Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Tausiah Politik Si Kabayan Jelang Pilkada Jawa Barat

26 Juni 2018   07:29 Diperbarui: 26 Juni 2018   16:24 2393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabayan tokoh cerita rakyat Sunda.(sundanologi blogspot)

Pilkada diwarnai dengan persaingan ketat para kandidat. Hal ini itu wajar, karena pada dasarnya setiap kandidat ingin berkuasa. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, dia memiliki wewenang untuk mengatur pemerintahan, memimpin aparat dan masyarakat di wilayahnya, dan menyusun berbagai program pembangunan sesuai dengan visi dan misinya saat kampanye. 

Dan yang paling penting adalah, dia menjadi orang penting, orang yang disegani dan dihormati. Walau secara filosofis, memimpin pada hakikatnya melayani, tetapi pada faktanya saat ini memimpin adalah dilayani. Apa yang diinginkan oleh sang penguasa, tinggal tunjuk jari saja, dan para bawahan pun akan siap manut pada setiap perintahnya.

Dalam pandangan Si Kabayan, pilkada tidak lebih dari sinetron atau reality show. Sesuatu yang terlihat serius, padahal sejatinya penuh dengan drama dan pencitraan. Di situ ada ada penulis skenario, sutradara, aktor, aktris, peran pembantu, sampai kepada figuran. Alur cerita pun dibuat sedemikian rupa agar terlihat menarik. Sebuah drama akan semakin menarik kalau diwarnai banyak konflik, walau menimbulkan kegaduhan di kalangan penonton.

Dalam drama terlihat para aktor dan aktris bersengketa penuh lika, liku, intrik, emosi, dan air mata. Para penonton pun sampai ikut hanyut di dalamnya. Akhirnya menimbulkan simpati terhadap aktor atau aktris yang disakiti, dan antipati terhadap aktor yang jahat.

Padahal setelah drama selesai, para aktor dan aktris baik yang berperan sebagai protagonis maupun antagonis, semuanya tepuk tangan karena sinetronnya sukses digemari penonton, sedangkan bagi para penonton, walau sinetron atau filmnya sudah selesai, tetapi terlanjur memiliki memori dan memberikan stempel terhadap para aktor dan artis tersebut. 

Misalnya dalam film India, yang namanya Inspektur Vijay tetap akan disanjung sebagai polisi pemberani, pahlawan kebenaran, dan pejuang keadilan, sedangkan Tuan Takur akan dianggap sebagai sosok penjahat yang kejam.

Ketika para pendukung dan simpatisan calon begitu ramai mempromosikan calon yang didukungnya, maka Kabayan lebih memilih jalan tengah. Menyaksikan dan mengamati jalannya persaingan politik, tidak ikut hanyut di dalamnya, walau tetap punya prinsip yang jelas dan tegas, karena pada dasarnya siapa pun yang menang, kehidupan masyarakat tidak akan banyak berubah kalau tidak berusaha sendiri. Mereka hanya akan jadi penonton terhadap setiap tingkah polah pemimpin yang dipimpinnya.

Menurut Asep Salahudin dalam buku Sufisme Sunda (2017:134), politik itu bertendensi merusak silaturahmi dan berujung pada semata memuja kekuasaan, memburu rente. Politik inilah yang pada gilirannya yang menjadi muara kita mengalami surplus kebodohan dan defisit nalar. 

Hiruk pikuk bukan mendiskusikan visi dan misi, tapi bagaimana berlomba menggaduhkan ruang publik dengan baliho dan spanduk yang penuh kata-kata narsis dan tampang muka yang genit. Pada akhirnya, siapa pun yang menjadi pemenangnya (bupati/wali kota, gubernur) selalu mengulang kesalahan yang sama: korup dan tidak pernah mendengarkan suara rakyatnya.

Persaingan politik saat ini tidak lepas dari dampak Pilpres 2014, Pilkada DKI 2017, dan jelang Pilpres 2019, sehingga muncul istilah partai Allah dan partai setan, ada partai yang telah memprogramkan "Menang Gubernur 2018" dan "Ganti Presiden 2019".

Apalagi Jawa Barat sebagai salah satu basis suara nasional dengan jumlah pemilih paling banyak di Indonesia, mencapai 31,7 juta jiwa, sehingga kandidat berloba-lomba merebut suara masyarakat Jawa Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun