Mohon tunggu...
Ifla Maulana
Ifla Maulana Mohon Tunggu... Jurnalis - Ruang belajar

Sedang mengembangkan bakat melamun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepenggal Kisah dari Masa lampau #1

25 Juni 2021   18:00 Diperbarui: 25 Juni 2021   18:57 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kita tak tahu hidup ditentukan perihal apa dan bagaimana. Kita hanya bisa merencanakan, namun mimpi yang menentukan.


Kisah yang akan saya tulis ini bukan sebuah memoar kecil, tapi tentang perjalanan panjang dari seorang lelaki yang sedang melakukan lelana brata. Saya merasa ada sesuatu yang mengganjal, jika cerita ini tak segera ditulis.  


Cerita ini pelik, penuh luka, dendam juga cinta di dalamnya. Saya tak hendak mengumbar cerita sedih kepada yang lain, namun hanya karena takut kisah ini menjadi cerita usang yang akan lenyap ditelan usia.


Mulanya, saya tidak berani untuk mengangkat cerita ini. Semacam ada rasa tidak enak atau takut dijatuhi hukuman sebagai orang yang menjual kisah. Tapi setelah melewati lika-liku perdebatan panjang antara diriku dengan kesepianku, maka kuputuskan cerita ini akan saya tuangkan dalam sebuah tulisan utuh.


Selama proses penulisan, saya sering ditemui banyak keanehan. Misalnya, tubuh sering mendadak lemas ketika mengingat kisah ini. Saya seolah masuk dalam sebuah cerita yang belum tuntas, namun dipaksa untuk segera selesai oleh keadaan.


Pun butuh waktu lumayan panjang untuk menulisnya, karena terkendala oleh minimnya data yang saya punya. Kisah ini cukup lumayan lama, jika dihitung mungkin sebelum eranya Ken Dedes takluk pada Ken Arok, saat raja Tunggul Ametung masih berkuasa. Namun saya merasa kalau cerita ini tak akan lapuk, meski seiring pergeseran zaman telah berubah.


Saya hanya mengantongi modal berupa ingatan, karena dulu si empunya cerita pernah saya wawancarai. Sebenarnya saya sudah mencatat siapa saja yang akan menjadi  informan untuk melengkapi kebenaran otentik dari cerita ini, namun siapa sangka informan yang saya  tandai dulu kini sudah dijemput ketiadaan. Sebagian lainnya pikun karena sudah semakin menua.


Ini bukan alasan klasik, namun memang begitu realitanya. Itu kenapa saya meminta jangan terlalu berekspektasi lebih terhadap cerita yang sedang ditulis, karena sebagai penulis tentu saya sering merasa 'gagal' jika tulisan tersebut jauh dari keinginan pembaca.


Saya menulisnya murni hanya berdasarkan kekaguman pada sosok satu ini, tidak lebih. Cerita ini akan saya buat beberapa bagian, jika selama proses penulisan terbukti lama itu hanya karena saya sedang menziarahi masalalu.


Niat saya untuk mengangkat cerita ini sudah lama, namun baru terealisasi sekarang. Yang membuat saya mempunyai gairah untuk kembali bercerita, saat itu ia datang mengetuk pintu mimpiku sambil berucap,


"Tinggallah kini hidupku sendiri
Antara ada dan tiada,
Jasad bagai keranda
Naungan nafas cinta
Abadi terpendam di jiwa." Pungkasnya.

Bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun