksud memprotes juga penamaan Taman Kota di Purbalingga? Apakah penamaan taman kota dengan pahlawan kebanggaan mereka di kota kecil di tengah jawa itu juga melukai perasaan rakyat Singapura? Bagi Purbalingga dan Indonesia, Usman adalah pahlawan. Penamaan untuk KRI terbaru TNI Angkatan laut dengan Usman dan Harun tentu saja hal yang wajar. Kabarnya, salah satu ruas jalan di depan markas TNI AL juga menggunakan nama Usman-Harun. Di Purbalingga seperti saya sebutkan diawal nama Usman juga menjadi nama sebuah taman kota. Namun,  tentu tidak dengan Singapura. Menurut Menteri Luar Negeri Singapura, K. Shanmugam, penamaan ini justru akan melukai perasaan rakyat Singapura, terutama keluarga korban dalam peristiwa pengeboman. Dikutip dari Channel News Asia, setelah pemberitaan media massa Indonesia  mengenai penamaan KRI Usman Harun, Menteri Luar Negeri Singapura, K Shanmugam, menyampaikan keberatannya kepada Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa. Apakah protes Singapura berlebihan? Seorang pahlawan bagi suatu negara kadang memang merupakan tokoh antagonis bagi negara lain. Kalau saya pribadi berpendapat penamaan TNI AL untuk KRI barunya adalah sesuatu hal yang wajar.  itu hak mutlak Indonesia dan Singapura tidak berhak untuk urus campur. Apalagi kalau mau dilanjutkan protes penamaan taman kota di Purbalingga juga… hehe. [caption id="attachment_310987" align="aligncenter" width="300" caption="Usman Janatin (www.toparmour.blogspot.com)"]

1391868546207596565
1391868546207596565
[/caption] Sersan Dua Anumerta Usman Janatin bin H. Ali Hasan, pahlawan itu, lahir di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga Jawa Tengah pada 18 Maret 1943. Ia meninggal ditiang gantungan di Singapura pada 17 Oktober 1968 pada umur yang masih sangat muda, 25 tahun. Usman adalah salah satu dari dua anggota Korps Komando Operasi (KKO), kini disebut marinir yang ditangkap di Singapura pada saat terjadinya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia-Singapura Bersama dengan seorang anggota KKO lainnya bernama Harun Thohir ia didakwa meletakkan bom di wilayah pusat kota Singapura yang padat pad 10 Maret 1965 yang dikenal dengan peristiwa pengeboman MacDonald House. MacDonald House juga dikenal dengan gedung Hongkong and Shanghai Bank yang terletak di Orchad Road, Singapura. Bom yang dipasang oleh Usman dan Harun meledak dan menyebabkan tiga orang meninggal dunia dan sedikitnya 33 orang dicederai. Pada era Presiden Soekarno sudah menjadi pengetahuan umum jika hubungan kita dengan negeri jiran itu tak harmonis. Presiden Soekarno pernah menggaungkan istilah yang beken hingga saat ini Ganyang Malaysia!. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tentu saja menentang keras penyatuan Malaysia Raya, termasuk Singapura yang dicap sebagai boneka penjajah Inggris dan berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia. Indonesia kemudian mengirimkan pasukan dan sukarelawan yang bertujuan menyabotase keadaan di Singapura dan Malaysia. Pengeboman di MacDonald House merupakan pengeboman yang paling serius dari seluruh pengeboman-pengeboman yang terjadi di Singapura. Adalah Sersan Usman dan Kopral Harun, dua anggota satuan pasukan baret ungu itu pelakunya. Setelah menyelesaikan misinya, Usman dan Harun berusaha keluar Singapura. Mereka berusaha menumpang kapal-kapal dagang yang hendak meninggalkan Singapura namun tidak berhasil. Pemerintah Singapura telah mengerahkan seluruh armadanya untuk memblokir Selat Malaka. Hampir tidak ada kesempatan untuk kabur. Usman dan Harun kemudian mengambil alih sebuah kapal motor. Malang, di tengah laut kapal ini mogok. Mereka pun tidak bisa lari dan ditangkap patroli Singapura. Keduanya dijebloskan ke penjara. Hakim mengganjar mereka dengan hukuman gantung atas kasus pembunuhan, penggunaan bahan peledak dan melakukan tindakan terorisme. Pemerintah Indonesia tidak diam. Bebagai upaya banding dan bermacam bbantuan hukum dan diplomasi dikerahkan. Namun semuanya gagal. Singapura bersikeras menolaknya karena menganggap tindakan Usman dan Harun sebagai terorisme. Mereka juga bertugas tidak resmi yang kemudian dinilai bukan tindakan dalam keadaan perang. Maka pada suatu pagi, selepas subuh tanggal 17 Oktober 1968, keduanya dikeluarkan dari sel mereka. Setelah diberi kesempatan bersembahyang, dengan tangan terborgol dua prajurit ini dibawa ke tiang gantungan. Tepat pukul 06.00 waktu setempat, keduanya tewas di tiang gantungan. Setelah tiba di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam hingga dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Semuanya menangisi nasib dua prajurit ini dan mengutuk Malaysia. Korps Marinir adalah pihak yang merasa paling kehilangan. "Jika diperintahkan KKO siap merebut Singapura," ujar Komandan KKO saat itu, Mayjen Mukiyat geram di depan jenazah anak buahnya. Akan tetapi, niat pimpinan mariner itu tak tercapai. Presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno rupanya lebih suka tak meneruskan konflik dengan Malaysia dan Singapura. Namun, Soeharto juga tak tinggal diam begitu saja. Pada saat Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew akan berkunjung ke Indonesia, Soeharto mengajukan syarat. Orang nomor satu Singapura itu harus menaburkan bunga di makam Harun dan Usman. Hal itu disetujui oleh Perdana Menteri Lee. Hubungan Indonesia dan Singapura pun akhirnya membaik. Presiden Soeharto kemudian juga memberikan gelar pahlawan nasional untuk keduanya. Pangkat mereka dinaikkan satu tingkat secara anumerta. Mereka juga mendapat bintang sakti, penghargaan paling tinggi di republik ini. Berikut ini adalah surat yang ditulis Usman, Pahlawan Dwikora Asal Purbalingga, menjelang ajalnya di tiang gantungan. Saya mengutipnya dari www.toparmour.blogspot.com. Sedih juga membacanya. Begini surat yang ditulis Usman Dihaturkan : Bunda ni Haji Mochamad Ali Tawangsari. Dengan ini anaknda kabarkan bahwa hingga sepeninggal surat ini tetap mendo'akan Bunda, Mas Choenem, Mas Matori, Mas Chalim, Ju Rochajah, Ju Rodiijah + Tur dan keluarga semua para sepuh Lamongan dan Purbalingga Laren Bumiayu. Berhubung rayuan memohon ampun kepada Pemerintah Republik Singapura tidak dapat dikabulkan maka perlu ananda menghaturkan berita duka kepangkuan Bunda dan keluarga semua di sini bahwa pelaksanaan hukuman mati ke atas ananda telah diputuskan pada 17 Oktober 1968 Hari Kamis Radjab 1388. Sebab itu sangat besar harapan anaknda dalam menghaturkan sudjud di hadapan bunda, Mas Choenem, Mas Madun, Mas Chalim, Jur Rochajah, Ju Khodijaht Turijah para sepuh lainnya dari Purbolingga Laren Bumiayu Tawangsari dan Jatisaba sudi kiranya mengickhlaskan mohon ampun dan maaf atas semua kesalahan yang anaknda sengaja maupun yang tidak anaknda sengaja. Anaknda di sana tetap memohonkan keampunan dosa kesalahan Bunda saudara semua di sana dan mengihtiarkan sepenuh-penuhnya pengampunan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Anaknda harap dengan tersiarnya kabar yang menyedihkan ini tidak akan menyebabkan akibat yang tidak menyenangkan bahkan sebaliknya ikhlas dan bersukurlah sebanyak-banyaknya rasa karunia Tuhan yang telah menentukan nasib anaknda sedemikian mustinya. Sekali lagi anaknda mohon ampun dan maaf atas kesalahan dan dosa anaknda kepangkuan Bunda Mas Choenem, Mas Matori, Mas Chalim, Ju Rochajah, Ju Pualidi , Rodijah, Turiah dan keluarga Tawangsari Lamongan Jatisaba Purbolingga Laren Bumiayu. Anaknda, Ttd. (Osman bin Hadji Ali) Sumber bacaan : www.wikipedia.com dan merdeka.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun