Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveller amatir. klick: www.nyambi-traveller.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perempuan Indonesia Masih Enggan Manfaatkan Layanan Kesehatan Reproduksi

4 Desember 2017   14:56 Diperbarui: 5 Desember 2017   12:48 2206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Diantaranya, sebanyak 33 perempuan (sekitar 20,8 persen) menjawab bahwa mereka tidak mengetahui kalau BPJS kesehatan bisa digunakan untuk pemeriksanaan IVA (papsmear), payudara, dan kehamilan. Selebihnya 119 perempuan (atau 74,8 persen) menyatakan belum memiliki keluhan organ kesehatan repduksi, dan sebanyak 6 perempuan takut akan pemerikasaan.

Kondisi itu memperlihatkan bahwa kaum perempuan penerima JKN PBI sedikit yang menggunakan fasilitas kesehatan reproduksi di layanan BPJS kesehatan. Ini miris, karena kesehatan reproduksi perempuan minim perhatian, meski oleh perempuan sendiri. Ini sejalan dengan minimnya pemeriksanaan perempuan terhadap bahaya kanker servick. 

Gambaran ini sealur temuan survei di bagian kampanye, dimana itu merupakan dampak buruk dari  sosialisasi BPJS kesehatan dan layanannya. Sosialisasi yang buruk didukung dengan cara konvensional. Padahal pemeriksaan organ reproduksi perempuan secara teratur merupakan kebutuhan kesehatan perempuan.

Banyak manfaat turunan dari pemeriksanaan kesehatan reproduksi teratur bagi masyarakat. Di pemeriksaan, biasanya dokter menerangkan seluk beluk organ reproduksi manusia. Misalnya organ reproduksi yang sehat untuk melahirkan bayi berusia 20-24 tahun. Sementara ibu berusia 10-14 tahun beresiko lima kali lipat meninggal saat hamil dan bersalin. 

Dalam usia di bawah 20 tahun, organ tubuh belum siap untuk hamil dan bersalin. Sementara dari sisi kesehatan, perempuan yang hamil di usia muda, akan berebut nutrisi dengan calon anak yang dikandungnya. Sehingga sang calon ibu terjangkiti berat badan berkurang, anemia karena menderita defisiensi nutrisi, dan berisiko melahirkan BBLA. Artinya, dengan pemeriksaan organ reproduksi teratur perempuan mampu menurunkan gejala perkawinan usia dini. Makanya, menurut saya, BPJS harus berperan besar untuk mendorong perempuan penerima JKN PBI memanfaatkan fasilitas terebut.

Dalam hal itu, kantor BPJS Kesehatan jarang menyinggung layanan kesehatan reproduksi dalam sosialisasinya. Layanan ini sejatinya menjadi peluang pemerintah untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak saat melahirkan serta menekan perkawinan anak. Karena dengan BPJS kesehatan yang menanggung persalinan perempuan dan layanan papsmear dan pemeriksanaan organ reproduksi lainnya, maka masyarakat yang selama ini pergi ke dukun dan mandiri, beralih ke rumah sakit. Sehingga bila terjadi kasus khusus saat persalinan, dengan cepat dokter menolongnya dengan peralatan memadai.

Di sini menurutku, tentangan terbesar penyelanggara BPJS Kesehatan untuk memperbaharui srategi kampanyenya. Selama ini, metodenya terkesan monoton. Belum banyak inovasi. Kelompok-kelompok masyarkat basis yang selama ini difasilitasi NGO banyak membantu melalui pendidikan alternatif. Sekolah perempuan di Jakarta Timur -- yang difasilitasi Kapal Perempuan -- milsanya, aktif berdiskusi tentang JKN kesehatan di aktifitas kelompoknya. Inisiatif muncul karena anggota sekolah perempuan dan masyarakat sekitar berkepentingan terhadap layanan kesehatan dasar.

Temuan diatas sejalan dengan penelitian Jurnal Kesehatan Reproduksi, 8(1), 2017: 15-29, oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, BKKBN, Juni 2017, dengan judul, "Pola Pemakaian Kontrasepsi dan Pemanfaatan Kartu BPJS Kesehatan dalam pelayanan Keluarga Berencana di Indonesia", menggambarkan kondisi serupa. 

Studi dengan 189.652 sampel perempuan pernah menikah berumur 10-54 tahun di Indonesia yang mendapat layanan KB. Hasilnya, pemanfaatan kartu BPJS kesehatan bagi perempuan untuk pelayanan KB masih rendah. Lebih jauh, studi ini mengapresiasi banyaknya masyarakat yang membanjiri layanan kesehatan dengan memanfaatkan BPJS kesehatan. Namun sayangnya, sebagian besar masyarakat tidak banyak yang memanfaatkan pelayanan KB. Perempuan dalam hal itu, -- menurut studi -- banyak memanfaatkan jasa bidan yang praktik swasta meski harus membayar.

Marsiem merupakan miniatur kecil perempuan miskin Indonesia. Bila dipahami bahwa penduduk kota lebih sejahtera dibanding perdesaan dan kepulauan, maka gambar menyedihkan profil perempuan miskin, pasti tersaji di luar kota Jakarta. Mereka merupakan penerima JKN PBI di layanan BPJS kesehatan.  Meski pemeriksaan kesehatan reproduksi perempuan ditanggung BPJS kesehatan, namun bila kendala-kendala disampaikan diatas tidak terselesaikan, maka kasus-kasus kesehatan reproduksi perempuan menunggu hitungan waktu.

Dari sisi lain, penyebaran nilai kesetaraan dan keadilan gender di dunia kesehatan terus dilakukan. Dokter di satu sisi, harus memiliki perspektif keadilan gender. Dokter tidak boleh melulu menjadikan kaum perempuan sebagai "objek" pemeriksaan organ reproduksi.  Politik reproduksi merupakan tanggung jawab laki-laki dan perempuan di dalam keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun