Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Razia Buku dan Ironi Gerakan Literasi

12 Januari 2019   00:37 Diperbarui: 13 Januari 2019   12:01 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamis, 10 Januari 2019 saya diwawancarai oleh sebuah radio di Kota Bandung. Adapun topik yang dibahas berkaitan dengan razia yang dilakukan oleh aparat gabungan TNI dan kejaksaaan yang diduga berisi atau menyebarkan komunisme dan marxisme. Dalam dua minggu ini setidaknya telah terjadi razia yaitu di Kediri, Jawa Timur dan Padang, Sumatera Barat.

Dalam konteks sebagai pegiat literasi, tentunya saya menyesalkan tindakan aparat tersebut, karena walau tujuannya baik ingin mengantisipasi bahaya komunisme dan Marxisme kepada masyarakat, tetapi cara yang dilakukan kurang tepat, kurang efektif, bahkan kontraproduktif.

Menurut saya, merazia buku sama saja dengan merazia ilmu pengetahuan dan membatasi hak orang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Saya berpendapat bahwa komunis harus dilarang di Indonesia, itu final.

Komunis bertentangan dengan ideologi Pancasila, ditambah telah meninggalkan catatan yang sangat kelam bagi bangsa Indonesia khususnya bagi umat Islam di mana ribuan ulama dan santri dibantai dengan sangat keji oleh PKI saat pemberontakan PKI Madiun 1948 dan enam Jenderal diculik dan dibunuh pada saat pemberontakan PKI 30 September 1965.

Walau demikian, bukan berarti idologinya dilarang untuk dipelajari. Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, ideologi komunis sah-sah saja untuk dipelajari agar generasi bangsa Indonesia mengetahui bagaimana karakter ideologi tersebut dimana saat ini komunisme masih dianut oleh beberapa negara di dunia seperti Cina dan Korea Utara.

Komunisme tidak dapat dipungkiri telah menjadi bagian dari sejarah republik ini baik sebelum Indonesia merdeka maupun setelah Indonesia merdeka. Pada pemilu tahun 1955 PKI pernah menjadi salah satu peserta pemilu dan menempati posisi keempat setelah PNI, Masyumi, dan NU.

Pada masa orde lama pun, presiden Soekarno pernah sangat dekat ketua PKI DN Aidit dan beberapa tokoh PKI lainnya, serta ingin mengakomodir ideologi Nasionalis, Agama, dan Komunis yang disingkat "Nasakom" yang kemudian gagal karena ibarat menyatukan air dan minyak.

Lalu pascapemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965, oleh pemerintah orde baru PKI dibubarkan, para pengikutnya diberantas, ditangkap, dan dijadikan sebagai tahanan politik tanpa proses hukum yang lalu memunculkan tudingan pelanggaran HAM kepada Soeharto pascabergulirnya arus reformasi tahun 1998.

Logikanya, kalau buku-buku yang berisi ajaran dan sejarah komunisme dirazia dan dilarang untuk dipelajari, bagaimana akan bisa tahu dan bisa menjelaskan bahwa ideologi komunis bertentangan dengan ideologi Pancasila?

Mempelajari belum tentu bersimpati, tetapi mempelajari hanya untuk kepentingan dunia akademik, memenuhi rasa ingin tahu dan sebagai "wisata literasi" menambah ilmu pengetahuan.

Supaya lebih mendalam pemahaman generasi muda terhadap ideologi komunis, kalau perlu dibedah dan didiskusikan di ruang-ruang kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun