Mohon tunggu...
Idei Khurnia Swasti
Idei Khurnia Swasti Mohon Tunggu... Dosen - a Life Learner - Psikolog Klinis

Mental health enthusiast dengan fokus pada human well-being, social support, dan positive communication.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Home Sweet Home", Kembangkan Interaksi Hangat Bersahabat dalam Keluarga

22 Januari 2022   18:30 Diperbarui: 24 Januari 2022   01:42 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Julian Hochgesang on Unsplash   

Jadi, sebenarnya, kuncinya adalah komunikasi efektif. Iya ga sih?

Segala sesuatunya dapat dibicarakan...asalkan masing-masing pihak membuka hati dan pikirannya untuk duduk bersama dan membahas isu-isu ini dengan kepala dingin. Dengan berkomunikasi sejelas-jelasnya, kita dapat dengan lebih mudah memahami situasi pun untuk menentukukan strategi yang paling tepat. 

Kesediaan dan kesiapan untuk langsung berhadapan dengan masalah merupakan strategi koping konstruktif yang perlu dikembangkan, jelas bukan dengan berlari menghindarinya. 

Nah, mari sekarang kita coba tuliskan satu persatu ya, apa saja yang kita butuhkan untuk menjadikan rumah kita home sweet home. 

  • keterbukaan orangtua untuk mengenali dan menerima isi emosi dan pikiran masing-masing, sehingga dapat mengkomunikasinya secara efektif kepada pasangan
  • kesediaan untuk berbicara dari hati-ke-hati secara berkala bersama anggota keluarga (dapat dimulai dari pasangan suami-istri sebagai subsistem pasangan sih, baru kemudian dilanjutkan sebagai orangtua). 
  • terkait kesediaan untuk disclose ini, orangtua juga perlu mengungkapkan diri pada anak, sehingga anak juga nantinya paham bagaimana sudut pandang sebagai orangtua
  • kesediaan orangtua untuk menjadi coach emosi anak, misalnya ketika anak menunjukkan emosi yang tidak diharapkan orangtua, jangan serta-merta menyalahkan atau mengoreksi anak, tetapi pandu dan temani anak untuk mengenali dan menerima emosinya juga.
  • quality time yang tidak sekedar pergi jalan-jalan dan makan-makan tetapi terutama ada kesempatan untuk saling bicara secara tulus dan terbuka.

Itu dulu deh... 

Sepertinya, dengan latihan mengembangkan 5 hal ini dalam kehidupan sehari-hari, tanpa kita sadari home sweet home yang barangkali dulu belum dapat kita nikmati selagi kanak-kanak, dapat kita siapkan untuk anak-cucu kita mendatang.

Mari bertumbuh menjadi pribadi yang hangat dan bersahabat :)

Tetap semangat!

Referensi:

  1. Cacioppo, J. (2008). Loneliness: Human nature and the need for social connection. New York: W.W. Norton & Co.
  2. Estlein, R. & Theiss, J. A.  (2020). Responsiveness and control in marital and parental communication: Exploring interdependent relationships across family subsystems, Journal of Family Studies, https://doi.org/10.1080/13229400.2020.1773294
  3. Pittman, M., & Reich, B. (2016). Social media and loneliness: Why an Instagram picture may be worth more than a thousand Twitter words. Computers in Human Behavior, 155-167.
  4. Stravynski, A., & Boyer, R. (2001). Loneliness in relation to suicide ideation and parasuicide: a population-wide study. Suicide and Life-threatening Behavior, 31, 32-40.
  5. Williams, J.S, Riggs, S.A., and Kaminski, L.P. (2016). A Typology of childhood sibling subsystems that may emerge in abusive family systems. The Family Journal: Counseling and Therapy for Couples and Families 1-7, DOI: 10.1177/1066480716663182

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun