"Selamat sore," sapa pegawai mini market begitu pintu masuk terbuka.
Suli mengangguk kecil dan terus berjalan menuju lorong paling ujung toko, tempat minuman dipajang. Tanpa pikir panjang dia mengambil 2 botol cola kalengan, pindah ke lorong sebelahnya, dan dua bungkus snack pedas sudah ia peluk erat. Sambil memikirkan apa yang hendak ia beli selanjutnya, ponselnya mengalihkan.
"Siapa, sih," gumamnya kesal karena harus mengambil keranjang belanjaan.
"Suli.. Sekalian beli rokok dong." Suara pria terdengar di seberang telepon Suli. Nama yang tercetak di layar ponsel Suli bertuliskan, "Jangan diangkat!"
Suli mendecak, "Rokok terus. Siap mati, emang? Gak ada duit."
Suli melangkahkan kakinya menuju kasir. Tidak ada yang perlu dia beli lagi selain apa yang dia butuhkan sekarang dan Suli ingin cepat-cepat bergegas keluar dari tempat penuh angin sejuk buatan ini.
"Nanti aku ganti, kok, uangnya. Dua kali lipat deh. Plus ongkos kirimnya." Laki-laki dengan nama asli Arsta itu merengek sambil menyuap dengan iming-iming yang biasanya akan Seli terima dengan cepat.
Tut. Seli mematikan telepon itu begitu pegawai yang menyapanya bertanya, "Ada kartu membernya?"
"Gak punya."
"Rokoknya dua, mbak. Matahari Pro-Mild, yang putih."
Pada akhirnya Suli membelikan rokok yang biasa dibeli Arsta. Sebab Arsta tahu persis dia lemah ketika ditawari uang.