Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bagaimana Menangani Karyawan yang Kritis di Kantor?

5 Mei 2019   07:53 Diperbarui: 5 Mei 2019   11:25 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi karyawan yang kritis di kantor (Dok. Jobplanet Indonesia) 

Pertanyaannya adalah mengapa ada staf yang kritis? Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) karena watak individunya yang memang kritis, 2) karena adanya perlakuan diskriminatif terhadap dirinya, (3) adanya ketidakpuasan terhadap sebuah keputusan atau kebijakan pimpinan, dan (4), bisa akumulasi atau kombinasi dari beberapa sebab sebelumnya.

Menurut saya, ada pandangan yang salah kaprah yang menganggap bahwa sikap kritis merupakan ekspresi ketidaksukaan, benci, bahkan iri terhadap orang lain. Kadang sikap kritis disamakan dengan sikap nyinyir yang memandang setiap hal yang dilakukan oleh orang lain selalu salah alias tidak ada benarnya.

Anggapan tersebut harus diluruskan. Kritis tidak identik dengan benci atau iri, tapi justru merupakan sebuah ekspresi kepedulian. Bagaimana mau kritis kalau tidak peduli? Dia memeras pikirannya untuk melihat setiap kekurangan, kejanggalan, atau hal yang perlu diperbaiki di lembaga tempatnya bekerja. Yang dikritisi bukanlah orang, tetapi sistem. 

Tujuannya, agar lembaga tempatnya bekerja semakin maju dan sesuai dengan harapan sebagaimana tercantum dalam visi dan misinya.

Sikap kritis dan nyinyir adalah dua hal yang berbeda. Sikap kritis muncul dari objektivitas, sedangkan nyinyir muncul dari subjektivitas, dan hal termasuk penyakit hati. SMS, alias susah melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain susah. 

Sikap kritis disertai dengan usulan alternatif solusi, sedangkan sikap nyinyir hanya bisa menyalahkan, tanpa disertai usulan alternatif solusi.

"Kalo ngasih kritik yang solutif dong. Jangan pandainya ngeritik doang, tapi tidak ada solusi." Itulah ungkapan yang suka muncul dari pihak yang dikritik kepada pengiritik. Untuk hal ini saya setuju, karena kritik tanpa solusi tidak akan efektif, bakan bisa menjadi boomerang kepada pihak pengkritik. 

Oleh karena itu, sang pengkritik pun disamping pandai mengkritik, juga harus siap dengan usulan alternatif solusi, supaya kritik yang disampaikannya konstruktif dan solutif.

Menurut saya, seorang pimpinan harus berterima kasih pengkritik, karena dia menjadi memiliki bahan-bahan untuk perbaikan sistem manajemen pada lembaga yang dipimpiannya. Dan pada dasarnya tidak ada kepemimpinan yang sempurna, pasti memiliki kekurangan. Kritik juga merupakan bagi dan kontrol atau check and balances terhadap sebuah kekuasaan, karena kekuasaan yang absolut cenderung menyimpang atau sewenang-wenang.

Kadang ada yang beranggapan sulit menangani orang yang kritis. Bahkan cendrung menjauhinya, karena suka dianggap sebagai orang yang sulit untuk bekerjasama. 

Padahal menurut saya, staf yang kritis tidak perlu dijauhi, tetapi dirangkul, karena suka atau tidak, dia adalah stafnya juga yang wajib diperhatikan dan dibina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun