Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveller amatir. klick: www.nyambi-traveller.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan di Tengah Covid-19

5 Mei 2020   21:39 Diperbarui: 5 Mei 2020   22:17 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran on line kini merupakan model jamak pendidikan | dokpri

"Di tengah pendemi corona kegiatanku di rumah ekstra keras. Aku harus pinter membagi waktu terhadap tiga anakku. Semua belajar dengan on line. Para guru sekolah berlomba memberi tugas. Kebayangkan.... Bila setiap anakku bertanya PR (pekerjaan rumah)nya ke aku. Padahal aku harus mengerjakan tugas lain di rumah. Hadeh.... Belum lagi tetanggaku terkadang bertanya penggunaan android, karena semua tugas sekolah anaknya melalui HP", ungkap Margaretha Meo, wakil orang tua murid di Fokus Grup Diskusi (FGD) on line tentang "Menuju Sistem Pendidikan Pasca Pandemi" guna memperingati Hari Pendidikan Nasional, Senin, 4 Mei 2020. FGD digagas 20.20 for Education, jaringan masyarakat sipil untuk pendidikan yang adil, dan diikuti 140 an peserta dari berbagai kelompok dan daerah di Indonesia.

Hiruk pikuk kegelisahan guru, murid dan orang tua di masa "stay at home" -- karena pandemik covid-19 -- direspond KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Retno Listyarti, komisioner KPAI menyatakan bahwa keresahan Margaretha menjadi kegundahan orang tua murid secara nasional. Dari survey yang dilakukan KPAI mendapatkan temuan tak jauh berbeda dengan pengalaman itu. 

Bahkan, kebanyakan anak didik tidak menyukai pembelajaran jarak jauh (PJJ). Salah satu sebabnya, model pembelajaran dengan PR dari guru sekolah untuk mengejar target pemenuhan kurikulum. Makanya rekomdasi KPAI, mendorong guru agar kreatif menjalankan PJJ. Para guru dianjurkan untuk tidak fokus pada kompetensi akademik semata, namun mereka wajib menemukenali dan minat dan potensi anak, sehingga PR dijalankan dengan penuh semangat.  

Situasi tersebut sebenarnya dampak turunan sistem pendidikan nasional. Aturan dan praktik pendidikan di Indonesia mengarah kepada privatisasi. Artinya, selama ini terindikasi negara melepaskan tanggung jawab dalam menyediakan pelayanan pendidikan sebagai bagian pemenuhan hak warga negara dengan menyerahkannya ke "pasar". Komersilasasi merupakan dampak lanjut yang memunculkan ketakmerataan pendidikan di Indonesia. 

Contohnya, rata-rata penduduk desa mengenyam pendidikan hanya hingga kelas I SMP (sekitar 6,8 tahun). Sementara di perkotaan, murid mampu bersekolah hingga kelas I SMA (atau 9,4 tahun). Kondisi makin menderang di masa PJJ yang mengandalkan sambungan internet. Meski 171 juta rakyat terhubung internet, 55,7% askes internet terdapat di Jawa, Kalimantan 6,6 %, Bali dan NTT 5,2%, dan Sulawesi, Maluku dan Papua 10,9%.

Sejatinya, kebijakan pendidikan Indonesia mengadopsi nilai keanekaragaman dan kemanusiaan, serta kebinekaan sesuai budaya Indonesia. Hal ini menjadi modal baik untuk menghadapi berbagi kondisi -- termasuk di tengah penademi Covid-19. Sayangnya, ungkap Henny Supolo dari Yayasan Cahaya Guru, beberapa aturan baik itu tidak berjalan dalam implementasi. Pembelajaran di sekolah formal disibukan ketercapaian target kurikulum, disamping minimnya kapasitas pendidik, dan lambatnya reformasi birokrasi serta tindakan korupsi, yang menghambat pembangunan manusia melalui pendidikan. 

Di tengah tantangan tersebut, Budhis Utami, Institut KAPAL Perempuan, mengingatkan tujuan pendidikan sebagai upaya keras keberlanjutan kemanusian dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) keempat tentang Pendidikan, target 7. Yaitu, "menjamin semua peserta didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk meningkatkan pembangunana berkelanjutan, termasuk antara lain, melalui Pendidikan untuk keberlanjutan dan gaya hidup yang berkelanjutan, hak asasi manusia, kesetaraam gender, promosi budaya damai dan non kekerasan.......".

Pendidikan dan pembelajaran kini menghadapi tantangan serius di masa pandemi Covid-19. Di sini, pendidikan harus menciptakan manusia sigap mengadapi aneka tantangan -- termasuk Covid-19. Untuk itulah Nani Zulminarni, presiden ASPBAE (The Asia South Pasific Associaton for Basic and Adult Education), menekanakan model pembelajaran sepanjang hayat (life long learning). 

Pendidikan tidak hanya pembelajaran formal di sekolah, namun minimal mencakup aspek; learn to know (nilai pengetahuan), learn to do (aspek keterampilan), learn to be (nilai karakter), learn to live togather (sifat sosial), dan learn to become a change maker (menjadi pembaharu).

Aneka pemikiran pendidikan dalam FGD menjadi input pengetahuan di tengah pembahasan RUU Sisdiknas (System Pendidikan nasional) bersamaan dengan RUU Cipta Kerja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun