Mohon tunggu...
Moch IchwanPersada
Moch IchwanPersada Mohon Tunggu... Seniman - Sutradara/Produser Film/Pernah Bekerja sebagai Dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Produser film sejak tahun 2011. Sudah memproduseri 9 film panjang termasuk nomine Film Dokumenter Terbaik FFI 2012, Cerita Dari Tapal Batas. Menjadi sutradara sejak 2019 dan sudah menyutradarai 5 serial/miniseri dan 5 film pendek. Mendirikan rumah kreatif Indonesia Sinema Persada dan bergiat melakukan regenerasi pekerja film dengan fokus saat ini pada penulisan skenario.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

From Australia With Blood

16 Januari 2023   15:30 Diperbarui: 16 Januari 2023   15:34 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

From Australia With Blood

Invasi dari Australia rupanya belum berakhir. Setelah era bintang seperti Mel Gibson dan Nicole Kidman menjajah Hollywood, hingga Peter Jackson menyentak dunia dengan trilogi "Lord of the Rings", kini datang generasi baru filmmaker negeri kanguru. Mereka adalah The Spierig Brothers yang terdiri atas Michael dan Peter Spierig.

Sebagai The Spierig Brothers, mereka membuat kagum penonton dunia dengan debut yang mengesankan berjudul "Undead" (2003). Berkisah tentang sejumlah manusia yang bertahan hidup di tengah serbuan zombie.

Aksi menegangkan dipadu kecekatan penyutradaraan menjadikan film tersebut beroleh keplokan meriah dari kritikus. Bahkan dianggap menjadi salah satu film Australia paling menarik sepanjang masa yang membahas seputar zombie. Gelar dari festival prestisius seperti Sitges-Catalonian International Film Festival, hingga Melbourne International Film Festival pun berada di genggaman.

Sepak terjang The Spierig Brothers jadi patut dicermati, karena pilihan mereka yang membesut film bertema zombie dengan gaya old school. Dan mereka cerdik menjaga kemasan tersebut tidak sekedar bergaya, namun juga kuat berkat perpaduan cerita menarik, akting cemerlang, dan penyutradaraan yang solid.

Dalam "Daybreaker" (2009), mereka memilih tema yang tak jauh dari zombie. Kali ini fokus sedikit beralih ke vampir. Tentu saja vampir di sini tak digambarkan seganteng dan seromantis Edward Cullen ala "Twilight". Namun vampir yang tak ubahnya manusia normal. Mereka melakukan aktifitas sehari-hari, bekerja, punya rumah yang nyaman dan punya keluarga.


"Daybreakers" berangkat dari premis yang menggetarkan. 'Apa jadinya jika di masa depan ternyata vampir menguasai dunia dan manusia menjadi minoritas?' Ini yang dijual dan dipegang betul oleh The Spierig Brothers. Dengan efektif sejak awal cerita bergulir, ia sudah menggiring penonton demi memahami persoalan itu. 

Darah manusia yang menjadi energi bagi vampir semakin menipis. Sudah tak mampu menyuplai seluruh kebutuhan. Edward Dalton (Ethan Hawke) yang bertugas meriset sumber baru demi mengatasi problem tersebut juga tak bisa berkutik.

Karakter yang menjadi pendorong cerita ini sesungguhnya punya kompleksitas. Ia digambarkan bahkan tak mau minum darah manusia. Maka ia terdorong mencari cara lain daripada harus berburu manusia yang hampir punah. 

Untungnya ia bertemu Audrey (Claudia Karvan) dan Lionel a.k.a Elvis (Willem Dafoe). Keduanya mengaku punya cara jitu untuk mengatasi persoalan yang dialami Dalton.

Diawali pertemuan tak sengaja, lantas kecurigaan yang berbuah kepercayaan satu sama lain. Kejadian ini berujung pada Edward yang akhirnya bisa kembali berubah jadi manusia normal. Inilah yang membuat "Daybreakers" menjadi berbeda dari film bertema vampir kebanyakan.

Meski masih ada elemen stereotype seperti busur dan panah untuk membidik vampir ataupun terapi sinar matahari yang mampu meluluhlantakkan vampir hingga tak berbekas, diluar itu karya kedua The Spierig Brothers menyegarkan di tengah beragam pengulangan beragam genre yang kita simak di layar bioskop setiap hari. 

"Daybreakers" menjadi bukti bahwa materi menarik ketika berada di tangan yang tepat bisa menjadi 'sesuatu'. Materi yang ditulis sendiri The Spierig Brothers diolah dengan matang, dengan selipan aksi disana-sini, dengan pengembangan karakter yang logis plus ketegangan yang terjaga.

Di luar stereotype yang dipunyainya (mungkin karena The Spierig Brothers memang tak bisa menghindar dari itu), kelemahan terbesar justru ada pada departemen akting.

Hawke yang cemerlang dalam dwilogi "Before Sunset/Sunrise" (arahan Richard Linklater) seperti malas mengolah tubuh. Padahal karakternya sungguh asyik buat dieksplorasi. Akibatnya ketika berhadapan dengan aktor senior seperti Dafoe, aura Hawke dilibas oleh kharisma Dafoe.

Berbeda dengan Hawke, Dafoe malah terlihat seperti menikmati betul perannya kali ini. Ia rileks dan memain-mainkan karakternya dengan lentur.

Dengan "Undead" dan "Daybreaker", selayaknya Hollywood kembali waspada dengan invasi Australia. Karena kali ini mereka datang dengan darah!

*tulisan ini sudah pernah dimuat di buku 101 Movie Guide edisi I 2013.

Ichwan Persada adalah sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun