Mohon tunggu...
Idatus sholihah
Idatus sholihah Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Penulis lepas yang tertarik dengan bahasa, literasi dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Taman Jejak Kematian

26 November 2022   19:45 Diperbarui: 26 November 2022   19:51 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menamainya bunga taman, hampir tiap sore kutemui sosoknya terpaku di tempat yang sama, di lingkaran taman. Di sebelah timur sudut taman ada monumen kecil dibuat tiga tahun lalu sebagai bentuk pernyataan bahwa tanah itu milik desa dan tidak bisa diganggu gugat keberadaannya, selain itu juga untuk mengingat kerusuhan penduduk sekitar dengan kontraktor dari kota yang ingin membangun supermarket di sini. 

Sempat terjadi kericuhan dan demo yang berujung kerusuhan dengan memakan beberapa korban. 

Mengapa di desa ini ingin dibangun supermarket? Letaknya yang strategis di jalur pantura yang begitu ramai menjadi iming-iming bisnis yang menggirukan masa depan. 

Namun karena masyarakat tidak setuju karena akan membunuh perekonomian warga sekitar maka mereka melakukan demo, tuntutan pertama kedua tidak dihiraukan, kontraktor itu telah bekerja sama dengan pejabat desa bahkan tanah itu sudah dibangun pondasi sebagai tanda akan didirikannya bangunan. Masyarakat merasa murka,  dengan segenap kekompakan mereka melakukan aksi demo dan menghancurkan pondasi itu. Lalu pejabat yang licik itu dipenjarakan.  

Bekas tanah sengketa itu kemudian dibuat sebuah taman agar bisa memberikan kedamaian dan menghapus bekas kemuraman silam. Sebelah barat berjajar pohon-pohon palma yang tingginya baru 70 sentimeter. Sebuah lingkaran di tengah taman dikelilingi bunga melati. Lalu ada juga air mancur di sebelah lingkaran itu.

 Suatu sore di lingkaran taman dan dia, yang kusebut bunga taman  terduduk diam di tengahnya. Mungkin ini terlihat aneh, dia terus saja begitu lalu lima belas menit kemudian akan beranjak pergi. Aku belum pernah bertegur sapa dengannya namun tiap kali ke sana aku selalu menjumpai gadis itu dengan tingkah yang sama.Tatatapan sayunya mengatakan bahwa ada duka antara dia dengan melati-melati yang tak seorangpun tahu ada apa di baliknya.

Suatu ketika, di senja yang muram aku mendapatinya dengan tingkah yang tak sama, aku mendapatinya memegang sebuah buku dan bolpoin. Mungkin membuat puisi, pikirku.

Dia melihatku yang duduk di bangku sebelah utara lingkaran taman, cahaya matanya bersinar meski ada duka yang disimpan di sana. Aku baru mengamati gadis itu saksama, rambutnya tergerai sebahu dengan pita pink motif hello kitty, mata bulat dengan alis lebat, bibir mungilnya, hidung kecil namun mbangir dengan tahi lalat di bagian kiri dekat dengan matanya.

Sungguh cantik, namun sayangnya dia gadis cantik yang pemurung. Melihat dia diperhatikan seperti itu agaknya merasa terganggu, seketika itu dia beranjak dari tempatnya dan pergi. Aku mencoba menuju lingkaran itu, merasa penasaran ada apa sebenarnya?

Ketika memasuki tak ada hal aneh, namun mengapa gadis itu begitu aneh? Kuamati melati-melati yang mekar dengan semerbaknya yang khas. Aku menemukan ada gantungan kertas kecil yang diikat pada salah satu tangkai melati itu, kulihat ada tulisan 'adik'. Apa maksudnya? Aku berkeliling mencoba mencari kertas lain siapa tahu ada sebuah petunjuk di sana. Tapi ternyata nihil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun