Mohon tunggu...
ifa avianty
ifa avianty Mohon Tunggu... -

Saya seorang penulis, ibu rumah tangga, senang membaca, memasak, dan kerja2 kreatif lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Investasi Kegiatan Hulu Migas di Indonesia, Sebuah Tantangan

17 September 2016   19:29 Diperbarui: 17 September 2016   19:33 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Masih soal peraturan, ada banyak peraturan yang saling tumpang tindih antarinstansi terkait operasi migas, baik di pusat maupun daerah, ditambah dengan ketiadaan otoritas tunggal yang dapat menyelesaikan sengketa di antara instansi tersebut.

Sementara itu, jumlah penemuan cadangan migas baru masih belum sebanding dengan jumlah cadangan yang diproduksikan. Idealnya, jumlah penemuan cadangan migas baru sama dengan jumlah cadangan yang diproduksikan pada tahun yang sama. Laju perbandingan ini dikenal dengan istilah rasio penggantian cadangan atau resetve replacement ratio (RRR). Agar bisnis hulu migas bisa berkelanjutan, RRR seharusnya minimal 100 persen.

Tetapi dalam lima tahun belakangan ini, angka RRR di Indonesia selalu berada di bawah 100 persen, dan terus menurun seiring dengan berkurangnya jumlah pengeboran eksplorasi. Eksplorasi merupakan tahapan penting dalam kegiatan hulu migas. Cadangan migas baru tidak akan bisa ditemukan tanpa adanya eksplorasi, baik di wilayah yang sudah berproduksi maupun di wilayah yang belum tersentuh. 

Secara umum, kegiatan eksplorasi meliputi studi geologi dan geofisika, survey seismic, serta pengeboran eksplorasi. Seluruh kegiatan tersebut membutuhkan biaya dan resiko yang tinggi. Sebagai gambaran pada tahun 2009-2013, delapan perusahaan migas yang melakukan eksplorasi di Selat Makasar dan Sulawesi telah mengeluarkan dana 13 Triliun rupiah untuk mencari cadangan migas baru, yang ternyata belum ditemukan.  Sesuai ketentuan dalam kontrak bagi hasil, semua biaya tersebut ditanggung investor.

Namun demikian kegiatan eksplorasi tetap harus dilaksanakan, bahkan secara massif. Sebab jika kita menunda melakukannya, akan semakin lama cadangan tersebut ditemukan. Jadi mau tidak mau, kegiatan ini harus tetap berlangsung dengan investasi yang sehat dan kuat. Maka itu, kita perlu membenahi iklim investasi pada industry hulu migas agar lebih kondusif. 

Tanpa hal ini, kemandirian energy bisa terganggu. Iklim investasi yang tidak ramah ini terlihat dari kurangnya penemuan cadangan baru yang signifikan. Padahal tanpa adanya penemuan cadangan baru dalam skala besar, kita dibayangi gangguan kemandirian energy.

Saat ini kebutuhan minyak mentah Indonesia, mencapai 1.4 juta barrel per hari, sedangkan produksi nasional hanya 800 ribu barrel per hari. Meskipun produksi gas meingkat, namun jika pengembangan beberapa proyek besar tertunda, produksi gas Indonesia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri terutama pada sector kelistrikan.

Iklim investasi yang kurang kondusif juga terlihat dari rendahnya minat investor mengikuti lelang wilayah kerja (WK) migas yang dilakukan pemerintah setiap tahun. Penawaran 8 WK migas di 2015 yang tidak berhasil menetapkan pemenang, alias lelang yang tidak laku, menunjukkan Indonesia kurang atraktif bagi investor.

Indicator lain terlihat dari lamanya jeda waktu antara penemuan cadangan sampai dengan produksi, yaitu sekitar 8 sampai 26 tahun. Ini berarti kontraktor tersebut sedang mengalami hambatan investasi. Maka pemerintah perlu melakukan berbagai cara untuk kembali menyehatkan iklim investasi industry hulu migas di Indonesia.

Yang perlu dilakukan oleh pemerintah, pada tahap eksplorasi adalah pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan migas dalam bentuk perpanjangan masa eksplorasi, perubahan PP nomor 79/2010, pengurangan jumlah izin yang diperlukan, penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan pajak impor barang, serta mengkoordinasikan fungsi terkait di pusat dan daerah. 

Sementara dalam tahap eksploitasi, pemerintah perlu memberikan insentif kepada perusahaan migas dalam bentuk kepastian hukum bahwa kegiatan eksploitasi migas merupakan lex specialis dan merujuk kepada PSC Contract (dalam kasus bioremediasi), pengurangan jumlah perizinan yang diperlukan, mengkoordinasikan fungsi terkait di pusat dan daerah, dan menentukan otoritas tunggal dalam sengketa antarinstansi, baik di pusat maupun daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun