Setiap kali Ramadan tiba, feed TikTok langsung berubah suasana. Dari yang biasanya dipenuhi joget-joget viral dan tren lucu, mendadak muncul konten bertema religi: ceramah singkat, tips puasa sehat, amalan sunnah, hingga kajian dadakan. Fenomena ini bukan hal baru, tapi tahun ini terasa lebih masif.
Pertanyaannya, apakah semua konten ini benar-benar bentuk dakwah yang tulus, atau justru sekadar strategi cari sensasi demi engagement dan cuan?
Ketika TikTok Jadi Mimbar Digital
Dulu, ceramah agama lebih sering ditemukan di masjid atau acara televisi. Tapi sekarang, cukup dengan swipe ke atas di TikTok, siapa saja bisa menemukan kajian singkat dalam format video pendek. Mulai dari ustaz ternama hingga akun anonim dengan editan ala kadarnya, semua berlomba-lomba menyebarkan pesan kebaikan.
Di satu sisi, ini adalah peluang bagus. Konten dakwah yang ringan dan relatable bisa menjangkau lebih banyak orang, terutama anak muda yang mungkin jarang datang ke kajian langsung. Dengan gaya penyampaian santai, mereka bisa belajar tentang Islam sambil tetap menikmati TikTok seperti biasa.
Tapi di sisi lain, ada tantangan besar: seberapa kredibel informasi yang mereka sampaikan? Tidak semua yang berbicara soal agama di TikTok memiliki latar belakang keilmuan yang cukup. Beberapa bahkan lebih fokus membuat konten yang mengundang emosi---baik itu haru, marah, atau kagum---tanpa benar-benar memastikan apakah isi dakwahnya sudah sesuai ajaran Islam.
Dakwah atau Algoritma?
Salah satu hal yang perlu disadari adalah bahwa TikTok bekerja berdasarkan algoritma. Konten yang sering ditonton, disukai, dan dikomentari akan lebih mudah viral. Inilah yang membuat beberapa kreator memilih pendekatan yang lebih sensasional dalam berdakwah.
Misalnya, ada yang menyampaikan hadis dengan nada mengancam, seolah-olah semua orang yang tidak menjalankan satu amalan tertentu pasti masuk neraka. Ada juga yang membahas hal-hal kontroversial hanya untuk memicu perdebatan di kolom komentar. Semakin panas diskusi, semakin tinggi engagement, semakin sering videonya muncul di FYP (For You Page).
Lebih parah lagi, ada kreator yang memanfaatkan Ramadan sebagai momen untuk menambah followers dan viewers dengan cara yang tidak etis. Mereka membuat konten dengan label "Ramadan" tetapi isinya jauh dari nilai-nilai Islam. Misalnya, prank berbuka puasa di depan orang lain, challenge menguji kesabaran, atau sekadar clickbait yang memanfaatkan momen religi untuk kepentingan pribadi.