Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveller amatir. klick: www.nyambi-traveller.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perkawinan Anak dan Kewirausahaan Pemuda

14 November 2019   14:55 Diperbarui: 14 November 2019   15:03 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar usaha melalui aplikasi upaya mendorong kewirausahaan mahasiswa Unwika, Kupang

Berita anak dibawah umur menikah di pengungsian menggemparkan public awal November 2019. Ditemukan 84 kasus perkawinan anak di 12 titik dari 400 lokasi pengungsian penyintas bencana Sulawesi Tengah, bagai petir di siang bolong (Kompas, 7 November 2019).

Sejumlah kalangan meyakini itu puncak gunung es dari kondisi sebenarnya. Informasi ini menandakan bahwa perkawinan anak menyebar di banyak kondisi. Kasus perkawinan anak di pengungsian seolah mempertegas status Indonesia sebagai salah satu kawasan ke-7 dunia dan nomor ke-2 se Asia Tenggara tertinggi jumlah perkawinan anak.

Tepat, pemerintah RI mengeluarkan UU No.16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 tentang perkawinan yang menaikan batas usia menikah minimal 19 tahun. Kebijakan ini menjadi amunisi kepala daerah, camat dan kepala desa untuk menindaklanjuti aturan melalui; perbub, perwali, perdesa dsb, guna implementastitif di kalangan masyarakat basis.

Mudah-mudahan berbagai kebijakan untuk menekankan perkawinan anak berdampak kepada tingkat pencapaian keadilan gender di Indonesia. Indek Gender yang dikeluarkan EM (Equal Measure) 2030 menempatkan pencapaian Indonesia masih turun naik. Menurut Indek Gender SDGs yang diluncurkan di Kanada, Juni 2019 berjudul "Harnessing the power data Gender equality (introducing the 2019 EM 2030 SDGs Gender Index)", dengan skala dari 0 -100, rata-rata indek gender negara asia dan pasifik, memiliki skore 64,6 yang berarti jatuh pada posisi kurang baik ("poor").

Nilai rata-rata skor dan rangking Indonesia berada di 65,2 bila dilihat keterkaitan pencapaian tujuan 5 (gol Gender) dengan berbagai tujuan lain SDGS; 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 16 dan 17. 

Secara rinci, skor Indonesia bervariasi, mulai kategori "baik" (good) hingga "sangat buruk" (very poor.) Untuk kategori exelent, Indonesia belum memiliki keterkaitan gol dengan yang lain. Seperti diungkap dalam hal. 23 Gender Indek, Indonesia memperoleh skor "baik" (good) pada pencapaian gol 2 (tentang kelaparan dan nutrisi), gol 3 (tentang kesehatan) dan gol 6 (tentang ketersediaan air dan sanitasi). Data ini serasa pas dengan kondisi Indonesia bila dianalisis dengan analisa keadilan gender.

Sementara level kategori yang banyak ditempati adalah "poor" (kurang atau miskin), dimana posisi gol 1 (kemiskinan), 8 (kerja dan pertumbuhan ekonomi), 10 (inrquality), 16 (perdamaian), 5 (gender) dan 9 (industry, inovasi dan inrastruktur) dinilai masih "poor". Itulah penelitan gender indek terhadap posisi Indonesia.

Kewirausahaan "Meredakan" Pemuda Kawin dini

Banyak studi memperlihatkan bahwa kemiskinan merupakan satu sebab orang tua menikahkan anak di usia muda. Contohnya, BPS dan Unicef dalam "Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia 2015", menyatakan hubungan antara pengaruh kemiskinan atas perkawinanan anak. 

Umumnya anak perempuan khususnya dari kelurga miskin disegerakan menikah guna mengurangi beban keluarga. Meski bukan faktor satu-satunya, studi Universitas Indonesia bersama KPPPA 2016 tentang perkawinanan anak di Kalimantan Tengah, menyimpulkan kemiskinan menjadi salah satu faktor perkawinan anak.

Terus apa hubungannya dengan trend kewirausahaan? Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi tahun 2020-2030. Dampak positifnya adalah melimpahnya sumberdaya muda dalam pembangunan nasional. 

Sisi negativnya, rendahnya kwalitas jumlah pemuda yang menumpuk memperbesar angka pengangguran muda Indonesia dan berbahaya bagi pembangunan negara. BPS mencatat 133,56 juta angkatan kerja di Indonesia per Agustus 2019. Sebanyak 126,51 juta orang bekerja, selebihnya sebanyak 7,05 juta orang menganggur, termasuk kalangan pemuda.

Menurut penelitian diatas, pengangguran dan kemiskinan (satu kondisi ekonomi) "lahan subur" perkawinan anak. Di sisi lain, lapangan kerja baru (khususnya di sector formal dan peluang menjadi aparat sipil negara dan TNI-polri) terbatas. Di sini pentingnya peran kewirausahaan di kalangan pemuda tumbuh dan berkembang. BPS 2016 mencatat bahwa  dari 160. 369.800 jiwa angkatan kerja Indonesia, 40 persennya atau sebesar 62.570.920 termasuk generasi milenial. 

Masa pemuda merupakan periode mencoba berbagai inisiatif, dan minim "mental block". Revolusi 4.0 membuka berbagai celah kewirausahaan yang sebelumnya tak terbayangkan. Gambaran ini sejalan temuan Survei Kewirausahaan 2019 (The Asia Pacific Entrepreneurship Insights Survey 2019) oleh Herbalife Nutrition menyatakan bahwa orang Indonesia berhasrat kuat berwirausaha. 

Tujuh dari 10 orang (sekitar 71 %) responden berangan-angan memiliki usaha sendiri (berita satu, 14 Agustus 2019). Intinya, "ghirah" pemuda dalam kewirausahaan sedang bergelora. Semua pihak; pemangku kepentingan, swasta, akademisi, non state actor, saatnya menstimulus anak-anak muda kita untuk membangun inovasi kewirausahaan.

Indonesia merupakan negara pemilik berbagai bahan baku siap-olah produksi. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) menerbitkan buku, "Sain untuk Biodiversitas Indonesia", Senin, 11/11/2019 di Jakarta (Kompas, 12/11/2019). Menurutnya, Indonesia memiliki potensi kegiatan ekonomi berbasis sumber daya hayati yang sustainable. Yaitu; ekowisata, bioprospeksi untuk penggalian obat dan bioenergy, serta eksplorasi laut dalam. 

Meskipun, potensi ini memerlukan kemampuan pengembangan ilmu dan tekhnologi. Sementara di sector pangan, Indonesia kaya berbagai variasi pangan sebagai bahan baku. Setidaknya ada 77 jenis pangan yang memiliki sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 77 jenis buah-buahan, 75 jenis sayur-sayuran dan 26 jenis rempah dan bumbu untuk aneka masakan dan obat-batan herbal (Kehati, 2019).

Di titik ini, peta daerah pernikahan anak penting. Selain kebijakan nasional dan turunannya di daerah tentang pencegahan perkawinaan anak, inisiatif penumbuhan kewirausahaan pemuda saatnya dimulai dan saling mendukung. Kewirauahaan pemuda selain berguna bagi percepatan pembangunan, juga menekan jebakan pemahaman masyarakat bahwa "perkawinan anak solusi pengurangan beban keluarga".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun