Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Akreditasi, Literasi, dan Penguatan Pendidikan Karakter

2 September 2018   21:44 Diperbarui: 2 September 2018   21:50 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mulai September 2018, kegiatan akreditasi dilaksanakan di SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akreditasi artinya (1) pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh badan yang berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan atau kriteria tertentu, (2) pengakuan oleh suatu jawatan tentang adanya wewenang seseorang untuk melaksanakan atau menjalankan tugasnya. Dalam situs istilaharti.blogspot.com disebutkan bahwa akreditasi (accreditation) adalah penilaian kelayakan teknis/akademis suatu lembaga penyelenggara program pendidikan tertentu untuk menghasilkan lulusan dengan spesifikasi kompetensi yang telah ditetapkan.

Berdasarkan dua definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa akreditasi merupakan proses penilaian kelayakan operasional sebuah lembaga pendidikan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang dengan menggunakan instrumen tertentu untuk menjamin mampu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan standar kelulusan.

Akreditasi merupakan salah satu bentuk penjaminan mutu pendidikan, yaitu  penjaminan yang dilakukan secara eksternal. Pasal 1 ayat (5) Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 menyatakan bahwa : "Sistem Penjaminan Mutu Eksternal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPME-Dikdasmen, adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses yang terkait untuk melakukan fasilitasi dan penilaian melalui akreditasi untuk menentukan kelayakan dan tingkat pencapaian mutu satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah."

Kegiatan akreditasi dikelola oleh Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah (BAN-S/M). Pada pasal 1 ayat (10) dinyatakan bahwa : "Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disingkat BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan."

Teknis kegiatan akreditasi adalah BAN-S/M menugaskan sejumlah assessor ke sekolah-sekolah untuk melakukan visitasi ke sekolah/madrasah yang telah ditentukan. Tugasnya memotret dan menilai kelayakan sekolah/madrasah dalam menjalankan operasionalnya dengan mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Untuk menjamin kelancaran dan objektivitas pelaksanaan akreditasi, BAN-S/M pun menyusun Standar Operasional Prosedure (SOP) yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh para assessor.

Satu sekolah/madrasah biasanya didatangi oleh dua orang assesor dan melaksanakan kegiatan selama dua hari. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain: wawancara, telaah dokumen, mencocokkan hasil evaluasi diri yang diisi oleh dengan fakta dilapangan, dan observasi melihat cara guru mengajar di kelas. Setelah data dikumpulkan, dicekros, diolah, dan dianalisis, lalu para assessor menyusun kesimpulan dan rekomendasi kelayakan sebuah lembaga pendidikan. Misalnya A (91-100), B (80-90) dan C (70-79). Sekolah/ madrasah yang nilainya di bawah 70 otomatis termasuk tidak terakreditasi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa status akreditasi disamping menjadi syarat kelayakan bagi sekolah/madrasah, juga menjadi gengsi dan nilai jual bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena itu, menjelang akreditasi, mereka mempersiapkan diri secara matang agar kegiatan berjalan berlancar, sukses, dan hasilnya memuaskan.

Jika kegiatan akreditasi dikaitkan dengan literasi dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), menurut saya, ketiga hal tersebut saling berkaitan. Hal ini berlaku baik bagi sekolah/madrasah yang akan diakreditasi maupun bagi assessor yang akan datang bertugas ke sekolah/madrasah.

Literasi kaitannya dengan tingkat kemelekkan. Dalam konteks akreditasi, bagi sekolah/madrasah tentunya harus paham tentang indikator atau subindikator dalam upaya mencapai SNP, paham cara mengisi Data Isian Akreditasi (DIA), paham dokumen apa saja yang harus dibuat atau disiapkan, paham cara mengumpulkannya, serta paham cara menjawab dengan cepat dan tepat pertanyaan assessor, serta dapat memberikan bukti yang sesuai ketika assessor melakukan uji petik dokumen.

Beberapa minggu sebelum pelaksanaan akreditasi, sekolah biasanya menyiapkan tim atau panitia yang bertugas untuk menyiapkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan pemenuhan 8 (delapan) SNP. Assessor yang datang ke sekolah sebenarnya bukan mencari-cari kekurangan sekolah, tetapi mengonfirmasi dan mengklarifikasi informasi berdasarkan DIA yang telah disusun oleh sekolah/ madrasah.

Idealnya, hasil akreditasi sebagai bentuk Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) tidak akan jauh berbeda dengan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang dilakukan oleh sekolah. Pasal 3 ayat (4) Permendikbud Nomor 28 tahun 2018 menyatakan bahwa : "Hasil penerapan SPMI-Dikdasmen oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh BAN-S/M sebagai acuan untuk melakukan akreditasi di satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Jadi, kalau SPMI di sekolah sudah berjalan dengan baik, maka akreditasi tidak jadi sebuah beban. Kalau pun ada persiapan, lebih kepada pematangan atau pembenahan dokumen-dokumen yang telah ada di sekolah.

Bagi assessor, melek bisa dimaknai sebagai pengetahuan, pemahaman, dan keterampilannya dalam melaksanakan tugasnya. Assesor adalah orang-orang yang telah lulus seleksi dari sekian banyak orang yang mendaftar. Mereka adalah para praktisi pendidikan (umumnya dari kalangan pengawas) yang memiliki pengalaman melakukan visitasi ke sekolah.

Secara psikologis para assessor sudah memiliki kepekaan terhadap sekolah/ madrasah yang akan divisitasi. Dan secara teknis, mereka biasanya sudah bisa mengidentifikasi hal-hal yang perlu dikonfirmasi atau diklarifikasi dalam rangka pengumpulan data visitasi. Sebelum melaksanakan visitasi, para assessor mendapatkan pembekalan terlebih dahulu agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Mereka juga tentunya harus melek rute menuju ke lokasi visitasi yang kondisinya beragam.

Dalam konteks PPK, baik sekolah/ madrasah yang divisitasi maupun tentunya harus "berkarakter". Misalnya dalam etika berkomunikasi sebagai tamu dan penerima tamu, kejujuran terkait dengan pengisian instrumen akreditasi, pengolahan data, penyusun kesimpulan dan rekomendasi hasil akreditasi.

Sekolah/madrasah yang divisitasi tentunya memberikan kesan yang baik terhadap para assessor. Mereka menyiapkan acara penyambutan, bahkan sampai melaksanakan upacara adat. Para assessor disambut oleh lengser bak pasangan pengantin. Belum lagi dihibur oleh atraksi para siswa yang aktif pada kegiatan ekstrakurikuler. 

Saya yakin, para assessor sebenarnya tidak mengharapkan sambutan yang berlebihan dari sekolah/ madrasah yang divisitasi, tapi sekolah/ madrasah berinisiatif melakukan hal tersebut sebagai etika menyambut dan menghormati tamu. Hal ini berkaitan dengan adat ketimuran. Agama Islam pun mengajarkan agar tuan rumah menghormati tamu. Walau demikian, tamu pun tentunya harus peka dengan kondisi sekitar dan tidak memberatkan tuan rumah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kesan pertama sangat penting untuk proses komunikasi berikutnya. Kesan pertama penting untuk membangun kenyamanan dan chemistry antara sekolah/ madrasah dengan para assessor. Komunikasi yang santun akan berdampak terhadap kenyamanan psikologis kedua belah pihak. Dengan demikian, proses akreditasi dapat dilaksanakan dalam suasana yang akrab dan penuh kekeluargaan dengan tetap menjunjung tinggi objektivitas dan integritas.

Dalam proses akreditasi, panitia harus sigap dan teliti dalam menyiapkan berbagai dokumen yang dibutuhkan. Begitupun assessor perlu teliti dan cermat dalam memeriksa dokumen dan menyimak setiap tanggapan jawaban panitia akreditasi. Di situ ada kerja keras dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas.

Dalam akreditasi, ada nilai-nilai kerjasama, baik kerjasama semua panitia akreditasi maupun kerjasama para assessor. Di situ ada pembagian tugas antarpanitia sehingga persiapan kegiatan mencapai 100%. Dokumen-dokumen terkait 8 (delapan) SNP biasanya dikumpulkan dalam satu ruangan dan disusun menjadi 8 (delapan) kelompok agar mudah dicari ketika diminta oleh assessor. Begitupun dengan assessor, di situ ada pembagian tugas antarassesor, sehingga target kegiatan dapat tercapai. Ada juga nilai tanggung jawab, dimana panitia yang telah ditunjuk harus bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Begitupun assessor bertanggung jawab dalam melaksanakan visitasi sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.

Akreditasi sebagai salah satu bentuk dari penjaminan mutu pendidikan mendorong sekolah/ madrasah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan dalam rangka mencapai SNP. Oleh karena itu, upaya menumbuhkan budaya belajar dan budaya meningkatkan mutu secara berkelanjutan. Jangan sampai sekolah/ madrasah menyiapkan dan menertibkan dokumen-dokumen SNP hanya jelang akreditasi saja, tetapi setelah akreditasi dilaksanakan, sekolah/ madrasah kembali kurang memperhatikan tertib administrasi lagi, karena tertib administrasi sebenarnya bukan hanya untuk kepuasan tim assessor, tetapi kebutuhan sendiri, untuk mendukung operasional sekolah/ madrasah.

Semoga hasil akreditasi dapat mencerminkan kinerja dan kondisi sekolah/ madrasah secara nyata dan faktual sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui integrasi literasi dan nilai-nilai PPK. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun