Mohon tunggu...
ifa avianty
ifa avianty Mohon Tunggu... -

Saya seorang penulis, ibu rumah tangga, senang membaca, memasak, dan kerja2 kreatif lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Manfaat Taman Kota untuk Lingkungan dan Pendidikan Karakter

30 September 2015   00:30 Diperbarui: 4 April 2017   16:36 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa sering kita mengajak keluarga pergi menikmati hari libur mengunjungi ruang publik? Apa yang membuat kita merasa nyaman, atau sebaliknya, masih merasa lebih nyaman pergi ke mall, berada di ruang publik?

Saya sendiri, akhir-akhir ini, cukup sering pergi bersama suami dan anak-anak ke Taman Kota yang merupakan salah satu ruang publik yang sengaja dibangun pemerintah untuk dinikmati secara Cuma-Cuma oleh masyarakat. Kenapa? Selain jenuh dengan suasana mall yang kadang begitu-begitu saja, saya dan suami merasa perlu untuk memperkenalkan anak-anak kami untuk lebih dekat dengan alam, meski kami tinggal di kota besar seperti Jakarta.

Bagi kami, ruang publik memiliki banyak fungsi dan kemanfaatan, misalnya bagi lingkungan sebagai membantu mencegah banjir dan sebagai paru-paru kota, dan juga sebagai sarana pembangun karakter anak sehingga dia lebih dekat kepada alam dan memiliki karakter positif yang ditumbuhkan karena kedekatannya dengan alam tersebut.

 

Ruang Publik Sebagai Sarana Pencegah Banjir

 

Sebagian besar warga kota-kota besar, seperti Jakarta kita ini, pasti sudah sangat akrab dengan banjir tahunan yang biasa menghadang di akhir tahun hingga awal tahun berikutnya. Sudah berbagai cara dilakukan, namun tampaknya banjir tahunan masih akan setia menemani warga perkotaan bersama dengan datangnya musim hujan.

Bila jumlah air (hujan) yang datang besar, sementara kemampuan tanah menyerap air rendah dan tidak tersedia alur agar air tersebut dapat bergerak ke tempat lain, maka air yang tidak terserap akan menggenangi permukaan tanah. Bila air yang menggenang tersebut mengalir ke tempat lain, disebut aliran permukaan (runoff).

Runoff secara alami akan berkumpul dan menggenang di tempat yang lebih rendah, seperti danau, rawa, atau masuk ke sungai dan terus mengalir menuju laut. Bila jumlah air yang masuk ke sungai lebih besar dari pada yang mengalir ke laut, maka air akan meluap dan menggenangi lahan di sekitar sungai tersebut. Genangan air yang cukup besar ini yang disebut banjir.

Peningkatan volume aliran permukaan akan semakin besar bersamaan dengan semakin banyaknya alih fungsi lahan yang porous seperti sawah, hutan, dan perkebunan, menjadi lahan berpenutup permanen yang kedap air, seperti jalan, perumahan, bangunan, dan pabrik. Hal ini banyak terjadi di perkotaan, apalagi yang sudah sangat besar seperti Jakarta.

Lapisan kedap air ini dapat menyebabkan kemampuan penyerapan air dan laju infiltrasi tanah berkurang, dan merosotnya cadangan air di musim kemarau akibat makin berkurangnya sistem penyimpanan air tanah.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko banjir di wilayah perkotaan, antata lain melalui aplikasi teknologi sistem penampungan air hujan dengan subreservoir air hujan pada Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pada  wilayah kota terdapat paling sedikit 30%  RTH yang terdiri dari 20% RTH publik dan sisanya adalah RTH privat. Penyediaan dan pemanfaatan RTH adalah untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis dan kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi.

Kolam retensi adalah prasarana drainase yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan air hujan di suatu wilayah. Selain itu kolam retensi dapat pula dirancang sebagai tempat wisata air, tempat berekreasi dan berolahraga bagi warga sekitar lokasi.

Kolam retensi juga memiliki kelemahan, karena di sana sering terjadi pendangkalan akibat lumpur atau sampah yang masuk ke dalamnya, maka harus dilakukan pengerukan berkala dan membutuhkan lahan yang cukup besar. Lahan bagian atas kolam juga tidak bisa dimanfaatkan kecuali untuk penampungan air hujan, dan kualitas air tampungannya dapat terkena pencemaran dari sistem drainase kawasan tersebut.

Namun demikian, kawasan RTH dapat digunakan sebagai konservasi dan penampungan air limpasan dengan aplikasi subreservoir air hujan atau kolam retensi untuk pengendalian genangan air (banjir). Sejauh mana kemampuan RTH dalam mewujudkan hal tersebut tergantung pada besarnya curah hujan, luasnya kawasan RTH tersebut, dan aplikasi teknologi konservasi dan penampungan air hujan yang cocok dengan fungsi-fungsi RTH di perkotaan.

Pada tahun 2011 dihasilkan teknologi Subreservoir Air Hujan untuk RTH. Subreservoir adalah model tampungan, pemanfaatan dan peresapan air hujan dari atap rumah dan bangunan, yang akan dibangun di bawah permukaan tanah kawasan RTH, dan bagian atasnya tetap dapat berfungsi sebagai RTH perkotaan.

