Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pentingnya Kemampuan Public Speaking Saat Wawancara

21 Februari 2021   08:14 Diperbarui: 21 Februari 2021   08:23 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PENTINGNYA KEMAMPUAN PUBLIC SPEAKING SAAT WAWANCARA

Oleh: IDRIS APANDI

Selama beberapa minggu ini saya bertugas sebagai seorang asesor program pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satu tugas saya sebagai asesor adalah mewawancarai para pelamar/kandidat/asesi. 

Dari proses wawancara tersebut, saya ingin membahas berkaitan dengan pentingnya kemampuan public speaking yang perlu dimiliki oleh seorang asesi. 

Mengapa? Karena dia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari asesor dengan jelas, tidak bertele-tele, sesuai dengan maksud pertanyaannya, dan tidak melebar kemana-mana.

Cara menjawab pertanyaan yang antusias, percaya diri, langsung ke point yang seperti yang ditanyakan oleh asesor akan membuat asesor senang menyimak jawaban dari seorang asesi. 

Sebaliknya, jika jawaban yang diberikan oleh seorang asesi tidak nyambung, melebar ke sana ke mari, atau bahkan malah curhat, cenderung akan membosankan, dan tidak tertutup kemungkinan asesor menginterupsi dan mengganti dengan pertanyaan yang baru.

Raut muka, tatapan mata, dan bahasa tubuh asesi pun perlu diperhatikan pada saat wawancara, karena hal tersebut menjadi bagian dari pertimbangan seorang asesor dalam memutuskan kelayakan seorang asesi untuk lulus. 

Raut muka yang ramah, tatapan mata yang "sejuk" dan langsung menatap ke wajah asesi (walau wawancara dilakukan secara virtual), tutur kata kata yang santun, lancar, dan sistematis dari seorang asesi akan menjadi kesan tersendiri dari seorang asesor. Walau demikian, yang menjadi pertimbangan utama adalah ketepatan dari jawaban dari pertanyaan yang disampaikan oleh asesor.

Saat wawancara kerja, tentunya jawaban-jawaban yang diperlukan dari seorang asesi adalah jawaban-jawaban yang bisa mencerminkan bahwa dia dinilai mampu melaksanakan sebuah pekerjaan yang akan diberikan kepadanya. 

Kematangan emosional, gaya dan etika berkomunikasi, dan kelancaran berbicara tentunya juga akan menjadi pertimbangan diterima atau ditolaknya seorang pelamar oleh pihak yang memerlukan lapangan kerja. Bagi asesi yang sebelumnya telah memiliki pengalaman pada bidang yang ditanyakan oleh asesor, hal ini akan lebih mempermudah baginya saat menjawab pertanyaan dari asesor.

Pengalaman saya sebagai seorang asesor adalah bertanya tentang hal apa yang telah dilakukan atau hal yang dialami oleh asesi, bukan bertanya pendapat atau sesuatu hal yang belum dilakukannya. 

Dari kelancaran jawaban yang disampaikannya, bisa terlihat mana hal yang memang benar-benar telah dilakukannya dan mana hal yang hanya bersifat opini atau asumsi. 

Kalau seorang asesi sering melakukan jeda, mengeluarkan kata "eu....", mengeluarkan kata "hmmhh...", sering berpikir dulu sebelum menjawab, dan tatapan matanya tidak fokus menatap ke arah mata asesor, maka besar kemungkinan jawaban yang disampaikannya tidak orisinal atau tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Menyikapi hal tersebut, biasanya seorang asesor "mengejarnya" dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Sekali lagi, kalau seorang asesi menjawab berbasis pengalamannya, maka dia akan semakin antusias menjawab pertanyaan dari asesor. Berbeda dengan asesi yang tidak memiliki pengalaman, dia akan terlihat semakin kelabakan saat menjawab pertanyaan dari asesor.  

Sebelum asesi mengikuti sesi wawancara, ada baiknya dia berlatih berbicara di depan cermin, menyiapkan mental dan fisik, dan mengorganisasikan memori-memori terkait pengalaman kerja yang pernah dilakukannya karena hal tersebut akan membantu dirinya saat wawancara. 

Sebuah wawancara yang nyambung membuat asesor dan asesi bersemangat untuk saling bertanya jawab. Kadang waktu yang telah ditentukan pun tidak terasa sudah habis.

Berbeda dangan wawancara yang kurang nyambung, seorang asesor cenderung ingin segera mengakhiri wawancara karena merasa kurang nyaman dengan jawaban-jawaban dari asesi, sementara asesi pun cenderung berharap sesi wawancara segera diakhiri karena kurang percaya diri menjawab pertanyaan-pertanyaan dari asesor.

Pengalaman saya sebagai asesor, misalnya jika ada dua asesi yang sama baiknya, mampu menjawab pertanyaan yang sesuai dengan harapan asesor, maka pertimbangan berikutnya adalah kemampuannya dalam hal public speaking. 

Mengapa demikian? Karena dia kalau terpilih akan berkomunikasi dengan pihak-pihak lain yang berharap mendapat perlakuan atau pelayananan yang baik dari yang bersangkutan.

Pernahkah Anda datang ke toko untuk membeli sebuah barang, lalu Anda merasa kecewa dengan pelayannya yang jutek alias kurang bisa berkomunikasi dengan ramah dan santun? Hal ini bisa menjadi dampak dari proses wawancara kerja atau seleksi yang tidak memperhatikan kemampuan public speaking seorang asesi. Wallaahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun