Mohon tunggu...
Idna Nawfa
Idna Nawfa Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pebisnis dan Sastrawan

"Gagal, Ulangi; Salah, Perbaiki; Berhenti, Mati".

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Masuk 10 Besar Ekonomi Dunia? Mungkinkah?

15 Agustus 2019   01:34 Diperbarui: 15 Agustus 2019   01:48 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Banyak orang melupakan hal ini.Indonesia adalah bangsa KONSUMTIF. Yap, KONSUMTIF. Bagaimana tidak, selama 73 tahun Indonesia merdeka, faktor pendorong terbesar pertumbuhan ekonominya adaah KONSUMSI. Parameter sederhananya kita bisa lihat di pusat" perbelanjaan, Membludak. Dan hal ini tentu menjadi dua sisi mata uang yang berbeda. 

Sebab adanya Revolusi Industri. 4.0 nanti peran teknologi sangat di mainkan. Internet juga demikian. Di satu sisi kita bisa memanfaatkan sebagai efisiensi dalam produksi, satu sisi juga kita bisa memanfaatkan sebagai efisiensi konsumsi (kemudahan transaksi). 

Tapi kalo rasio antara produksi:konsumsi ini timpang. Maka ini akan menjadi bahaya. Dan tentu akan menimbulkan permasalahan baru. Misalnya kita terlalu banyak produksi, tapi minim konsumsi. Kan rugi? Begitupun sebaliknya, kalo kita terlalu banyak konsumsi, tapi minim produksi. Sampe berapa lama kita kuat untuk makan? 

Sedangkan tidak ada capital inflow yg masuk ke kantong nasional maupun personal. Minim ekspor, tidak ada perputaran dan pemasukan uang yang cair. Justru kita membuang uang keluar. Akibatnya, negara akan semakin rapuh fundamental ekonominya. Kalau sudah begini, justru akan diragukan Indonesia bisa masuk pada jajaran 10 besar ekonomi dunia nanti. 

Maka dari hal tersebut, setidaknya kita harus benar-benar bisa membuat komitmen dan strategi yang serius dan berkelanjutan. Apalagi sekarang kita sedang menyambut revolusi industri 4.0.

Kalau kita tidak "berubah" atau dalam istilah Profesor Kasali adalah "Disrupsi" atau mendisrupsi diri, maka tidak ada pilihan lain selain kita sendiri yang akan terdisrupsi. Oleh zaman, persaingan dan teknologi. 

Setidaknya, saya merangkum 5 hal yang bisa dijadikan sebagai strategi dalam mencapai 10 besar negara di dunia dengan perekonomian yang kuat. 

Yang pertama adalah SDM

Seperti yang kita ketahui bahwa sebagai negara yang ingin menjadi jajaran elit ekonomi dunia, selain dengan kemampuan ketersediaan teknologi pada suatu negara tsb, juga harus di imbangi oleh kualitas SDM yang mumpuni. Apalagi industri 4.0 nanti akan lebih banyak industri-industri kreatif yang membutuhkan _softskill_ dari setiap individu. Kalau tidak, alamat. Robot yang akan menguasainya.  Sekarang kita bisa lihat perbandingan pekerja kasar dan pekerja "elit" lebih banyak mana? 

Tentu hal ini tidak terlepas dari rendahnya pendidikan SDM itu sendiri. Kualitas pendidikan indonesia masih belum mampu membangun manusia yang punya daya saing. Kurikulum pendidikan masih statis, belum menyentuh level inovatif. Sarkasnya, mereka yang sekolah hanya menjadi "Tahanan" di ruang kelasnya. Termasuk di perguruan tinggi. 

Sebagai salah satu SDM Indonesia, generasi milenial pun tak luput dari perubahan yang dibawa revolusi industri 4.0. Generasi yang lahir pada medio 1980-1999 ini harus bersiap dengan kondisi tersebut karena masa depan industri dan manufaktur Indonesia berada di tangan mereka. 

Tak hanya pintar dan menguasai teori, mereka harus memiliki kemampuan belajar (learning ability) tinggi untuk mengikuti perubahan yang berlangsung cepat. Terlebih bagi mereka yang ingin bekerja di bidang teknik dan menjadi engineer.

Ini berarti lembaga pedidikan harus bisa mengasah kemampuan belajar mahasiswanya agar mampu mengikuti perubahan yang terjadi dengan cepat. Dengan demikian mereka mampu menjawab tantangan yang datang bersama industri 4.0.

Salah satu contoh nyata, seperti yang dilakukan Universitas Prasetiya Mulya di School of Applied STEM (Science Technology Engineering & Mathematics). Lembaga pendidikan ini merancang kurikulum yang melatih mahasiswanya untuk memiliki kemampuan belajar yang tinggi sejak tahun pertama kuliah.

Di kampus ini tersedia yang namanya "Collaborative STEM Laboratories". Yakni sebuah gedung laboratorium khusus yang dirancang bukan hanya difungsikan untuk praktikum, tapi juga sebagai tempat mereka merealisasikan ide-ide dan mengembangkannya menjadi prototipe produk di Innovation Lab tsb. 

Sebagai informasi, Innovation Lab adalah bagian dari Collaborative STEM Laboratories. Di sini mahasiswa STEM bisa berkolaborasi dengan mahasiswa dari jurusan lain di Prasetiya Mulya untuk menciptakan inovasi bisnis startup berbasis sains dan teknologi.

untuk mendukung mereka menghasilkan inovasi-inovasi tersebut Collaborative STEM Laboratories juga sudah dibekali peralatan berteknologi mutakhir. Contohnya, Scanning Electron Microscope (SEM) dan mesin Miling CNC.

Tidak berhenti disitu, prototipe produk yang telah dihasilkan bisa dipamerkan melalui galeri yang disediakan. Calon investor yang tertarik pun bisa mengembangkannya menjadi bisnis.

Dengan demikian, selain bereksperimen mahasiswa juga akan punya gambaran mengenai dunia kerja dan bisnis. Selain itu, inovasi teknologi yang dihadirkan juga dapat diaplikasikan dan sesuai dengan kebutuhan pasar.

Hasilnya, generasi milenial diharapkan bisa memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mampu bersaing dan mengantisipasi perubahan yang cepat di era Industri 4.0.

Intinya, mutu PENDIDIKAN harus di perbaiki, ditingkatkan bila perlu di Revisi atau instal ulang. Agar bisa menyediakan kebutuhan di era sekarang. Alokasi dan investasi di bidang pendidikan juga harus di tambah. Memperbanyak "Ekosistem Inovatif". Mutlak. Kalo kita pengen bener-bener serius.

 ****
Kedua adalah INFRASTRUKTUR. Setelah SDM beres, selanjutnya adalah tugas pemerintah menyediakan fasilitas pendukung yang bisa mewadahi eksistensi SDM yang sudah siap. Pemerintah harus bisa menyediakan tempat-tempat strategis. Mempermudah akses, mempercepat pekerjaan, dan mencuri efisiensi secara maksimal.

Infrastruktur disini, bukan hanya secara bentuk fisik. Tapi infrastfutur yang bisa membangun manusia agar hidup bersama efisiensi global. Infrastruktur Digital tepatnya. 

Ketiga, adalah meningkatkan iklim investasi. Saat ini peranan investasi dalam perekonomian Indonesia cukup besar. Pada tahun 2017 saja kontribusi investasi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 31,87 persen.

Strategi keempat adalah mendorong peningkatan ilmu pengetahuan (iptek) dan Inovasi untuk menciptakan produktivitas kegiatan perekonomian. Untuk menunjang hal ini maka mau tidak mau harus ada peningkatkan investasi di bidang Research and Development (R&D) baik dari pemerintah maupun swasta. Bagaimana tidak, di Indonesia anggaran di sektor ini masih di bawah 1 persen. Jauh dengan negara-negara lain. Miris. 

Strategi kelima adalah meningkatkan pembangunan industri dimana industrialisasi ke depan harus memanfaatkan sumber daya alam (SDA) agar nilai tambahnya dapat digunakan untuk kepentingan rakyat. Selama ini kita masih miskin ide untuk bisa memberikan nilai tambah pada SDA kita. Kita masih mengandalkan bahan mentah untuk di ekspor (komoditas). Padahal, kalo kita bisa mengelola dan mampu memberi nilai tambah, maka secara otomatis akan meningkatkan nilai jual dari suatu barang tersebut. Selain itu sebaran wilayah industri juga harus merata. Agar tidak terpusat pada satu wilayah tertentu. Dampaknya, bukan hanya pertumbuhan, tapi distribusi keadilan pun ikut tercapai jika hal ini bisa direalisasikan. 

 ****
Terakhir, saya mengutip statment dari Guru Besar saya bernama Bapak Elga Aris Prasetyo. Beliau adalah CEO Perusahaan workshop 3 in 1 yang bergerak di bidang elektronika. beliau juga menjabat sebagai Ketua SSN (Serikat Saudagar Nusantara)  Karisedanan Kediri yang sekarang telah di takdirkan oleh sang Maha Cinta untuk dapat menghidupkan "Ruh" kesadaran untuk peduli terhadap ekonomi dan pentingnya berbisnis di negri ini melalui IAIN Tulungagung. Beliau mengatakan "Jangan bangga di 15 Besar Dunia dari sisi BESARAN. Tapi, Peringkat 120 Dunia dr sisi SEBARAN".

Ini penting, bahwa proporsi BESARAN dan SEBARAN harus merata dan seimbang. 

Beliau melanjutkan "Ukuran Negara Maju bukan diukur dari besaran saja. Tapi, juga Sebaran. Harus diatas 7000 USD pendapatan Perkapitanya. Kalau pertumbuhan Ekonomi hanya 5%. Mustahil bisa jadi Negara Maju di 2030. Harus diatas 10% baru bisa jadi Negara Maju".

 "Ini baru namanya Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jangan sampai Ketimpangan yg kaya dan yang miskin melebar."

 "BERDAYA DI NEGRI SENDIRI". 

 #ekonomi #ekonomiindonesia #revolusiindustri4 #enterpreneur #bisnis #saudagar #berdikari #kesejahteraan #ekonomiglobal #disrupsi #shifting

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun