Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Masjidku Tak Terpengaruh Corona

23 Maret 2020   19:14 Diperbarui: 23 Maret 2020   19:28 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

MASJIDKU TAK TERPENGARUH CORONA

Semoga wabah Corona cepat berlalu, masjid-masjid bisa kembali dimakmurkan, bisa digunakan untuk salat berjamaah atau aktivitas sosial keagamaan lainnya. Saat masjid-masjid besar itu dibuka kembali, semoga umat Islam akan benar-benar masuk ke masjid. Jangan seperti postingan temanku yang pernah aku lihat di media sosial menggunakan bahasa sunda, yaitu "masjid ditutup rariweuh, ari masjid keur dibuka arareuweuh." yang artinya saat masjid ditutup orang pada ribut, tapi saat masjid masih dibuka, jamaahnya tidak ada

Waktu menunjukkan pukul 15.15 menit. Suara azan asar dari masjid dekat rumahku berkumandang. Aku pun segera bergegas berwudhu untuk mengikuti salat berjamaah asar. Selain aku, biasanya ada tiga lelaki tua yang biasa ikut salat berjamaah. Pak Kardi, Pak Husni, dan Pak Umar. 

Kami biasanya bertemu di masjid hampir pada setiap waktu salat berjamaah, kecuali jika ada halangan. Saat kami bertemu, selain kami bersalaman, kami pun ngobrol-ngobrol ringan, hingga saling mendoakan agar sehat, panjang umur, dan mendapatkan rezeki yang halal dan berkah.

Saat ini, sedang mewabah virus Corona. Pemerintah meminta umat Islam agar beribadah di rumah saja, jangan beribadah di masjid untuk menghindari penyebaran virus yang sangat berbahaya tersebut. 

Aku dengar di rumah sakit dekat di wilayah kecamatan tempat aku tinggal, sudah dirawat beberapa pasien yang masuk kategori ODP (Orang Dalam Pemantauan). 

Walau demikian, aku perhatikan masjid-masjid di kampungku tidak terpengaruh dengan imbauan pemerintah tersebut. Kegiatan salat berjamaah tetap dilaksanakan walau ada sedikit perubahan, yaitu kami menghilangkan bersalaman (musapahah) setelah salat berjamaah.

Di masjid dekat tempat tinggalku, hampir setiap hari, salat berjamaah hanya diikuti secara rutin oleh 7-10 jamaah saja. Satu shaf saja kadang sulit untuk penuh. Selain pak Kardi, Pak Husni, dan Pak Umar, ada beberapa anak yang suka ikut salat berjamaah. 

Maklum, mereka suka azan, pupujian (membaca salawat atau nazom), dan iqamah. Bahkan, supaya tidak berebut, suka dibuat jadwal azan dan iqamah. Paling banter, shaf jamaah bisa lebih dari satu shaf saat awal ramadan saja.

Sebenarnya aku merasa prihatin, masjid di dekat tempat tinggalku jamaahnya sedikit, tapi aku berpikir positif saja bahwa memang warganya banyak yang bekerja di luar di luar kota atau pulang kerjanya malam sehingga kesempatan untuk salat berjamaah sangat terbatas. Akupun kalau sedang banyak tugas ke keluar daerah, tidak bisa ikut salat berjamaah di kampungku.

Pak Kurdi dan Pak Husni usianya sudah di atas 60 tahun, sedangkan Pak Umar, usianya di atas 70 tahun. Beliau cukup sering sakit seiring usia yang semakin menua. 

Pak Kurdi adalah petani dan Pak Husni adalah buruh serabutan, tapi sekarang mereka lebih banyak diam di rumah, sedangkan pak Umar adalah seorang pensiunan. Di kampungku, selain ada masjid jami', juga ada masjid-masjid kecil yang suka disebut musala, sehingga jamaah pun tersebar di beberapa musala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun