Lagi, dunia pendidikan tercoreng. Kali ini yang menjadi korban sampai kehilangan nyawa adalah seorang guru honorer bernama Ahmad Budi Cahyono. Peristiwa pemukulan berawal dari Pak Guru Budi yang mencoba memperingatkan seorang siswa yang mengganggu teman-temannya di kelas saat pelajaran seni menggambar sedang berlangsung. Siswa putra itu berinisial MH, anak seorang kepala pasar. Dia menganggu teman-temannya, tetapi saat ditegur guru, malah tidak terima bahkan melakukan tindak kekerasan yakni dengan memukul yang pada akhirnya menghilangkan nyawa sang guru. Ada apa dengan potret anak-anak kita hari-hari ini?? Apa yang salah?? Â Mungkin pertanyaan seperti itu juga berkecamuk dalam pikiran orang yang mengetahui berita ini.
Mari kita coba mengilas balik sebentar. Jika adegan guru menegur itu terjadi di zaman dulu, tentu kita akan mendapat gambaran yang sama sekali berbeda. gambaran yang sangat kontras. Anak-anak dulu jika ditegur gurunya, tidak akan ada yang berani melawan atau marah-marah  Tidak ada murid yang berani dan bisa macam-macam dengan gurunya. Pasalnya, guru dipandang sebagai orangtua kedua, setelah orangtua di rumah.  Zaman now? Guru lebih banyak dipandang sebelah mata, bahkan menjadi bahan bullying para anak didiknya. Meski ada juga kasus guru yang menganiaya murid, tetapi kasus yang mulai marak terjadi belakangan ini cukup mengundang rasa prihatin yang mendalam.
Sekali lagi, apa yang salah dengan anak-anak kita? Adalah pemandangan yang mulai langka melihat ada rasa hormat/respek dan menghargai orang yang lebih tua (juga orang lain) pada diri anak-anak kita. Sikap dan tingkah laku mereka terhadap guru pun demikian, miskin rasa hormat atau respek. Mereka cenderung cuek, abai, dan tidak peduli. Kalau ditanya apakah ada yang salah, tentu saja jawabannya: pasti Ada! Jika saya boleh mengomentari, anak-anak zaman now kurang diajarkan/ditanamkan nilai-nilai dan budi pekerti yang baik. Â Bagaimana menghormati dan menghargai orang lain, bagaimana bersikap/berespons terhadap situasi dan masalah, bagaimana melakukan/membangun komunikasi yang baik dengan orang-orang di sekitarnya, dan kemampuan lainnya yang dibutuhkan dalam menjalankan kemanusiaannya.Â
Mungkin, anak-anak kita juga kurang mendapatkan dan diajarkan tentang cinta kasih. Bahwa di dalam berkehidupan, kita patut memiliki kasih dan welas asih sehingga tidak akan berani berbuat kurang ajar atau semena-mena terhadap orang lain, apalagi menyakiti dan berbuat sadis. Cinta kasih ini memang semestinya bermula dari keluarga. Orangtua atau keluarga yang senantiasa menanamkan dan membagikan cinta kasih, pastilah anak-anak atau anggota keluarganya akan tumbuh dengan cinta kasih, Â pada akhirnya akan memperlakukan orang lain juga dengan cinta kasih dan welas asih. Â Â
Tontonan kekerasan, baik itu yang didapat dari lingkungan keluarga, tetangga, video games, film-film, bacaan dan media lainnya, Â bisa saja menjadi andil terhadap perilaku anak yang suka melakukan kekerasan, entah itu pada teman-temannya, gurunya, ataupun orang lain. Banyak survei sudah dilakukan dan memperlihatkan fakta menyakitkan bahwa tontonan kekerasan dapat memberi pengaruh/dampak pada pikiran dan tindakan orang yang menyaksikannya. Lebih-lebih jika stimuli itu berlangsung secara terus menerus dan dalam jangka waktu lama. Â Sekalipun ini tidak serta merta bisa dituding sebagai biang keladi, namun ada baiknya kita membentengi anak-anak kita dari konten maupun tontonan negatif, yang salah satunya adalah tontonan./konten kekerasan.
Lantas apa yang bisa dilakukan? Mari kita mulai bebenah diri. Jangan anggap sepi kasus-kasus seperti ini. Mulailah bekali dan wariskan anak-anak kita nilai-nilai hidup yang dapat membangunnya jadi manusia baik dan bermanfaat. Bahwa kehidupannya sebagai manusia harus membawa kebaikan bagi dunia ini, termasuk lingkungannya yang terkecil di sekitarnya. Seperti rumah dan sekolah. Pembenahan awal dan dini harus dimulai dari rumah. Dari orangtua. Semogalah kejadian murid menghajar gurunya yang berujung pada kematian tidak lagi terjadi karena kita mau belajar dari kesahan.Â
Beristirahatlah dalam damai guru tersayang, Ahmad Budi Cahyono. Kiranya Tuhan menepatkan dirimu di ruang yang terbaik dalam surgaNya.