Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kurikulum Pendidikan yang Bersenyawa dengan Alam

3 Agustus 2016   01:37 Diperbarui: 3 Agustus 2016   11:42 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang siswa SDN Kahuripan Pajajaran Purwakarta berjalan melewati sawah yang ada di sekolah tersebut. (Foto : Dokpri)

Jika Anda berkunjung ke SDN dan SMPN Satu Atap Kahuripan Pajajaran Kab. Purwakarta, Anda akan menemukan situasi dan kondisi yang berbeda pada bangunan dan lingkungan seluas kurang lebih tiga hektar ini. Lingkungan sekolah seperti lembah, indah, terdiri dari beberapa tingkatan, ruang kelas ada yang di bangun pada bagian atas dan ada juga ada bagian bawah. Ruang kelas juga ada yang dimanfaatkan sebagai tempat sholat, laboratorium, latihan menari, atau tempat latihan musik karawitan.

Papan nama sekolah. (Foto : Dokpri).
Papan nama sekolah. (Foto : Dokpri).
Bentuk ruang kelas tidak seperti pada umumnya, tertutup dengan jendela berkaca, yang kadang ditutup lagi dengan tirai atau cat, tetapi hanya dibangun setengah badan saja. Temboknya terbuat dari batu bata merah yang disusun secara artisitik, sehingga dari luar tidak tampak seperti ruang kelas, tetapi seperti bangunan tradisional.

Di dekat pintu kelas, menempel alat-alat pertanian dan tempat makanan tradisional seperti dudukuy cetok, boboko, hihid, nyiru, dan kohkol.Seikat gabah yang masih menempel pada tangkainya pun ikut menjadi hiasan. Lampu lampion yang menggantung pada bagian luar kelas semakin mempercantik bangunan kelas.

Ruang kelas yang dengan bentuk yang khas. (Foto : Dokpri).
Ruang kelas yang dengan bentuk yang khas. (Foto : Dokpri).
Aktivitas belajar siswa dapat terlihat dari luar, dan siswa pun dapat melihat suasana di luar. Karena ruang kelas dibangun setengah badan, maka tidak perlu dilengkapi dengan AC (Air Conditioner) karena sudah tersedia AG alias Angin Gelebug atau angin alami yang masuk bersemilir ke dalam kelas. Dengan demikian, udara pun lebih sejuak dan lebih segar.

Para siswa sedang asyik belajar. (Foto : Dokpri)
Para siswa sedang asyik belajar. (Foto : Dokpri)
Memang ada plus minusnya bangunan kelas dibuat seperti ini. Plusnya adalah terlihat artistik, susana alamnya terasa, dan tidak cepat gerah, tetapi minusnya adalah suara atau keributan murid dari kelas sebelah akan cukup menganggu konsentrasi belajar, suara guru harus lebih keras ketika menjelaskan pelajaran, jika menggunakan proyektor akan terlihat kurang jelas karena terkena cahaya terang dari luar, jika ada orang yang lewat di depan kelas akan mengundang perhatian siswa yang sedang belajar di dalam kelas.

Penulis sedang berdiskusi dengan para siswa. (Foto : Dokpri).
Penulis sedang berdiskusi dengan para siswa. (Foto : Dokpri).
Suasana di luar kelas terasa rindang dan indah karena dihiasi pohon-pohon dan bunga-bunga yang berwarna-warni. Hal yang unik dan mungkin tidak ada di sekolah lain adalah di sekitar sekolah terdapat beberapa petak sawah, kolam ikan, kandang ayam, dan kadang kambing. Suara air yang bening mengalir dan mengairi sawah semakin menambah eksotisnya lingkungan sekolah ini.

SDN-SMPN Satu Atap Kahuripan Pajajaran menerapkan Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL) yang telah dikelola dengan baik dan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, tahun 2016 sekolah ini berhasil menyabet juara I Sekolah Berbudaya Lingkungan Tingkat Provinsi Jawa Barat jenjang SD.

Lingkungan sekolah yang bersih dan tertata rapi. (Foto : Dokpri).
Lingkungan sekolah yang bersih dan tertata rapi. (Foto : Dokpri).
Beragam aktivitas yang dilakukan siswa. Ada yang sedang belajar di dalam kelas, ada yang berolah raga, ada yang sedang menyantap makanan yang dibawa dari rumah karena di sekolah ini tidak boleh ada kantin, ada yang sedang berlatih menyanyi,  mengerjakan tugas, membaca buku, berbengkarama, mencari dan maraban domba(memberi makan kambing).

Mereka tampak senang dengan berbagai aktivitas yang mereka lakukan. Saya pun sempat berbincang-bincang dengan siswa yang Saya temui, masuk ke dalam kelas dan berdiskusi dengan mereka. Baju pangsi yang dipakai siswa laki-laki dan kebaya yang dipakai siswa perempuan membuat mereka tampil beda sebagai mojang dan jajaka Purwakarta.

Sejumlah siswa dan siswi yang ceria. (Foto
Sejumlah siswa dan siswi yang ceria. (Foto
Saya melihat sekolah ini memang memiliki karakteristik yang khas, antara lain, identitas kesundaan dan nuansa tradisional yang begitu menonjol walau suasana modernnya juga terasa. Sekolah ini dilengkapi dengan jaringan internet (Wi-Fi) dan guru-guru pun menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembelajaran.

Suasana lingkungan yang indah terasa sedang berada di alam yang indah dan sejuk. Tanaman padi yang sedang hijau terhampar, angin sepoi-sepoi bersemilir, ikan berenang di kolam, dan air bergemercik. Beberapa ekor ayam dan kambing tampak sedang diberi makan oleh siswa.

Pohon, bunga, sawah, padi, dan hewan ternak yang ada di sekolah itu bukan hanya fasilitas pelengkap saja, tetapi merupakan bagian tidak terpisahkan dari kurikulum pendidikan pada sekolah tersebut. Pendirian sekolah ini diilhami oleh gagasan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang ingin mendirikan sekolah yang menonjolkan karakter kesundaan dan bernuansa pedesaan.

Sawah yang terdapat di lingkungan sekolah. (Foto : Dokpri).
Sawah yang terdapat di lingkungan sekolah. (Foto : Dokpri).
Fasilitas-fasilitas di atas tersebut oleh guru suka dijadikan sebagai tempat belajar, sumber belajar, atau media pembelajaran. Intinya, belajar dari alam atau lingkungan. Belajar secara kontekstual, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali ilmu dan pengalaman dari kehidupannya.

Seorang siswa menangkap kepiting dari sawah. (Foto : Dokpri)
Seorang siswa menangkap kepiting dari sawah. (Foto : Dokpri)
Sesuai dengan keinginan Kang Dedi, sekolah ini harus menjadi representasi kurikulum pendidikan yang bersenyawa dengan alam. Anak-anak diperkenalkan kepada dunia pertanian. Mereka diajak untuk menanam padi dan memanennya. 

Mereka tidak harus selalu menjadi petani, tetapi mereka diberikan pemahaman bahwa padi adalah makanan pokok bangsa Indonesia, akrab dengan lumpur sawah, kalau istilah Sunda jangan sampai jéjérégéd (takut) memasukkan kaki ke lumpur. Kita harus berterima kasih kepada petani karena karena jasa petani, kita bisa makan nasi.

Sejumlah siswa sedang mencuci tangan pada air yang mengalir jernih. (Foto : Dokpri)
Sejumlah siswa sedang mencuci tangan pada air yang mengalir jernih. (Foto : Dokpri)
Dari air, siswa belajar tentang pentingnya air dalam kehidupan, air sebagai sumber kehidupan, pentingnya menjaga ketersediaan sumber air, dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Siswa diajak untuk beternak ikan, ayam, atau kambing tujuannya untuk memperkenalkan dunia peternakan sebagai salah satu sumber protein. Protein sangat berperan dalam pertumbuhan tubuh. 

Di kalangan masyarakat sunda, laki-laki harus tahu dan dapat memelihara hewan ternak karena disamping menjadi sumber makanan juga bisa jadi sumber usaha. Dengan memelihara hewan ternak seperti kambing, Kang Dedi memimpikan suatu saat di Purwakarta orang tidak lagi antri daging kurban, tetapi justru berkurban.

Dua orang siswa sedang memberikan makan kambing. (Foto : Dokpri)
Dua orang siswa sedang memberikan makan kambing. (Foto : Dokpri)
Dalam konteks pembelajaran tematik di SD, dari sawah saja, seorang siswa bisa belajar beragam mata pelajaran, antara lain matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS, seni budaya, prakarya, dan bahasa Sunda. Pada muatan mapel matematika, misalnya siswa diminta untuk menghitung jumlah tangkai pada satu gunduk padi, terus menghitung jumlah padi pada tiap tangkai, sampai bisa menghitung berapa kilogram atau berapa kuintal padi yang dihasilkan dari satu petak sawah. Oleh karena itu, guru diharapkan secara kreatif mengembangkan tema dari sawah tersebut pada berbagai muatan mapel yang relevan.

Penulis berfoto di depan salah satu kelas. (Foto : Dokpri).
Penulis berfoto di depan salah satu kelas. (Foto : Dokpri).
Bagi Saya, kurikulum pendidikan yang dijalankan di SDN dan SMPN Satu Atap Kahuripan Pajajaran adalah kurikulum pendidikan yang menggabungkan antara kurikulum dari pemerintah pusat dengan kurikulum daerah. Mensenyawakan jiwa siswa dengan tanah, air, angin, dan udara sebagai unsur kehidupan manusia. Selain itu terintegrasikan juga pendidikan karakter, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan kecakapan hidup, dan pendidikan kewirausahaan kepada setiap siswa. Luar biasa.

Penulis, Praktisi Pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun