Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama FEATURED

Bagaimana Menyikapi Nilai Rapor?

22 Juni 2021   16:38 Diperbarui: 11 Juni 2022   07:04 1926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demi meminimalisir kontak langsung dan menciptakan kerumunan, pembagian rapor siswa di tengah pandemi Covid-19 ini dilakukan dengan beragam cara (Sumber: foto.edukasi.kompas.com)

Akhir semester atau akhir tahun pelajaran orang tua yang menyekolahkan anak mendapatkan buku rapor dari sekolah. Setiap orang tua tentunya senang jika nilai yang dicapai oleh anaknya bagus, apalagi jika sampai masuk ke jajaran peserta didik berprestasi.

Angka-angka yang tertera pada buku rapor meliputi nilai pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Walau demikian, biasanya nilai aspek pengetahuan yang cenderung lebih mendapatkan perhatian dari orang tua dibandingkan nilai sikap dan keterampilan. Mengapa? 

Karena kebiasaan dari sekian puluh tahun yang lalu bahwa prestasi anak dilihat dari deretan nilai (angka) pada buku rapor. Apalagi zaman dulu dikenal adanya rangking yang menjadi ukuran prestasi seorang peserta didik dalam satu kelas atau satu sekolah.

Buku rapor yang diterima oleh orang tua selain bentuk pencapaian prestasi anak dalam satu semester atau satu tahun, juga menjadi bahan evaluasi dan refleksi sejauh mana perannya dalam membimbing anaknya di rumah. Apalagi dalam kondisi pandemi saat ini, kegiatan belajar anak banyak dilakukan di rumah karena sekolah ditutup untuk kegiatan belajar tatap muka. 

Beberapa hasil kajian menyimpulkan bahwa belajar dari rumah (BDR) yang terlalu lama menyebabkan menurunnya mutu pembelajaran (learning loss). 

Target kurikulum yang telah ditetapkan banyak yang tidak tercapai. Oleh karena itu, rencananya Kemdikbudristek/Kemenag akan melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas pada tahun pelajaran 2021-2022 agar pembelajaran bisa normal kembali.

Kendala yang dihadapi saat BDR antara lain kepemilikan smartphone/gawai, laptop, akses internet, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran daring menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), kesiapan belajar peserta didik, dan kesiapan orang tua dalam membimbing kegiatan belajar anak di rumah, termasuk dalam hal penguasaan TIK-nya. 

BDR telah melahirkan kesadaran dan pengakuan dari orang tua terhadap pentingnya peran guru. Membimbing satu orang anak saja susahnya luar biasa, apalagi membimbing puluhan bahkan ratusan anak seperti yang dilakukan oleh guru di sekolah. Pastinya akan jauh lebih sulit.

Kejenuhan dan kebosanan peserta didik, guru, dan orang tua selama BDR tidak dipungkiri banyak terjadi. Guru sudah melakukan berbagai upaya agar pembelajaran daring tetap menarik, menantang, sekaligus menyenangkan bagi peserta didik, tapi hasilnya belum tentu seperti yang diharapkan. 

Peserta didik banyak yang lebih menghabiskan waktunya bermain game online dan bermain TikT ok dibandingkan belajar atau mengerjakan tugas. 

Orang tua stres karena anak sulit diatur, sulit dibimbing belajar dari rumah, dan tidak setiap orang tua memiliki kemampuan untuk mendampingi atau membimbing belajar di rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun