Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perihal Doa yang Terucap di Sidang Paripurna

19 Agustus 2016   06:58 Diperbarui: 19 Agustus 2016   18:35 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Do'a bersama.(Ilustrasi : http://1.bp.blogspot.com/)

Do’a yang disampaikan oleh Muhammad Syafi’i, salah satu anggota DPR pada saat sidang paripurna penyampaian RUU RAPBN tahun 2017 tanggal 16 Agustus 2016 menjadi pro dan kontra. Yang pro mendukung doa Syafi’i sebagai sebuah kondisi nyata masyarakat saat ini, sedangkan yang kontra menilai doa tersebut, bukan sebagai doa, tetapi sindiran kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Secara bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dinyatakan bahwa doa adalah permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Sedangkan secara istilah, berdoa diartikan memohon atau meminta sesuatu yang baik kepada Allah kepada Allah SWT seperti meminta keselamatan, kesehatan, keberkahan, rezeki yang halal, dilancarkan dan dimudahkan segala urusan, diberikan jalan keluar dari segala kesusahan, terhindar bencana, dan sebagainya.

Berdo’a termasuk ibadah. Doa adalah senjatanya kaum mukminin. Doa adalah saripatinya ibadah. Dalam beberapa hadist pun dinyatakan berbagai keutamaan berdoa. Dalam Islam diatur doa-doa yang diucapkan dalam berbagai aktivitas manusia, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi.

Allah mewajibkan semua hamba-Nya untuk berdoa, dan Dia menjamin akan mengabulkannya. Allah senang jika ada hamba-Nya yang rajin berdoa. Ada yang doanya segera dikabulkan, tetapi ada pula yang tidak segera dikabulkan untuk menguji kesabaran hambanya. Allah akan mengabulkan hal yang sesuai dengan kebutuhan kita, bukan sesuai dengan keinginan kita. Hal yang baik menurut kita, belum tentu menurut Allah. Begitupun hal yang buruk menurut kita, belum tentu menurut Allah. Adalah termasuk orang yang sombong manakala seorang hamba tidak mau berdoa kepada-Nya.

Dalam berdoa pun ada etika atau adab yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) memakan makanan dan memakai pakaian yang halal, (2) hendaknya memilih yang utama, seperti setelah shalat fardhu, saat sujud, sepertiga malam terakhir, antara adzan dan iqomat, pada Hari Jumat, dan sebagainya. (3) menghadap kiblat dan menengadahkan tangan, (4) bersuara lirih, tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan, (5) tidak melampaui batas, (6) rendah diri dan khusyu, (7) yakin akan dikabulkan dan benar dalam pengharapan, (8) mengulang-ulang sampai tiga kali, (9) memulai do’a dengan berdzikir, memuji kebesaran Allah dan mengakhirinya dengan membaca shalat kepada Nabi Muhammad SAW, (10) taubat dan mengembalikan hak orang yang terdzalimi (sumber: dakwatuna). Dalam sumber yang lain juga disebutkan bahwa berdoa harus dalam keadaan suci dari hadats kecil dan hadats besar, memohon ampunan kepada Allah sebelum berdoa, dan dilarang mendoakan yang jelek kepada orang lain.

Doa yang disampaikan oleh Muhammad Syafi’i menjadi sorotan utamanya bagi pihak yang kontra karena telah disusupi oleh kepentingan politik, sentimen pribadi atau kelompok kepada presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Doa tersebut tidak layak disebut sebagai doa tetapi lebih disebut curhatan pribadi berbungkus doa. Oleh karena itu, doa tersebut adalah doa yang dianggap tidak mendoakan. Menyikapi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta agar doa-doa dalam upacara kenegaraan dipimpin oleh petugas dari Kementerian Agama. Mungkin tujuannya agar relatif lebih netral, dan bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok.

Apakah seorang manusia tidak boleh mengeluh ketika berdoa? Boleh-boleh saja. Allah Maha Mendengar, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui kebutuhan hamba-Nya dan apa yang ada dalam hati setiap hamba-Nya. Berdoa memang harus yang baik-baik. Bahkan seseorang terdzalimi pun, doa yang disampaikan olehnya jangan hal yang buruk seperti agar yang mendzaliminya celaka, tetapi agar dia disadarkan, mendapat taufik dan hidayah-Nya.

Saya melihat bahwa yang saat ini adalah politisasi terhadap doa. Bagi pendukung rezim penguasa yang anti kritik, doa yang agak sedikit 'keras' pun bisa dianggap sebagai bentuk kritik kepada mereka. Mungkin ingin doanya agar pemimpin yang didukungnya dipanjangkan umur, diberikan kekuatan lahir dan batin dalam memimpin negara, dan senantiasa dalam lindungannya. Intinya, doa yang baik-baik.

Doa yang baik adalah bukan untuk kebaikan diri sendiri saja, tetapi juga untuk kebaikan orang lain, bangsa dan negara. Doa yang baik, bukan berisi umpatan atau hujatan. Doa harus menjadi kekuatan dalam membangun bangsa, bukan sebagai sarana saling sindir antar anak bangsa. Dalam politik, konflik kepentingan adalah yang biasa, tetapi jangan sampai politik dicampuradukkan dengan doa. Doa adalah sebuah komunikasi vertikal yang suci antara sang makhluk dengan sang khaliq. Mari berdoa yang mendoakan kebaikan, bukan keburukan.

Bandung, 19 Agustus 2016

Oleh:
IDRIS APANDI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun