Kalau iya nih, ternyata orang terdekat kita lagi ga sinkron, hilang fokus, ada masalah tapi bilangnya dia okay-okay aja, apa yang kita lakukan?
Give them space while reassuring them that you will be there for them in case they need you.Â
Kenapa justru perlu memberi sedikit jarak?Â
Karena mengolah segala sesuatu yang campur baur dan hiruk pikuk di otak itu sama sekali ga simpel. Tarik nafas panjang barangkali untuk berjeda dari rasa cemasnya. Bengong barangkali sedang reordering couple things yang random muncul. Ya kan?Â
Begitupun jika kita sendiri yang sedang mengalami penatnya pikiran-pikiran yang saling berbicara satu sama lain.Â
Diam sebentar mungkin justru dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran diri.Â
Temuan Ziadni, Jasinski, Labouvie-Vief, & Lumley (2016) mengungkapkan bahwa orang-orang yang kurang kesadaran dan kemampuan kognitif mengatur emosi mereka, menggunakan mekanisme pertahanan diri yang kurang matang untuk mengatasi konflik psikologis.Â
Mereka lebih banyak menyalahkan atau menyerang baik diri sendiri maupun orang lain ketika mengalami konflik psikologis, dan cenderung tidak menggunakan proses intelektualisasi yang lebih adaptif, tetapi secara kognitif lebih menuntut atau menolak kenyataan yang ada.
Maka dari itu, penting untuk mendengarkan dialog-dialog di pikiran kita tanpa perlu terlibat. Ambil peran sebagai pengamat dari pikiran-pikiran itu. Dengarkan. Pahami. Terima.
Sehingga, kita akan semakin paham kapan untuk menyampaikan I'm OKAY atau bahkan I'm NOT OKAY sekalipun.Â
Dengan penuh kesadaran.Â