Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... -

PENDIRI DAN KETUA UMUM ORMAS BANTENG INDONESIA (BANINDO) 2011 - SEKARANG DEPARTEMEN KEAGAMAAN DPP PDI PERJUANGAN JAKARTA 2010-2015 ANGGOTA PERSATUAN INSYINYUR INDONESIA JAKARTA 2011-SEKARANG KETUA BIDANG KETAHANAN PANGAN DPP KNPI JAKARTA 2011-2014 SEKJEN DPN PERADAH INDONESIA JAKARTA 2009-2012 KETUA DPP PERADAH DKI JAKARTA 2007-2010 WAKIL KETUA DPD KNPI DKI JAKARTA 2008-2011 ANGGOTA KOMISI HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA DPD KNPI KOTA JAKARTA BARAT 2003-2006

Selanjutnya

Tutup

Politik

Harga Pangan dan Catatan untuk Pembantu Presiden

14 Juni 2016   12:04 Diperbarui: 14 Juni 2016   12:08 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagaimanapun krisis global telah berpengaruh kepada ekonomi dalam negeri. Seperti yang dilansir Focus Economics ( FE) yang berpusat di Barcelona tanggal 24 Mei 2016 disebutkan bahwa ada beberapa indikator ekonomi yang memberi kesimpulan bahwa kurun waktu 2014 hingga akhir 2015 Indonesia telah mengalami perlambatan ekonomi yang secara langsung telah menurunkan daya beli masyarakat.

 Indikator tersebut diantaranya: 1) pertumbuhan ekonomi dari 5 % menjadi 4,8 %; 2) nilai tukar rupiah terhadap US Dollar dari Rp 12,385 mrnjadi Rp 13,788; 3) neraca perdagangan minus USD 2,5 menjadi USD 7,6 milyar; 4) utang luar negeri terhadap PDB meningkat 33 % menjadi 36 %; 5) cadangan devisa berkurang USD 112 milyar menjadi USD 106 milyar. Sehingga berakibat pada tingkat konsumsi yang menurun 5,2 % menjadi 5,0 % serta meningkatnya jumlah pengangguran 3,9 % menjadi 6,2 %.

Serapan anggaran dari dana transfer daerah yang diharapkan berdampak langsung mengurangi beban ekonomi masyarakat menurut laporan Dirjen Bina Keuangan Daerah secara keseluruhan rendah bahkan daerah dengan tingkat penyerapan anggaran terburuk adalah DKI Jakarta (19,39 persen), Papua (21,74 persen), Kalimantan Utara (23,7 persen), Papua Barat (28,86 persen), dan Riau (29,8 persen).

Dampak merosotnya perlambatan ekonomi di 2015  dan rendahnya serapan anggaran yang semestinya dapat menggerakkan proyek padat karya ternyata masih berlanjut pada pertumbuhan ekonomi di kuartal 1 (Januari sampai Maret ) 2016 yang hanya tercapai 4,9% dari target di atas 5,1%.

Memasuki kuartal II di tahun 2016 yang bertepatan memasuki bulan Ramadhan, sebagaimana tren hukum supply demand, kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, daging ayam, daging sapi, telor, bawang, dll telah merangkak naik tanpa bisa dibendung. Misalnya sejak akhir tahun 2015 harga daging sapi masih bertengger pada kisaran Rp 100.000 - Rp 115.000 per kilogram.

Ketersediaan dan pengendalian harga pangan yang terjangkau bukan hanya wajib dipenuhi saat Ramadhan saja karena tidak tertutup kemungkinan di masa yang akan datang, pangan dapat memicu konflik dunia setelah energi. Ketika perubahan iklim global secara ekstrim mempengaruhi produksi pangan terutama di negara-negara sub tropis maka populasi dunia yang terus meningkat akan memiliki ketergantungan dengan produksi pangan negara agraris khatulistiwa termasuk Indonesia.

Dengan kondisi lemahnya daya beli masyarakat, presiden Jokowi telah memerintahkan kepada jajaran kabinetnya untuk bisa menekan harga pangan termasuk daging sapi hingga di angka rasional Rp 80.000. Menindaklanjuti perintah tersebut maka operasi pasar pun dilakukan.

Tingginya harga daging saat ini dikarenakan harga dari peternak juga sudah tinggi. Artinya bahwa ketersediaan sapi hidup siap potong yang diharapkan dari peternak lokal tak mampu memenuhi kebutuhan pasar. Padahal sebagai jawaban atas desakan rakyat untuk membatasi impor (daging, beras dan komoditi lainnya) dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan sebagai prinsip berdikari dibidang ekonomi telah diupayakan misalnya dengan menetapkan daerah Nusa Tenggara Timur sebagai sentra produksi daging dan peresmian kapal Tol Laut untuk menekan biaya angkutan distribusi.

Saat inspeksi di pasar induk Kramat Jati, Jumat, 10 Juni 2016, Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengakui bahwa pemerintah terlambat dalam mengantisipasi berkurangnya persediaan daging sapi menjelang Lebaran. Hal ini menyebabkan stok daging berkurang di pasaran, harga daging melonjak dan keputusan impor daging harus dilakukan.

Menurut Menteri Perdagangan, pemerintah sebenarnya sudah melakukan perencanaan matang sejak tahun lalu. Perencanaan itu sudah ada sejak rapat koordinasi yang diadakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Desember 2015.

Dilain pihak Menteri Pertanian, Arman Sulaiman menyampaikan bahwa upaya menuju kedaulatan pangan belum cukup dapat dibereskan dalam waktu 2 tahun ini saat dia berada di kabinet yang notabene diberi mandat khusus oleh presiden melahirkan kebijakan dan pelaksanaan menjaga kebutuhan pangan rakyat agar tidak menimbulkan gejolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun