Mohon tunggu...
Senja Guzel
Senja Guzel Mohon Tunggu... Lainnya - 28/f/Bekasi

Memperhatikan dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Quarter-Life Crisis", Catatan Perjalanan yang Belum Usai

7 November 2018   00:56 Diperbarui: 7 November 2018   14:29 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umur 25, umur dimana peralihan remaja ke dewasa. Dimana tekanan perlahan membesar seiring dengan bertambahnya ekspektasi. Dimana kebebasan tanpa sadar telah menghilang digantikan oleh tanggung jawab. Dimana kami merasa terjebak antara kemampuan diri dan harapan orang lain. 

Dimana teman - teman yang biasa hadir untuk menggila atau sekedar ngobrol sampai pagi memiliki prioritas lain. Dimana nostalgia di kala hari mendung dan perasaan menjadi sendu, adalah kegiatan yang memunculkan senyum kecil. 

Umur dimana pertanyaan - pertanyaan yang ditujukan ke diri sendiri muncul.

"Apakah keputusan yang saya ambil benar?" "Apakah ini memang jalannya?" "Mengapa selalu terasa seperti ada yang salah?" "Apa memang seharusnya seperti ini?"

Quarter-Life Crisis adalah krisis yang melanda umur sekitar 25, ketika mulai muncul kecemasan dan keraguan pada diri sendiri yang tidak jarang berujung pada depresi. 

Wajar, karena pada umur inilah masa depan menjadi taruhan besar saat harus memilih. Keinginan diri sendiri atau tanggung jawab keluarga, kesenangan dunia atau kebanggan orang tua, idealisme atau kehidupan nyata. Wajar sekali untuk merasa ragu dan cemas, merasa akan terjadi suatu kesalahan dalam memilih.

Saya sedang mengalaminya. Betapa takutnya saya saat saya merasa sudah tidak ada lagi yang bisa saya lakukan. Betapa takutnya saya menjadi tulang punggung dengan segala tanggung jawabnya. Passion sudah tidak mungkin saya tekuni, sedangkan keinginan lain belum saya temukan. Semua terasa salah, semua terasa hampa. 

Saya mulai mempertanyakan kebenaran terhadap jalan yang saya ambil dengan seirng berpikir, "seandainya dulu saya...". Rumah yang ramai dengan seluruh kebisingannya membuat saya jenuh. Tidak jarang saya menginginkan sesuatu terjadi pada saya sehingga saya bisa kabur dari situasi ini. Saya merasa sendirian dan kebingungan.

Apa yang saya lakukan? Saya tahu ini akan bertambah buruk dan saya tidak ingin merasakan perasaan yang lebih menyedihkan dari ini. Pertama, saya berhenti membuka media sosial. Saya sadar, membuka media sosial membuat saya membandingkan diri saya dengan orang lain, dengan pencapaian mereka dan apa yang saya miliki. 

Membandingkan standar kebahagiaan mereka dan standar kebahagiaan saya sendiri dan membuat saya semakin merasa putus asa. Kemudian, saya berhenti membaca artikel atau berita dengan konten negatif. 

Melihat dunia bertambah buruk tiap harinya membuat saya enggan berjuang karena muncul pemikiran bahwa saya tidak ingin masa depan yang begitu depresif. Keinginan saya untuk cepat -cepat pergi dari dunia akan menjadi lebih kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun