Mohon tunggu...
I. F. Donne
I. F. Donne Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis adalah seorang Magister Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis pernah aktif di berbagai komunitas sastra di Jakarta. Beberapa diantaranya; Sastra Reboan, Kedailalang, dan KPSI (Komunitas Pecinta Seni dan Sastra Indonesia). Karya-karyanya diantaranya; Novel ‘Danau Bulan’, Serampai Cerpen Vol. I ‘Soejinah’ dan ‘Dunia Luka’ Vol. II. Antologi puisi bersama sastrawan-sastrawati. Diantaranya; antologi puisi Empat Amanat Hujan (Bunga Rampai Puisi Komunitas Sastra DKJ), Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan, Kitab Radja dan Ratoe Alit, Antologi Fiksi Mini, dan beberapa puisinya juga dimuat di majalah Story. Penulis juga sudah memiliki dua buku antologi cerpen bersama beberapa penulis, yaitu Si Murai dan Orang Gila (Bunga Rampai Cerpen Komunitas Sastra DKJ) dan Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan. Beberapa cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat nasional, diantaranya berjudul, Sepuluh Jam mendapatkan juara 2 di LMCPN (Lomba Menulis Cerpen Pencinta Novel), Randu & Kematian pada tahun 2011 dan Selongsong Waktu pada tahun 2013 mendapatkan juara harapan kategori C di Lomba Menulis Cerpen Rotho - Mentholatum Golden Award. Penulis juga aktif di berberapa organisasi kemasyarakatan, seni dan budaya. Aktifitas yang dijalani penulis saat ini adalah seorang jurnalis di salah satu surat kabar online nasional di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Penyiram Bunga

19 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 19 Maret 2020   01:44 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu aku segera tiba di rumah Ari. Kulihat ia sedang menonton TV bersama anaknya yang berusia 3 tahun. Rumah itu adalah peninggalan almarhum bapaknya. Sebagai anak satu-satunya, Ari mendiami rumah itu, sebab ibunya mulai sakit - sakitan semenjak kematian bapaknya. Sebagai guru SMP, Ari beruntung tak perlu membeli rumah. 

                      Berapalah gaji seorang guru. Rumah kontrakan sederhana di pinggir Jakarta segera ia tinggalkan. Ari mempersilahkan aku masuk, namun aku tak segera masuk ke dalam rumahnya. Mataku melirik kedepan rumahnya. Aku mengharap perempuan itu menyiram bunganya yang setengah layu. Atau setidaknya aku ingin melihatnya membuka pintu dan tersenyum melirikku.

“Dan, kamu lihat apa?”

“Aku ingin berkenalan dengannya. Aku ingin menikahinya Ri! Dia perempuan yang kuidamkan.”

“Kamu edan, Dan! Awas, jangan main-main dengan ucapanmu.”

“Aku tidak main-main. Aku jatuh cinta padanya sejak sepuluh tahun lalu. Kini saatnya kutuntaskan semuanya!”

“Dani… Duduklah dahulu. Di sini atau di dalam?”

“Di sini saja. Aku ingin melihatnya.” tanpa menunggu komentar Ari, aku segera duduk di kursi yang menghadap ke rumah perempuan penyiram bunga.

“Dan. Aku harap kau jangan terkejut. Perempuan itu sudah pulang kampung!”

“Apa maksudmu? Pulang kampung, ke mana?”

“Wonosobo. Tadi pagi kakak lelakinya menjemput paksa. Awalnya dia tidak mau, sebab rumah itu menyisakan kenangan bersama suaminya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun