Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SPMI, Literasi, dan Penguatan Pendidikan Karakter

13 April 2018   14:41 Diperbarui: 13 April 2018   14:58 24997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SPMI, LITERASI, DAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)

 

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam peingkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah banyak sekolah yang belum mencapai 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,  Kemdikbud menerbitkan Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah.

Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan."

Lalu pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan."

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah salah satu bentuk penjaminan mutu pendidikan. SPMI dilakukan oleh setiap sekolah. Sejak tahun 2016 hal ini sudah digulirkan di seluruh provinsi di Indonesia. Ada sekolah-sekolah yang dijadikan sekolah model (sekmod), lalu sekmod-sekmod tersebut memiliki sekolah imbas (sekim) sebagai upaya agar semangat penjaminan mutu bisa lebih cepat menyebar.

Pada pelaksanaan SPMI, sekolah melakukan siklus penjaminan yang terdiri dari lima tahap, yaitu (1) pemetaan mutu, (2) perencanaan pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) audit pelaksanaan pemenuhun mutu, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu yang baru.

Pemetaan mutu dilakukan oleh sekolah melalui Evaluasi Diri Sekolah (EDS). Instrumen EDS bisa menggunakan instrumen yang telah dibuat oleh pemerintah atau membuat sendiri. Perencanaan pemenuhan mutu merujuk kepada hasil pemetaan mutu. Disusun berdasarkan skala prioritas, mana indikator atau subindikator mutu pada pada standar yang paling lemah, lalu dimasukkan ke dalam Rencana Kerja Sekolah (RKS) dan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS).

Audit pelaksanaan pemenuhan mutu atau disebut juga dengan monitoring dan evaluasi (monev) dilaksanakan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pemenuhan mutu sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Monitoring dilaksanakan bersamaan dengan proses pelaksanaan pemenuhan mutu.  Hasilnya lalu dievaluasi di akhir kegiatan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan atau penyusunan program tindak lanjut pascamonev. Adapun strategi pemenuhan mutu yang baru dilakukan jika kegiatan pemenuhan mutu yang lama telah selesai dilaksanakan.

Dalam konteks literasi dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), maka proses SPMI erat sekali dengan kedua hal tersebut.  Dalam konteks literasi, SPMI menuntut Tim Penjaminan Mutu Pendidikan (TPMPS) untuk mengetahui tugas pokok dan fungsinya masing-masing, mempelajari mekanisme dari tahapan-tahapan pelaksanaan SPMI, dan belajar untuk mendokumentasikannya.

Tertib administrasi menjadi salah satu tujuan dari pelaksanaan SPMI, karena sekolah kadang sudah melaksanakan berbagai program peningkatan mutu tapi kurang teradministrasikan atau terdokumentasikan dengan baik, sehingga kadang kesulitan ketika suatu saat membutuhkan data.  Pelaksanaan SPMI mendorong warga sekolah melek literasi administrasi dan manajemen sekolah agar mereka memiliki visi yang sama untuk meningkatkan mutu sekolah.

Pendidik dan tenaga kependidikan yang terlibat dalam SPMI juga didorong untuk menulis praktik terbaik (best practice). Hal ini selain bertujuan untuk membagikan pengalaman-pengalaman terbaiknya dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam proses penjaminan mutu, sehingga diharapkan bisa menginspirasi orang lain, juga melatih mereka untuk berlatih menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI), karena menulis KTI masih menjadi kendala bagi sebagian besar pendidik dan tenaga kependidikan. Banyak yang kesulitan naik pangkat karena tekendala menulis KTI.

Dalam konteks pendidikan karakter, ada nilai-nilai yang ditanamkan dari pelaksanaan SPMI, antara lain : (1) sadar budaya mutu, (2) kolaborasi dan sinergi, (3) berjiwa pembelajar, (4) kerja keras, (5) komunikasi efektif, (6) berjiwa reflektif.

Pertama, sadar budaya mutu.Saat ini, mutu menjadi suatu hal yang sangat penting dalam membangun daya saing. Ada perusahaan yang maju pesat karena kreatif, inovatif, dan terus meningkatkan mutu, baik mutu produk, maupun mutu layanan. Tetapi ada juga yang colapsbahkan bangkrut karena tidak kreatif, inovaif, dan tidak mampu menjaga mutunya.

Begitupun dengan sekolah. Saat ini diakui atau tidak, persaingan sekolah untuk meraih kepercayaan masyarakat semakin ketat. Masyarakat, utamanya yang relatif berpendidikan menengah ke atas semakin kritis dalam menilai mutu sekolah. Ada sekolah yang diburu oleh masyarakat, bahkan sebelum datang tahun pelajaran baru, sudah banyak yang mendaftar dan waiting list,tetapi ada sekolah jumlah muridnya semakin menurun, bahkan terpaksa ditutup karena sudah tidak mampu lagi beroperasional.

Agar sekolah mampu bertahan dan diminati masyarakat, maka harus terus meningkatkan mutunya, baik mutu pendidik dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan prasarana, mutu pembelajaran, mutu kegiatan ekstrakurikuler, maupun mutu lulusannya. Mutu sekolah setidaknya terlihat dari prestasi sekolah, baik prestasi akademik maupun nonakademik.

Kedua, kolaborasi dan sinergi. Proses penjaminan mutu di sekolah tidak hanya mengandalkan pihak-pihak tertentu saja, tetapi memerlukan peran serta atau partisipasi semua warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, staf, dan komite sekolah. Dengan kata lain perlu ada kolaborasi dan sinergi diantara semua pihak. Adapun TPMPS menjadi leading sectoryang menangani pelaksanaan berbagai program penjaminan mutu di sekolah. Tanpa bantuan dari semua warga sekolah, peran TPMPS tidak akan optimal.

Kata kuncinya adalah KOMITMEN bersama. Komitmen mudah untuk diucapkan, tetapi dalam pelaksanaannya sulit karena dihadapkan pada tantagan dan godaan. Oleh karena itu, perlu kesadaran semua pihak terkait untuk menghormati dan melaksanakan komitmen yang telah disepakati. Pada awal pelaksanaan SPMI, setiap sekolah membuat komitmen dan fakta integritas yang ditandatangani oleh semua warga dan dipampang di dinding sekolah. Dan pertanyaannya adalah apakah komitmen itu ditindaklanjuti dengan aksi nyata atau tidak?

Ketiga, berjiwa pembelajar.Pelaksanaan SPMI di sekolah dapat disikapi secara positif, yaitu semua warga sekolah didorong untuk belajar mekanisme penjaminan mutu. Disamping membaca berbagai sumber belajar, mereka pun dapat mengundang orang yang paham tentang penjaminan mutu ke sekolah, atau berdikusi dengan sesama rekan terkait dengan penjaminan mutu. Dengan demikian, maka sekolah menjelma menjadi organisasi pembelajar. Sekolah sebagai organisasi pembelajar akan menumbuhkan iklim yang kondusif  dalam peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan.

Keempat, kerja keras.Untuk mewujudkan sekolah yang bermutu, tentunya memerlukan kerja keras semua pihak. Pengorbanan pastinya juga perlukan. Minimal pengorbanan waktu dan tenaga, tidak dipungkiri juga pengorbanan biaya. Ibarat menanam pohon jati, hasil dari kerja keras kadang tidak dapat dirasakan dalam waktu dekat, tetapi perlu waktu lama untuk merasakannya.

Kelima, komunikasi efektif.SPMI merupakan kerja tim, bukan kerja yang dilakukan oleh segelintir orang. Dalam pelaksanaannya memerlukan komunikasi efektif antarberbagai pihak yang terkait. Saling pengertian dan saling memahami mutlak diperlukan. Warga sekolah tidak saling mengandalkan dalam melaksanakan pekerjaan, dan tidak saling menyalahkan ketika ada masalah, tetapi dievaluasi mengapa masalah tersebut terjadi? Apa penyebabnya? Dan apa alternatif solusi yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah?

Keenam, berjiwa reflektif.Penjaminan mutu merupakan sebuah siklus yang berlangsung secara berkelanjutan. Dari satu siklus ke siklus berikutnya perlu dilakukan refleksi, mana hal yang sudah tercapai, dan mana yang belum tercapai. Sejauh mana pelaksanaan komitmen yang telah dibuat? apakah sudah dilaksanakan oleh semua warga sekolah atau masih ada yang perlu diingatkan dan mendapatkan pembinaan?

Refleksi juga perlu dilakukan agar semua warga sekolah dapat merenungkan sejauhmana peran dan kontribusinya dalam proses penjaminan mutu di sekolah. Kadang-kadang merefleksikan sendiri lebih nyaman dibandingkan dengan diingatkan oleh orang lain, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang egois, sulit untuk menerima kritik orang lain.

Berdasarkan kepada uraian di atas, dapat diambil sebuah benang merah bahwa SPMI bukan hanya sekedar proses peningkatan mutu, tetapi sarat akan makna yang dapat diambil oleh semua warga sekolah, khususnya dalam literasi dan pendidikan karakter. Literasi dan pendidikan karakter adalah dua hal yang universal dan independen, bisa dikaitkan dengan berbagai hal, termasuk dalam pelaksanaan SPMI. Dan pertanyaannya adalah apakah semua warga sekolah mau mengambil pelajaran atau tidak? Apakah masih ada warga sekolah yang memiliki pola pikir bahwa SPMI hanya merepotkan dan menambah pekerjaan baru serta kurang peduli? Ini yang perlu dievaluasi bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun