Premanisme selalu jadi topik yang menarik untuk dibahas, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Ada yang melihat preman sebagai ancaman, ada pula yang menganggap mereka hanyalah produk dari sistem sosial yang tidak adil. Tapi pertanyaannya, apakah benar kemiskinan adalah penyebab utama munculnya premanisme? Ataukah ada faktor lain yang lebih kompleks?
Premanisme: Antara Mitos dan Realitas
Kebanyakan orang beranggapan bahwa premanisme adalah hasil dari kemiskinan. Logikanya, seseorang yang tidak punya pekerjaan dan hidup dalam kondisi ekonomi sulit akan lebih mudah tergoda untuk melakukan tindakan kriminal. Ini memang masuk akal, tapi kalau kita lihat lebih dalam, banyak preman justru berasal dari lingkungan yang tidak sepenuhnya miskin.
Ada preman yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja, bahkan ada yang punya akses pendidikan cukup baik. Lalu, kalau kemiskinan bukan satu-satunya penyebab, mengapa premanisme tetap tumbuh subur?
Salah satu faktornya adalah kultur dan lingkungan sosial. Di beberapa tempat, menjadi preman bukan hanya soal bertahan hidup, tapi juga tentang status dan kekuasaan. Ada daerah-daerah yang sudah lama dikuasai kelompok tertentu, di mana menjadi preman adalah cara cepat untuk mendapatkan pengaruh, uang, dan kekuatan.
Ketimpangan Sosial: Ketika Ketidakadilan Menjadi Pemicu
Walaupun kemiskinan bukan satu-satunya penyebab premanisme, kita tidak bisa menutup mata bahwa ketimpangan sosial memegang peran besar dalam menciptakan kondisi yang mendukungnya.
Ketika sebagian kecil masyarakat hidup dalam kemewahan, sementara yang lain harus berjuang mati-matian untuk bertahan, akan muncul rasa frustrasi dan ketidakadilan. Beberapa orang memilih jalur kerja keras dan berusaha keluar dari situasi tersebut, tetapi ada juga yang merasa bahwa sistem tidak akan pernah berpihak pada mereka. Dari sinilah muncul pemikiran bahwa "kalau tidak bisa menang dengan cara baik-baik, mungkin cara kasar adalah satu-satunya jalan."
Premanisme sering muncul di daerah dengan akses pendidikan dan lapangan pekerjaan yang minim. Bukan karena orang di sana malas, tapi karena kesempatan yang diberikan tidak merata. Ketika seseorang melihat bahwa bekerja dengan jujur tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan mereka yang "bermain kotor" justru lebih sukses, keinginan untuk mengikuti jalur tersebut menjadi semakin besar.
Premanisme Bukan Sekadar Soal Uang, Tapi Juga Soal Identitas