Perhelatan olahraga terbesar se-Asia tinggal menghitung hari. Sampai kurang lebih 90 hari ke depan, Indonesia akan mencatatkan namanya kembali di lembaran panjang sejarah Asian Games semenjak terakhir kali mengadakan event serupa tahun 1962.
Dari 45 negara yang terdaftar sebagai anggota Dewan Olimpiade Asia (Olympic Council of Asia/OCA), hanya 9 negara yang pernah dan akan (sampai tahun 2026) menjadi tuan rumah Asian Games. Negara tersebut adalah: India, Filipina, Jepang, Indonesia, Thailand, Iran, Korea Selatan, Cina dan Qatar.
Dari 17 edisi yang sudah diselenggarakan, hanya empat yang diadakan di luar Asia Timur dan Tenggara. Di antaranya ialah New Delhi 1951 dan 1982, Teheran 1974 dan Doha 2006).
Edisi terakhir Asian Games, Incheon 2014, diikuti oleh 9.501 atlet dari 45 negara peserta. Berarti, rata-rata setiap negara mengirimkan 211 atlet. Bandingkan dengan Olimpiade Rio 2016 yang setiap negara rata-rata hanya mengirimkan 54 atlet. Jadi, bisa dikatakan Asian Games merupakan acara olahraga multi-events terbesar di dunia, atau setidaknya setingkat dengan Olimpiade.
Di balik kemeriahan Asian Games, tercatat sejarah panjang negara-negara Asia untuk menunjukan kekuatan mereka. Asia yang sering dicap sebagai negara dunia kedua atau ketiga oleh Barat ingin menunjukan bahwa mereka lebih dari itu. Mereka mampu untuk bersaing dan menjadi yang terbaik, setidaknya di bidang olahraga.
Berawal dari London 1948
Semenjak berakhirnya Perang Dunia Kedua tahun 1045, banyak negara-negara Asia, yang sebelumnya merupakan koloni dari negara lain, menyatakan kemerdekaannya.
Para petinggi olahraga dari negara-negara Asia yang bertanding di Olimpiade London 1948 pun melihat ini sebagai momentum kebangkitan Asia di panggung olahraga dunia.
Cina dan Filipina mengusulkan untuk menghidupkan kembali Far Eastern Games, pesta olahraga negara Timur Jauh (Asia Timur dan Asia Tenggara kini), yang sempat berlangsung 11 edisi sebelum Perang.
Namun, perwakilan Komite Olimpiade India, Guru Dutt Sondhi, meragukan hal tersebut. Ia berpendapat bahwa melaksanakan kembali Far Eastern Games tidak akan mampu merepresentasikan kekuatan Asia. Jadi, dia mengusulkan untuk memperluas cakupan pertandingan menjadi seluruh Asia, bukan hanya Timur Jauh.
Ide tersebut direalisasikan dengan dibentuknya Federasi Atletik Asia (Asian Athletic Federation/AAF) di New Delhi tahun 1949 dan Federasi Asian Games (Asian Games Federation/AGF) dibentuk untuk menyelenggarakan Asian Games I di tahun 1950.
Namun, pertandingan Asian Games I di New Delhi belum dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Asian Games I baru dapat dilaksanakan tahun 1951. Program Asian Games yang disusun oleh AGF yang menyatakan Asian Games diadakan empat tahun sekali terhitung dari 1950 tidak berubah.
Oleh karena itu, jarak dari Asian Games I di New Delhi 1951 dan Asian Games II di Manila 1954 hanya 3 tahun merujuk pada asumsi Asian Games I diadakan tahun 1950.
Penuh Krisis Sebelum Bertransformasi
Perjalanan sejarah Asian Games bukan tanpa ganjalan. Struktur organisasi AGF yang masih berkonsolidasi menjadi satu alasan. Situasi politik Asia yang belum stabil pasca perang dan masa dekolonisasi menjadi alasan lainnya. Ditambah berbagai alasan lainnya, Asian Games diterpa berbagai masalah di awal perkembangannya.
Masalah yang menyita perhatian dunia internasional muncul di Asian Games IV Jakarta 1962. Indonesia, yang kala itu tidak mengakui negara Israel dan Taiwan, enggan mengeluarkan visa untuk atlet dari dua negara tersebut.
Alhasil, keanggotaan Indonesia di Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee/IOC) dicabut dan IOC mencabut dukungannya terhadap Asian Games Jakarta 1962.
Teheran 1974 menandakan resminya China, Mongolia dan Korea Utara bergabung ke dalam AGF. Dengan masuknya China ke AGF, keberadaan Taiwan menjadi terancam.
Alhasil, walau sempat mendapat izin untuk berkompetisi dengan nama Chinese Taipei, AGF memutuskan untuk mengeluarkan Taiwan dari daftar peserta Asian Games VII. Selain Taiwan, keikutsertaan Israel dalam Asian Games ditentang keras oleh negara-negara Arab. Akhirnya, Asian Games VII menjadi Asian Games terakhir untuk Israel.
Ketidakstabilan politik Timur Tengah dan China membuat AGF memutuskan untuk tidak mengundang Israel dan Taiwan sebagai peserta. Alhasil, beberapa federasi internasional, seperti Federasi Atletik Amatir Internasional (IAAF) mengancam untuk mengecualikan atlet Asia dari Olimpiade Moscow 1980.
Beberapa negara Asia, yang tidak ingin dilarang mengikuti Moscow 1980, ikut mengajukan protes kepada AGF, termasuk Indonesia.
Akhirnya, OCA dibentuk pada November 1981 dengan mengecualikan Israel karena desakan negara Arab. Adapun Taiwan diperbolehkan untuk menjadi anggota OCA di bawah nama Chinese Taipei. Asian Games IX di New Delhi menjadi Asian Games terakhir yang diorganisasi oleh AGF, sebelum diambilalih oleh OCA pada Asian Games Seoul 1986.
Semenjak 1986, keikutsertaan negara-negara Asia dalam Asian Games terus meningkat. Di Beijing 1990, tercatat 36 negara ikut serta. Jumlah tersebut naik drastis dari peserta Seoul 1986 yang hanya berjumlah 22 negara.
Di Asian Games selanjutnya, Hiroshima 1994, 5 negara pecahan Uni Soviet: Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan; ikut serta dan menjadi anggota resmi OCA. Hiroshima 1994 tidak diikuti oleh dua negara peserta sebelumnya: Iraq karena Perang Teluk dan Korea Utara karena isu politik.
Tahun 1998 menjadi kali keempat Bangkok menjadi tuan rumah Asian Games. Bangkok menjadi kota yang paling sering mengadakan event olahraga ini. Mendiang Raja Thailand, Raja Bhumibol Adulyadej, menjadi satu-satunya orang yang secara resmi membuka 4 Asian Games semasa hidupnya.Â
Sampai saat ini, Asian Games berusaha meniupkan semangat perdamaian di bumi Asia untuk disampaikan ke seluruh dunia.