Mohon tunggu...
Idah Sriwahyuni
Idah Sriwahyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa undip

Mahasiswa Antropologi sosial Undip

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Nganteuran: Tradisi Bertukar Makanan Menjelang Lebaran pada Masyarakat Sunda

30 April 2022   14:28 Diperbarui: 30 April 2022   14:29 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Idul Fitri atau Lebaran merupakan hari yang ditunggu-tunggu umat Islam setelah satu bulan penuh berpuasa Ramadhan. Bentuk perayaan Idul Fitri pada setiap daerah di Indonesia berbeda. Misalnya, pada masyarakat Sunda, menjelang Hari Raya Idul Fitri melakukan tradisi Nganteuran. Tradisi Nganteuran merupakan tradisi bertukar makanan sebelum Hari Raya Idul Fitri. Tradisi Nganteuran dilakukan tujuh hari menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran hingga dua hari sebelumnya. 

Makanan yang dibagikan biasanya nasi atau ketupat dengan opor ayam, daging maupun telur (tergantung kemampuan diri). Makanan dibagikan kepada orangtua, sanak saudara maupun tetangga yang biasanya menggunakan rantang. Biasanya , rantang tadi ketika kembali akan diisi lagi oleh menu makanan yang sama atau bahkan biasanya diisi makanan dengan "nilai" yang lebih tinggi. Praktik tukar-menukar makanan ini dapat dilihat sebagai bentuk rasa syukur seseorang terhadap Tuhan dan sebagai bentuk tolong-menolong (ta'awun). Selain itu, tradisi ini juga sebagai bentuk silaturahmi sehingga hubungan antar saudara tetap terjaga. Hal menarik dari tradisi ini adalah masyarakat saling menghargai makanan yang diberikan dan memastikan bahwa orang disekitarnya memiliki makanan di Hari Raya Lebaran.

Resiprositas pada Tradisi Nganteuran

Secara sederhana, resiprositas adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antar kelompok. Batasan tersebut tidak mengungkapkan tempat resiprositas dalam masyarakat. Polanyi (1968) memberi batasan resiprositas sebagai perpindahan barang atau jasa secara timbal balik dari kelompok-kelompok yang berhubungan secara simetris.  Tanpa adanya syarat hubungan yang bersifat simetris antar kelompok atau individu tersebut, maka kelompok-kelompok atau individu-individu tersebut cenderung tidak saling menukarkan barang atau jasa yang mereka miliki. 

Hubungan simetris ini adalah hubungan sosial, di mana masing- masing pihak menempatkan diri dalam kedudukan dan peranan yang sama ketika proses pertukaran berlangsung. Hal ini juga berlaku pada tradisi Nganteuran, dimana masyarakat Sunda melakukan aktivitas tukar-menukar makanan tanpa memandang status sosial seseorang dalam suatu tempat. Penerima maupun pemberi makanan masing-masing pihak menempatkan diri dalam kedudukan dan peranan yang sama pada saat tradisi Nganteuran berlangsung.

Karakteristik lain yang menjadi syarat sekelompok individu atau beberapa kelompok dapat melakukan aktivitas resiprositas adalah adanya hubungan personal di antara mereka. Pola hubungan ini terutama terjadi di dalam komunitas kecil dimana anggota-anggotanya menempati lapangan hidup yang sama dan masih dan masih hidup dalam tradisi nir-tulisan. Dalam komunitas kecil itu kontrol sosial sangat kuat dan hubungan sosial yang intensif mendorong orang untuk berbuat agar mematuhi adat kebiasaan.

Sebaliknya hubungan impersonal tidak bisa menjamin berlakunya resiprositas karena interaksi antar pelaku kerjasama resiprositas sangat rendah, sehingga pengingkaran pun semakin mudah muncul. Proses pertukaran resiprositas bukan hanya suatu proses yang pendek, namun juga dapat panjang, yaitu jangka waktunya memakan waktu bukan sekejap seperti proses jual-beli. Bahkan proses tersebut bisa berlangsung sepanjang hidupnya individu dalam mayarakat, bahkan mungkin sampai diteruskan anak keturunannya. Seperti tradisi Nganteuran ini, generasi penerus juga diajarkan untuk terus melestarikan tradisi Nganteuran. Kelak, jika orangtua mereka sudah tiada tradisi ini tetap diteruskan hingga anak keturunan mereka.

Sumber Referensi :

Hudayana, B. (1991). Konsep Resiprositas dalam Antropologi Ekonomi. Humaniora. (3).

Polanyi, Karl. (1968). "Societies and Economic System" , dalam George Dalton (ed). Primitive, Archaic and Modern Economies, Eeasy of Karl Polanyi. Boston : Beacon Press. Hlm. 3-25.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun