MEWASPADAI PENYEBARAN RADIKALISME DI SEKOLAH
Oleh:
IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan, Penulis Buku Kajian Pancasila Kontemporer)
Â
Radikalisme menjadi salah satu masalah penting yang perlu diwaspadai di Indonesia. Penganut paham ini, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi menentang Pancasila sebagai ideologi negara, menganggap Indonesia sebagai negara thagut, negara liberal dan sekuler yang mengikuti ideologi negara kafir, sehingga ideologi negara perlu diganti menjadi ajaran Islam dengan sistem khilafah.
Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 tercantum Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara kesatuan, yang berbentuk Republik." Dengan demikian, sudah sangat jelas bahwa Pancasila adalah ideologi yang final bagi bangsa Indonesia, dan NKRI adalah harga mati. Hal tersebut merupakan kesepakatan dari para pendiri negara ini. Oleh karenanya, sudah tidak ada tawar menawar lagi dalam hal ideologi dan bentuk negara Indoensia yang majemuk ini.
Salah satu upaya untuk memasukkan radikalisme adalah melalui jalur pendidikan. Modusnya melalui pengajian (halaqah) secara sembunyi-sembunyi dengan target pelajar dan mahasiswa. Lalu mereka "dicuci" otaknya agar mengikuti faham radikal, anti Pancasila dan anti NKRI, sehingga pernah ada pelajar dan mahasiswa yang pernah menjadi korban Negara Islam Indonesia (NII).
Perlu garisbawahi bahwa sebenarnya paham radikal tidak selalu identik dengan kelompok Islam tertentu yang memiliki pola pikir yang radikal, sehingga mengakibatkan citra Islam menjadi buruk, tetapi juga gerakan-gerakan separatis seperti di Papua yang ingin memisahkan diri dari pangkuan NKRI. Mengapa demikian? Agar semua pihak fair dalam mengartikan paham radikal tersebut.
Penyebaran radikalisme tidak tertutup kemungkinan dilakukan dalam lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan Perguruan Tinggi (PT). Bisa secara terorganisir, mulai dari kepala sekolah hingga guru-gurunya memang anti Pancasila, menggunakan buku-buku sumber yang mengandung paham radikal, atau ada oknum guru tertentu yang memiliki paham radikal.
Beberapa indikator sekolah yang anti Pancasila misalnya tidak mau melaksanakan upacara bendera, tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya, tidak mau menghormat bendera merah putih, tidak memasang foto presiden, wakil presiden, Pancasila dan burung garuda.
Tidak mengajarkan ata pelajaran yang berkaitan dengan penguatan jati diri bangsa seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan mata pelajaran sejarah nasional. Mungkin saja di struktur kurikulum sekolahnya ada, tetapi dalam operasionalnya tidak dilaksanakan. Pencantuman mata-mata pelajaran tersebut hanya untuk memenuhi ketentuan administrasi saja kalau suatu saat ada pemeriksaan pengawas.
Tidak diajarkanya tiga mata pelajaran tersebut bertujuan agar para peserta didik tidak mengetahui, tidak memahami, dan tidak memiliki semangat nasionalisme. Hal ini tentunya berbahaya. Bagaimana mereka akan mencintai negaranya sendiri kalau mereka tidak tahu sejarah dan ideologi bangsanya sendiri? Kalau seperti ini, tentunya semangat kebangsaan dan kebhinekaan akan lemah, rapuh. Dampaknya, potensi disintegrasi muncul dan mengancam keutuhan NKRI.
Kalangan pelajar dan mahasiswa dapat dengan mudah terpengaruh paham radikal karena secara psikologis mereka masih mencari jati diri, masih lugu dan polos, haus akan ilmu pengetahuan, dan masih memiliki idealisme yang tinggi. Oleh karena itu, hal ini perlu diantisipasi dan diwaspadai oleh pemerintah utamanya oleh Kemdikbud dan Dinas Pendidikan di daerah.
Kemdikbud dan Dinas pendidikan perlu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap sekolah-sekolah sebagai langkah antisipatif agar sekolah tidak menjadi sarana untuk menyemai bibit-bibit radikalisme.Â
Negara jangan sampai kecolongan. Aparat atau pengawas dari Dinas Pendidikan harus intensif berkunjung ke sekolah yang disinyalir berpotensi menjadi tempat penyebaran paham radikal. Amati lingkungan sekolahnya, amati proses belajarnya, dan amati kegiatan ekstrakurikulernya.
Pihak sekolah pun harus pro aktif mengantisipasi penyebaran paham radikal. Upaya yang bisa dilakukan antara lain; memberikan pemahaman tentang nilai-nilai Pancasila kepada para peserta didik saat upacara bendera, peringatan hari lahir Pancasila atau acara-acara lainnya.Â
Memberikan pembinaan kepada guru-guru untuk tidak ikut menyebarkan paham radikal karena guru harus menjadi pemersatu bangsa, selektif dalam menggunakan buku pelajaran, bermitra dengan aparat setempat untuk memberikan pembinaan atau sosialisasi Pancasila, dan sebagainya. Wallaahu a'lam.