Ada beberapa RTH perkotaan, seperti RTH pekarangan, baik pekarangan rumah, kantor, dan bangunan-bangunan lain. Ada juga RTH taman dan hutan kota, mulai dari Taman RW, Taman Kompleks, hingga Taman kota dan sabuk hijau (green belt). Ada juga RTH yang disebut sebagai RTH jalur hijau jalan yang meliputi pulau jalan, median jalan, jalan pejalan kaki, dan ruang yang ada di bawah jalan layang. Terakhir ada yang disebut dengan RTH fungsi khusus, yaitu sempadan rel kereta api, jalur hijau listrik tegangan tinggi, sempadan sungai dan pantai, pengaman sumber air baku/mata air, dan pemakaman.

Jelas bahwa salah satu fungsi taman kota adalah sebagai sarana pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau /Ruang Publik Hijau dalam mencegah banjir yang sudah jadi langganan kota tercinta ini.

Ruang Publik Sebagai Paru-paru Kota

Paru-paru Jakarta adalah kawasan hijau yang menurut UU Nomor 26 tahun 2007 adalah minimal 13.9% dari luas kota. Bandingkan dengan peraturan yang berlaku pada tahun 1960an dimana disyaratkan sekitar 27% luas kota harus berupa kawasan hijau. Ternyata untuk mewujudkan kawasan hijau, pemerintah kota DKI Jakarta harus bekerja keras menghadapi berbagai kendala.

Pertama, untuk menahan air, akar pohon tidak bisa bekerja maksimal karena lahan di Jakarta sudah penuh dengan beton. Selain itu, pohon-pohon tersebut juga tidak berfungsi maksimal sebagai peredam suara dan penurun suhu udara.

Kedua, untuk mencapai kuota luas kawasan hijau, pemerintah harus membebaskan banyak lahan yang telah diambilalih oleh pemukim liar.

Akibatnya, penghijauan di Jakarta masih setingkat kasat mata atau Leaf Area Index yaitu luas seluruh penampang daun dibandingkan dengan luas kawasan di sekitarnya. Jadi tetap masih harus diperbanyak penyediaan taman-taman kota yang bisa berfungsi maksimal sebagai paru-paru kota, mengingat tingkat polusi udara, air, dan suara yang sudah sedemikian tinggi di Jakarta.

Ruang Publik sebagai Sarana Pendidikan

Sifat-sifat alam sejatinya adalah kebaikan dan energy positif yang sangat penting untuk pembangunan karakter dan keberlangsungan keseimbangan dalam kehidupan. Anak-anak yang dilahirkan di kota besar dengan kesibukan orang tuanya yang tinggi, sangat mungkin mendapatkan emosi warisan yang sifatnya negative. Misalnya berupa keinginan untuk selalu bersaing dan mengalahkan, egois, sombong, mau cepat dan mau serba enak, berorientasi pada materi, dan enggan merunduk/bersikap rendah hati.

Saatnya mengembalikan anak-anak kita kepada asal muasal penciptaannya, tanah, bumi, dan alam. Caranya adalah dengan memperkenalkan mereka kepada alam, melalui taman-taman kota dan ruang publik terbuka lainnya. Di sana mereka akan menemukan dirinya bersatu dengan alam, dan menikmati kebaikan-kebaikan alam terhadapnya, seperti udara yang segar, pemandangan yang asri, suara kicau burung dan lalu lalang hewan-hewan yang mungkin jarang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari mereka yang sibuk. Tugas kita sebagai orang tua untuk mendekatkan mereka kepada sifat-sifat dan energy positif yang diberikan alam kepada mereka, calon pemimpin bangsa ini di masa depan.

Jadi, sudah selayaknya pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memperbanyak pembangunan Taman-taman Kota dan Ruang Publik terbuka yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh masyarakat, gratis, dan terawat dengan rapi (kalau yang ini tentu harus bekerja sama dengan masyarakat). Keberadaan Ruang Publik tersebut tidak hanya bermanfaat bagi kota Jakarta demi mencegah banjir dan sebagai paru-paru kota, namun juga sebagai sarana pembangunan karakter anak bangsa.

Sebagai warga masyarakat, yuk kita bantu menjaga keberlangsungan taman-taman kota tersebut, dengan menjaga kebersihan, keindahan, dan ketertibannya. Dan, dari sekarang kampanyekan untuk melewatkan hari libur di Taman Kota. Manfaatkan momen Hari Habitat Dunia (HHD) 2015 yang temanya telah ditetapkan oleh PBB yaitu Public Spaces for All untuk makin menggiatkan kampanye Taman Kota Untuk Lingkungan dan Anak-anak kita.

Referensi :

https://ifaavianty1.wordpress.com/2013/11/17/pemanfaatan-ruang-terbuka-hijau-dan-teknologi-subreservoir-air-hujan-di-perkotaan/

http://wartakota.tribunnews.com/2013/01/31/hutan-kota-sebagai-paru-paru-kota

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun