Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tanggung Jawab dan Budaya Malu, Sebuah Pelajaran dari Jepang

22 Agustus 2018   21:57 Diperbarui: 22 Agustus 2018   22:17 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tanpa banyak basa-basi, keempat pemain basket tersebut langsung dipulangkan ke negaranya. Mungkin saja mereka adalah pemain kunci dan sangat dibutuhkan oleh tim basket Jepang, tetapi ternyata harga diri sebagai sebuah bangsa jauh lebih utama.

Pasca dipulangkan, keempat atlet dengan didampingi oleh ketua Asosiasi Basket dan ketua bidang teknis menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. Mereka berenam (empat orang atlet dan dua orang pengurus) membungkuk sebagai bentuk permohonan maaf mereka.

Dibalik perbuatan tidak terpuji yang telah dilakukan oleh mereka, dapat dilihat bahwa mereka bersedia untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka dan secara ksatria memohon maaf. Begitupun dengan pengurus dan pembinanya, sama-sama ikut bertanggung jawab dan ikut memohon maaf. Bahkan saking malunya, salah seorang pemain basket yang dipulangkan mempertimbangkan untuk tidak bermain basket lagi.

Sebenarnya di Jepang sendiri industri seks merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Dalam setahun menyumbang 260 triliun dan menjadi penyumbang devisa kedua (sumber: tandaseru.id). Walau demikian, di negara orang lain, mereka tetap diwajibkan menjaga harkat dan martabat sebagai sebuah bangsa. Jangan sampai membuat masalah dan sampai memalukan bangsa Jepang.

Tanggung jawab dan budaya malu memang menjadi hal yang sangat dipegang teguh oleh masyarakat Jepang. Di film-film Ninja, Samurai, atau film lainnya bisa dilihat bahwa jika mereka gagal menunaikan tugas, maka harakiri (bunuh diri) adalah sebuah jalan yang terhormat untuk mempertanggungjawabkan kegagalannya. Semboyan yang terkenal dari samurai adalah "lebih baik mati daripada berkalang malu."

Dalam perkembangannya, pejabat pemerintah mundur kalau merasa dirinya gagal sebagai pemimpin, tidak banyak alasan atau mencari kambing hitam. Dalam mesin pencari di internet misalnya, dapat dengan mudah kita mendapatkan berita pejabat pemerintah yang mundur hanya gara-gara tuduhan melakukan korupsi, terlibat skandal, tidak mampu menjaga mulut, tidak mampu menjaga stabilitas ekonomi, dan sebagainya.

Mengutip Nanoha (2005) Idrus Affandi, dkk dalam buku Memperkokoh Jati Diri Bangsa Belajar dari Kinerja dan Kultur Bangsa Jepang (Hal. 67-68) menyampaikan bahwa etos kerja bangsa Jepang antara lain : (1) mentalitas kelompok, (2) tertib dan bersih, (3) Lebih memilih melakukan pekerjaan dengan tangan, (4) kelompok  dan gaya manajerial keluarga, dan (6) pentingnya rasa malu.

Hal ini kadang bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia. Dimana kalau yang masalah, maka yang muncul adalah bersilat lidah, membela diri, enggan bertanggung jawab, mencari-cari kambing hitam. Para pengurus pun enggan ikut bertanggung jawab, karena hal tersebut dianggap bukan kesalahan mereka. Dan justru malah ikut menyalahkan pemain yang melakukan kesalahan.

Bangsa Indonesia harus banyak belajar dari Jepang dalam hal tanggung jawab dan budaya malu, karena dua hal ini yang justru menjadi penyakit kronis yang menyebabkan bangsa ini menghabiskan banyak energi untuk berdebat akibat perbedaan pilihan politik atau perbedaan pendapat. Sikap ksatria menjadi sikap yang sangat langka ditampilkan oleh para pemimpin. 

Justru yang dimunculkan adalah sikap saling sindir dan sikap saling menyalahkan, bahkan merendahkan secara terbuka baik melalui media sosial maupun media massa.

Sikap mengaku bersalah dianggap sebagai hal yang pantang dilakukan. Sebuah aib yang harus ditutupi. Oleh karena itu, berbagai langkah dilakukan untuk menutupi kesalahannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun